FENOMENA “MARRIAGE IS SCARY”(Takut Nikah Karena Takut Miskin)
Oleh : Nining Ummu Hanif
Belakangan ini fenomena marriage is scary sedang ramai dibicarakan di berbagai platform media sosial di kalangan gen Z . Fenomena ini mengambarkan ketakutan dan kekhawatiran sebagian orang terutama gen Z terhadap pernikahan karena alasan finansial, komitmen, trauma atau pengalaman pribadi dan berbagai masalah yang timbul akibat hubungan jangka panjang.
Tidak bisa dipungkiri terjadi pergeseran nilai tentang pernikahan dari generasi sebelumnya dengan gen Z yang sangat signifikan .Dulu menikah dianggap sebagai titik kematangan dan tujuan pencapaian hidup yang lengkap. Namun bagi sebagian besar Gen Z, menikah bukan lagi tujuan utama di usia muda tapi sebuah pilihan. Mereka lebih memilih menunda atau bahkan tidak menikah sama sekali. Fokus mereka kini lebih pada pendidikan, karier dan kesiapan finansial.
Sebagian besar gen Z beranggapan bahwa kestabilan ekonomi lebih penting daripada pernikahan. Hal ini wajar karena kondisi ekonomi yang tidak menentu, sulitnya mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi, yang berpengaruh kepada tingginya biaya hidup. Selain itu faktor media sosial juga mempengaruhi fenomena ini. Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa sebanyak 50,6% anak muda sering terpapar oleh konten media sosial tentang kegagalan pernikahan, seperti perselingkuhan dan KDRT, sebanyak 45,5% cukup sering terpapar konten kegagalan pernikahan. Ditambah adanya narasi marriage is scary yang menambah anggapan negatif dan ketakutan dalam pernikahan.
Fakta ini diperkuat dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan tren pernikahan yang terus menurun selama tiga tahun belakangan. Penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2023, di mana angka pernikahan menyusut hingga kurang 2 juta pasangan. Jelas ini akan berpengaruh juga pada sisi demografi dengan menurunnya angka fertilitas yang dapat membuat menurunnya usia produktif, seperti yang terjadi di Jepang saat ini.(cnnindonesia.com,25/8/25)
Hidup di bawah penerapan sistem ekonomi
kapitalis telah meniscayakan tidak adanya jaminan stabilitas ekonomi dari penguasa. Sistem yang menyerahkan ekonomi pada mekanisme pasar ini telah memaksa masyarakat harus mandiri secara ekonomi dan sukses secara finansial. Selain itu masyarakat juga mengalami ketidakstabilan keuangan karena maraknya PHK dan kenaikan berbagai harga kebutuhan pokok. Selain adanya berbagai gaya hidup yang konsumtif, hedon yang sering mudah diakses di berbagai platform media digital. Berbagai kondisi itu semakin membuat ketakutan untuk menikah. Pernikahan dianggap sebagai beban dan bukan lagi tujuan untuk menyempurnakan ibadah dan melanjutkan keturunan.
Dalam ekonomi kapitalis negara hanya berperan sebagai regulator yang menguntungkan hanya segelintir pihak , yaitu oligarki dan pengusaha. Negara abai dan cenderung lepas tangan dalam mewajibannya menjamin kesejahteraan rakyat. Di tengah tuntutan kebutuhan hidup layak yang sulit dicapai, kondisi ini makin diperparah di dengan lemahnya akidah/ keyakinan mereka kepada Allah SWT. Kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan membuat banyak orang mudah stress dan tekanan hidup bertambah karena kebutuhan hidup menghimpit, sedang mereka merasa tak memiliki pegangan atau tempat bersandar.
Berbeda halnya dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab besar untuk menjamin kesejahteraan seluruh rakyatnya, baik dalam bidang sandang, pangan,papan, pendidikan dan jaminan keamanan. Negara khilafah dengan penerapan sistem ekonomi Islam akan mengelola sumber daya alam dan dikembalikan untuk kemaslahatan masyarakat dalam bentuk berbagai jaminan, fasilitas, infrastruktur yang dapat diakses masyarakat secara cuma-cuma.
Islam mewajibkan laki-laki bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Oleh karena itu negara berkewajiban membuka lapangan pekerjaan seluas- luasnya bagi masyarakat dalam berbagai sektor padat karya.
Negara juga mengatur kepemilikan menjadi 3 yaitu, kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Pengelolaan tiap pos kepemilikan itu diatur berdasarkan hukum syara’. Jadi tidak diperbolehkan kepemilikan umum dikuasai oleh swasta apalagi oleh asing. Sehingga semua pos- pos pendapatan itu bisa dimaksimalkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Begitupun dalam bidang pendidikan, dengan dasar aqidah Islam tujuan utama pendidikan Islam adalah membentuk anak didik agar mempunyai pola pikir Islam dan pola sikap Islam yang akan membentuk kepribadian Islam pada anak didik. Jadi tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja, tapi membentuk anak didik yang cerdas dalam ilmu sains tetapi juga paham ajaran agama dan mampu menerapkan dalam kehidupan.Dengan dasar aqidah yang kuat mereka tidak akan terpengaruh oleh budaya hidup materialistik , konsumtif dan hedonisme tetapi akan menjadi generasi emas pelopor perubahan.
Dalam paradigma Islam , menikah adalah untuk menyempurnakan ibadah. Rasulullah Saw bersabda :
“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi)
Oleh karena itu perlu peran keluarga dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Keluarga yang harmonis akan mendorong dan memahamkan tentang hakekat menikah dalam Islam untuk menyempurnakan ibadah dengan tujuan untuk mengikuti perintah Allah , mendapatkan keturunan dan ketenangan hati. Selain itu pemahaman konsep rejeki dalam Islam bahwa rezeki dijamin sepenuhnya oleh Allah Swt asal dengan ikhtiar dan bertawakal. Dengan demikian tidak akan ada lagi kekhawatiran apalagi ketakutan untuk menikah karena takut miskin.
Wallahu’alam bishowab

Posting Komentar