Takut Menikah Karena Takut Miskin, Bukti Rapuhnya Iman
Oleh : Ummu Anggun
Beda generasi ternyata berbeda pula cara memandang kehidupan. Dulu, anak perempuan usia belasan tahun, rata-rata sudah menikah atau bahkan di nikahkan. Usia seakan menjadi patokan dan batas seorang anak perempuan itu wajib menikah, dan tak jarang, batasan usia menjadi momok yang sangat menakutkan bagi orang tua, ketika anak perempuannya belum dinikahkan saat usia nya sudah menginjak 20 tahun keatas , bahkan ada pula yang sampai diberi label "perempuan tua".
Akhir Oktober 2025 lalu , media sosial Threads diramaikan dengan pembahasan terkait anak-anak zaman sekarang lebih takut miskin daripada takut tidak menikah. Unggahannya itu viral hingga disukai lebih dari 12.500 kali dan ditayangkan ulang oleh lebih dari 207.000 pengguna lainnya. Dengan kata lain , mereka yang menyukai unggahan tersebut setuju dengan pendapat si pemilik akun.
Di Indonesia yang sudah berusia 80 tahun dan sudah delapan kali berganti presiden, jumlah penduduk miskin negeri ini menurut Bank Dunia per 2024 masih 194,4 juta jiwa atau 68,2 persen dari total populasi
Dikutip dari laman kompas.com
Meskipun Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pendapatan per kapita Indonesia tahun 2024 naik menjadi Rp 68,62 juta per tahun (Rp 6,55 juta per bulan), biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup juga tinggi.
Pemikiran sekuler kapitalis merusak makna pernikahan
Tingginya angka kemiskinan di negeri ini semakin memperkuat keinginan untuk tidak menikah, jika belum mapan secara finansial, hanya akan menambah beban hidup saja.
Bahkan ada yang betah melajang karena merasa belum mampu untuk menikah hanya karena persoalan ekonomi.
Tak jarang banyak yang kemudian memilih tinggal serumah tanpa ikatan (living together), ataupun mengalami penyimpangan seksual , ketika pernikahan di anggap sebuah beban. Menunda menikah, sementara keinginan itu sudah mendesak, akan mengakibatkan seseorang terjerumus dalam perzinahan yang tentu saja berakibat rusaknya nasab.
Memang tidak bisa di pungkiri , beratnya memikul tanggungjawab sebagai kepala keluarga dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini. Harga kebutuhan pokok yang terus melonjak dan tidak stabil, sulitnya lapangan pekerjaan, rendahnya upah, mahalnya biaya pendidikan, mahalnya biaya kesehatan dan berbagai persoalan yang membelit rakyat, nyaris meruntuhkan keimanan.
Opini yang di bangun di tengah masyarakat tentang marriage is scary juga tak kalah menakutkan, takut ketika menikah kemudian punya anak maka akan menambah beban hidup, takut mengalami perubahan buruk dalam hidupnya setelah menikah, baik secara ekonomi atau penampilan fisik, di tambah lagi konten negatif yang sering di pertontonkan di media sosial terkait rumitnya pernikahan ataupun permasalahan dalam pernikahan, walhasil banyak yang menikah tapi lebih memilih free child, menunda keturunan, atau menikah dengan perjanjian pra nikah jika terjadi sesuatu di dalam pernikahan mereka.
Ketakutan akan sulitnya kehidupan pernikahan ini, bukan tanpa alasan, negara yang seharusnya hadir sebagai periayah umat, tidak menjalankan peran sebagaimana mestinya, beban berat yang seharusnya di tanggung negara , kini menjadi beban yang harus di pikul secara pribadi.
Gaya hedonisme dan materialis yang di adopsi dari pemikiran sekuler kapitalis menambah ketakutan itu makin menjadi.
Keberkahan pernikahan dalam islam
Padahal sudah jelas, Pernikahan dalam islam itu adalah ibadah, penyempurna agama dan iman, bukan menjadi beban atau sekedar seremonial belaka.
Rasulullah SAW bersabda :
"Nikah adalah sunnahku (tuntunanku). Maka barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku (itu) dia bukanlah dari golonganku." (HR. Ibnu Majah).
Itu artinya menikah mengikuti tuntunan Rasul adalah pahala bukan justru mendatangkan keresahan dan kekhawatiran akan kemiskinan. Allah SWT menjamin setiap makhluk rezekinya masing masing, seperti FirmanNya berikut ini
وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَاۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ ٦
Artinya: "Dan tidak ada satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz) (TQS. Hud :6)
Allah SWT melaknat suatu kaum yang mengkhawatirkan rezeki dan menjadikan anak anaknya sebagai beban.
وَلَا تَقْتُلُوٓا أَوْلَٰدَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَٰقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۖ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيرًا ٣١
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar." (TQS.Al Isra 31)
Fungsi pernikahan adalah menjaga diri dari maksiat, mengikuti sunah Rasul, mendapatkan kebahagiaan, menjaga nasab dan garis keturunan.
Islam mampu mengatasi setiap permasalahan yang terjadi di dalam pernikahan dengan tuntas sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan jiwa.
Menikah sesuai syariat islam adalah sumber pahala dan kebaikan, naluri manusia untuk mempertahankan keturunan akan terpenuhi lewat jalan halal yaitu pernikahan. Sebuah pernikahan yang di landasi keimanan akan terwujud rumah tangga yang tentram dan damai (sakinah), penuh cinta kasih (mawaddah) dan penuh dengan Rahmat (warahmah).
Peran penting negara islam dalam berbagai urusan ummat
Negara islam jelas akan memudahkan Sunah Rasul diatas terkait hubungan pernikahan, dan akan memastikan setiap rakyat dari segala status dan profesi, akan mendapatkan hidup sejahtera
Tidak ada lagi ketakutan akan miskin, karena setiap kepala keluarga sudah mendapat jaminan pekerjaan yang layak untuk menghidupi keluarga nya.
Serta aturan berupa pemenuhan sandang, pangan , papan, kesehatan dan pendidikan itu semuanya diatur sehingga menjadikan kehidupan masyarakat baik dan sejahtera.
Selain itu peran negara berupa penjagaan akidah umat , dengan cara menutup akses perzinahan dan kemaksiatan seperti prostitusi online, seks bebas dan lain sebagainya, dan memberikan penguatan institusi keluarga, dengan mendorong kaum muslim untuk menikah dan melestarikan keturunan.
Wallahu A'lam bisshowab

Posting Komentar