-->

Sudan Membara, Sudan yang Terlupa


Oleh : Ummu Maryam

Setelah Gaza, Sudan kini menghadapi sebuah krisis yang kembali membara, di mana tidak hanya terjadi pembunuhan massal, tetapi juga pemerkosaan secara mengerikan. Milisi Pasukan Dukungan Cepat (RSF) semakin mengamuk, dan serangan mereka telah menyebabkan 1.500 kematian dalam tiga hari terakhir. Mereka juga berhasil menguasai kota el-Fasher di wilayah barat Darfur. Kelompok ini menyatakan bahwa serangan tersebut adalah bagian dari kampanye yang disengaja dan sistematis untuk membunuh dan memusnahkan. Sungguh, kita berada di momen di mana nyawa tampak tak berharga dan dapat diambil tanpa rasa bersalah.

RSF adalah sebuah kelompok bersenjata yang terlibat dalam konflik yang terjadi di Sudan. Sejak pecahnya perang saudara pada tahun 2023, diperkirakan sekitar 40 ribu orang telah kehilangan nyawa dan lebih dari 14 juta orang terpaksa mengungsi. Pertahanan terakhir pasukan di Darfur, el-Fasher akhirnya jatuh ke tangan RSF setelah diserang selama 17 bulan. Kejatuhan el-Fasher meningkatkan kekhawatiran tentang kemungkinan perpecahan di Sudan, terutama setelah hampir 15 tahun berdirinya Sudan Selatan (Republika. co. id, 30/10/2025).

Sudan terletak di timur laut Afrika dan merupakan salah satu negara terluas di benua tersebut, mencakup area seluas 1,9 juta km persegi. Dengan perbatasan yang menghadap tujuh negara dan Laut Merah, Sudan memiliki akses terhadap jalur perdagangan laut internasional. Negara ini juga kaya akan sumber daya alam seperti minyak, gas, dan emas. Dengan posisi strategisnya, Sudan menjadi pusat penting dalam aspek perdagangan dan geopolitik di kawasan ini. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika negara ini sering menjadi target eksplorasi oleh mereka yang haus akan kekayaan dan kekuasaan.

Sebagai negara terbesar ketiga di Afrika dan dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, Sudan juga dikenal sebagai produsen emas terkemuka di dunia Arab. Namun, di tengah melimpahnya kekayaan sumber daya alam, Sudan tengah mengalami krisis kemanusiaan yang berkepanjangan. Krisis ini sesungguhnya telah ada sejak lama dan bukan sekadar konflik antar etnis, melainkan juga melibatkan campur tangan dari Amerika Serikat dan Inggris, serta peran negara-negara boneka seperti Zionis dan UEA yang bersaing dalam pengaruh politik (proyek Timur Tengah baru AS) untuk menjamin kepentingan mereka dalam eksploitasi sumber daya alam Sudan yang kaya.

Selama ini, intervensi negara-negara barat terhadap negara-negara berpenduduk Muslim sudah menjadi sesuatu yang umum diketahui. Dengan alasan kerja sama dan dukungan, mereka secara perlahan memperkuat kendali mereka, memengaruhi dengan beragam ide, serta membangun organisasi internasional dan mengatur peraturan yang menguntungkan kepentingan mereka untuk mempertahankan dominasi negara-negara besar atas negara-negara Muslim. Metode yang mereka gunakan telah konsisten dari dulu, yaitu politik pecah belah, di mana umat Muslim dipisahkan satu sama lain sehingga menimbulkan perselisihan bahkan konflik di antara mereka sendiri. Gerakan nasionalisme yang muncul dari ideologi sekuler kapitalisme semakin memperburuk situasi, membuat umat Muslim tidak hanya kehilangan rasa empati tetapi juga berani melawan sesama yang seagama.

Seperti banyak negara Muslim lainnya, Sudan memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, dan hampir setiap negara Muslim yang sejenis telah menjadi target perebutan kekuasaan oleh negara-negara besar. Peristiwa genosida di Gaza, Sudan, dan tempat lain di dunia Muslim seharusnya bisa dipahami dengan jelas, bahwa ini bukan sekadar konflik biasa yang muncul tiba-tiba, melainkan sebuah peperangan, antara ideologi sekuler kapitalisme dan ideologi Islam, serta ini merupakan perang yang telah direncanakan secara matang oleh mereka.

Berbagai krisis yang menimpa, khususnya di negara-negara Muslim, tampaknya tidak pernah menemukan solusi yang tuntas, bahkan terlihat dibiarkan begitu saja. Organisasi internasional yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah, pada kenyataannya hanya mengeluarkan kebijakan yang justru memperpanjang krisis. Sesungguhnya, sekuler kapitalisme dirancang untuk memperkuat penjajahan negara-negara barat atas dunia Islam. Tidak mengherankan jika sampai saat ini, berbagai masalah di dunia, apakah itu dalam bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, atau kemanusiaan, tidak akan pernah teratasi. Setiap solusi yang diberikan sering kali menimbulkan masalah baru. Oleh karena itu, kita membutuhkan solusi alternatif yang lebih efektif untuk mengatasi semua kesulitan ini.

Satu-satunya cara untuk menyelesaikan berbagai masalah hanya dapat ditemukan dengan menerapkan sistem Islam (Khilafah) dalam kehidupan kita, karena sistem Islam diharapkan mampu mengatasi berbagai krisis dan tantangan, baik dalam politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Seharusnya, sebagai seorang Muslim, kita harus percaya bahwa hanya Islam yang merupakan solusi yang benar-benar efektif, karena Islam adalah pedoman hidup yang berasal dari Sang Pencipta.

Dalam sistem Islam, kesatuan antara negara-negara Muslim bukanlah sebuah khayalan. Khilafah, yang merupakan institusi negara dalam Islam, akan menjamin persatuan umat. Khilafah akan menghapus batasan nasionalisme yang selama ini menjadi penyebab perpecahan umat, sehingga seluruh umat Muslim akan disatukan dalam satu ikatan akidah tanpa memandang perbedaan ras, negara, warna kulit, bahasa, budaya, dan lainnya. Selama memiliki satu akidah, di manapun umat Muslim berada, termasuk di Sudan dan Palestina, akan mendapatkan bantuan dan dukungan, serta dibebaskan dari belenggu penjajahan.