Negara gagal, Anak-anak jadi korban
Oleh : Ummu Al fath-Akmal
Demi meraup rupiah, bayi-bayi bernasib malang diterbangkan jauh dari orang tua kandungnya, tahun ini, sejumlah kasus terbongkar. Namun ketika pelakunya ditangkap, mereka mengaku berulang kali beraksi, sudah banyak bayi terlanjur dijual.
Berita akhir-akhir ini adalah nestapa yang dialami oleh Bilqis (4,5thn), warga Makassar, Sulawesi Selatan. Dia diculik dari Makassar d ditemukan di Jambi. Belakang diketahui bawa Bilqis menjadi korban perdagangan manusia. Dengan identitas palsu yang dibuat oleh pelaku, Bilqis dibawa dari Makassar ke Jakarta dan akhirnya dibawa ke Jambi.
Dalam setiap perjalanannya, pelaku tega menukar Bilqis dengan rupiah. Dari awalnya Bilqis dijual Rp 3 juta di Makassar, Bilqis ditebus Rp 80 jt ketika tibadi Jambi. Paa saat yag bersamaan, orang tuanya kalang kabut mencari dimana keberadaan Bilqis.
Ironisnya dari para pelaku bukan pertama kali ini melakukan kejahatan ini, mereka di tangkap setelah beberapa kali melakukan kejahatan yang serupa.(www.kompas.com)
Perdagangan anak sejatinya bukan sekedar tindak kriminal individu, tetapi kejahatan yang terorganisasi yang tumbuh subur dalam sistem yang membuka ruang bagi eksploitasi manusia. Modus-modus seperti adopsi ilegal sering terjadi dengan melibatkan jaringan lintas daerah, bahkan lintas negara, sehingga tidak mungkin dipandang sebagai kejahatan kecil yang berdiri sendiri. Yang paling menyedihkan adalah kejahatan ini bermula dari keputusasaan orangtua yang terhimpit masalah ekonomi. Kemiskinan struktural yang melilit masyarakat saat ini bukan muncul secara alami, tapi merupakan hasil dari sistem ekonomi kapitalisme
Dalam sistem kapitalisme kekayaan negara terpusat hanya pada pemilik modal saja, sementara rakyat harus hidup tanpa jaminan kesejahteraan. Ketika harga kebutuhan hidup naik, lapangan pekerjaan semakin sempit, akhirnya mereka membuat keputusan ekstrim demi bertahan hidup, termasuk menculik anak dan menjualnya kepada pihak yang menjadi bagian dari sindikat perdagangan manusia. Parahnya sistem kapitalisme hanya menyalahkan rakyat miskin dengan menjerat pelaku lewat undang undang perlindungan anak atau UU TPPO.
Pendekatan sempit yang hanya menghukum pelaku, bukanlah penyelesaian masalah dari akarnya, ketika pelaku ditangkap, negara mengklaim bahwa kasus sudah selesai. Padahal faktor pendorong yaitu kemiskinan, ketimpangan d lemahnya perlindungan negara justru tidak dibenahi.
Lebih kah lagi bahwa kebebasan kepemiluan yag ada didalam kapitalisme telah membuka jalan bagi korporasi besar untuk menjarah sumber daya milik rakyat atas nama investasi, dan akhirnya rakyat tidak mendapatkan apa yang menjadi haknya dari sumber daya alam. Negara lebih sibuk memfasilitasi para pemilik modal daripada menjamin kesejahteraan rakyatnya. Inilah fakta bawa negara kita belum mampu mensejahterakan rakyatnya, karena masih terbelenggu dengan sistem kapitalisme.
Sudah saatnya negara melakukan perbaikan mendasar, melakukan pemerintahan yang berpihak pada rakyat, negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat yang mendasar dan kebutuhan sekundernya juga, memberikan keadilan, rasa aman yang tidak bisa ditawar-tawar lagi,
Semua itu hanya akan bisa terwujud melalui sistem yang menempatkan negara sebagai pelindung, bukan sekedar sebagai pengatur pasar saja, dan sistem itu adalah khilafah Islamiyyah.
Dalam Islam, negara berfungsi sebagai junnah sekaligus roo'in, sesuai sabda Rosulullah SAW, " imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus"(HR.Bukhori-muslim)
Dalam hal ini negara tidak cukup hanya dengan menangkap para pelaku kejatahan, tapi juga harus memastikan kondisi sosial ekonomi untuk mencegah agar kejatahan tidak terulang kembali.

Posting Komentar