-->

Bencana Alam Berulang, Akibat Kerusakan Sistem


Oleh : Ummu Ayya

Tingginya intensitas hujan yang terjadi hampir setiap hari, mengakibatkan banyak bencana alam terjadi di berbagai lokasi di Indonesia. Dari Sumatera hingga Sulawesi, hampir semua daerah merasakan dampak bencana alam.

Sebagai contoh, ada peristiwa angin puting beliung, banjir, dan abrasi pantai yang terjadi di Morowali Utara dan Buol. Insiden puting beliung melanda kecamatan Bagian, kabupaten Tolitoli. Banjir melanda kabupaten Morowali Utara, sedangkan abrasi pantai terjadi di kecamatan Keramat, kabupaten Buol.

Di Sumatera Barat juga tercatat lima kecamatan yang mengalami bencana alam. Salah satunya adalah banjir yang menjangkiti kecamatan Banuhampu, serta tanah longsor dan banjir bandang yang melanda Kecamatan Tanjung Raya. Di sisi lain, pohon-pohon tumbang menutup akses di jalan nasional yang menghubungkan Bukittinggi dan Medan. Bahkan ada tanah yang amblas di jalur Palupuh. Sekretaris daerah Padang Pariaman, Rudy Repenaldy, mengungkapkan bahwa tidak ada korban jiwa dalam peristiwa bencana ini. Namun, bencana ini mengganggu kegiatan masyarakat setempat (CNN Indonesia, 23 November 2025).

Serangkaian bencana ini pada dasarnya disebabkan oleh kesalahan dalam pengelolaan tata ruang dan lingkungan. Di samping itu, masyarakat masih memiliki kebiasaan membuang sampah sembarangan, yang akhirnya menumpuk di saluran air dan menghalangi aliran air. Ditambah lagi dengan aktivitas penebangan hutan yang dilakukan secara ilegal, sehingga tanah tidak bisa menyerap air dengan baik. Selain itu, kurangnya pengawasan dari pemerintah dalam menerapkan regulasi tata ruang dan pembangunan juga menjadi faktor.

Dalam sistem kapitalisme, bencana alam menjadi hal yang tak terhindarkan. Pada kenyataannya, para pemangku kekuasaan dalam sistem kapitalis tidak menjalankan fungsi mereka sebagai pelayan rakyat, melainkan berperan sebagai pengatur yang mendukung kepentingan para pemilik modal. Salah satu contohnya adalah disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja yang memicu kerusakan lingkungan. Seperti deforestasi, yaitu hilangnya fungsi hutan disebabkan oleh penggunaan lahan untuk pertanian, perkebunan, peternakan, pemukiman, hingga pengembangan area wisata. Pemerintah lebih fokus pada pertumbuhan ekonomi tetapi mengabaikan pelestarian lingkungan. Hal ini berdampak pada penurunan kemampuan tanah dalam menyerap air, sehingga meningkatkan risiko terjadinya tanah longsor. Akibatnya, hujan singkat dapat langsung menyebabkan banjir.

Lebih parahnya lagi, terdapat beberapa anggota aparat yang berperan sebagai pelindung dalam tindakan merusak lingkungan demi memperoleh keuntungan pribadi dengan cara suap. Seharusnya, para pejabat negara ini menjadi garda terdepan dalam menjalankan mitigasi bencana. Negara berkewajiban untuk mempersiapkan masyarakat, sumber daya yang diperlukan, dan struktur organisasi yang dibentuk berdasarkan karakteristik sumber dan jenis bencana alam yang akan dimitigasi.

Bencana alam yang terjadi berulang kali menunjukkan bahwa isu ini memerlukan upaya mitigasi yang menyeluruh agar dapat mencegah terulangnya bencana. Kita harus menganalisis masalah secara mendalam dari sumbernya. Bukan hanya mengamati masalah yang terlihat, tetapi juga menelusuri penyebab bencana agar kita dapat menemukan solusi pencegahan yang efektiv dan tepat.

Pada dasarnya, bencana alam merupakan ketentuan dari Allah SWT. Ini adalah ujian bagi keimanan serta sebuah peringatan dan teguran atas tindakan manusia yang merusak alam. Bencana sering kali disebabkan oleh perilaku manusia yang mengganggu lingkungan. Seharusnya ini dijadikan sebagai kesempatan untuk merenung dan meningkatkan kepedulian terhadap sesama.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Ar-Rum ayat 41 yang artinya:

“Kerusakan di daratan dan lautan telah tampak akibat perbuatan tangan manusia, dan Allah ingin mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali kepada jalan yang benar. ”

Di sisi lain, Islam menawarkan pendekatan mitigasi yang menyeluruh dan preventif, yang dapat mengurangi risiko bencana yang sama dan meminimalkan dampak kerusakan. Dalam pandangan Islam, tanggung jawab mitigasi sepenuhnya ada pada pemerintah, karena erat kaitannya dengan peran mereka sebagai pelindung dan penjamin keamanan rakyat. Aktivitas membantu sesama warga masyarakat adalah hal yang diperbolehkan, karena itu merupakan perbuatan baik yang dianjurkan oleh agama. Di area yang rentan terhadap bencana, Islam mengembangkan manajemen kebencanaan, mulai dari pendidikan mengenai bahaya bencana, pembangunan infrastruktur, hingga sistem peringatan dini dan penanganan bencana yang lebih sistematis. Begitu juga dengan sistem logistik untuk keadaan darurat dan sistem kesehatan yang menjadi bagian penting dari penanganan kebencanaan yang terpadu, akan diperhatikan dengan serius.

Dalam sistem pemerintahan Islam, penanganan bencana dilakukan dengan sangat baik. Khalifah menjalankan peranannya sebagai pemimpin yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Ketika terjadi kerusakan infrastruktur akibat bencana, negara akan melakukan perbaikan dan rekonstruksi menggunakan dana dari baitul mal. Sebab, baitul mal memiliki anggaran khusus yang dialokasikan untuk bencana. Ini merupakan pembiayaan yang harus dipenuhi, terlepas dari ada atau tidaknya uang atau harta di dalam baitul mal. Selain itu, negara juga mendorong umat Islam untuk memberikan bantuan kepada korban bencana melalui sedekah. Khalifah pun akan mengajak masyarakat untuk bertaubat, meminta ampun, dan berdoa kepada Allah agar bencana segera berakhir. Semua ini dilakukan oleh negara karena dalam Islam, penguasa berfungsi sebagai pengelola dan pelayan yang berupaya untuk kebaikan rakyat, termasuk dalam situasi bencana.

Dengan demikian, penerapan sistem Islam telah terbukti efektif dalam menangani berbagai bencana selama masa kekuasaannya. Tata kota pada era Abbasiyah di Baghdad dan Utsmaniyah di Turki menunjukkan kemampuan sistem ini dalam menyelesaikan masalah bencana termasuk banjir. 

Wallahu a’lam bisshawab