-->

REMAJA KORBAN BULLYING SEMAKIN MEMBAHAYAKAN


Oleh : A. Salsabila Sauma

Perudungan di kalangan remaja sekolah semakin menggejala dan menjadi lngkaran setan yang tak berkesudahan. Pada Jumat, 31 Oktober 2025, asrama putra Dayah (pesantren) Babul Maghfirah – pimpinan Tgk. Masrul Aidi – di Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, terbakar. Polisi mengungkapkan bahwa ternyata pembakarnya adalah salah satu santri yang masih di bawah umur. Pelaku mengaku alasan dia membakar gedung asrama karena mengalami perudungan dari beberapa temannya. Akibat perudungan tersebut, pelaku mengalami tekanan secara mental hingga bertindak implusif dengan membakar gedung guna menghancurkan barang-barang milik temannya yang sering mem-bully pelaku. (kumparannews)

Hal yang serupa juga terjadi di SMA Negeri 72 Jakarta. Pada Jumat, 7 November 2025, terjadi aksi pengeboman di SMA N 72 Jakarta. Ledakan terjadi saat berlangsungnya solat Jumat dan menyebabkan setidaknya 96 orang luka-luka. Setelah diselidiki, salah satu siswa menjadi tersangka pengeboman. Salah satu saksi yang dimintai keterangan menduga bahwa pelaku melakukan pengeboman karena sering di-bully hingga tidak kuat mentalnya dan akhirnya membalas perbuatan bullying dengan melakukan pengeboman di sekolahnya itu. (cnnindonesia)

TINGKAT PERUDUNGAN YANG SIGNIFIKAN DAN SISTEM YANG KELIRU

Dalam berbagai lembaga seperti JPPI (Jaringan Pemntau Pendidikan Indonesia), FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia), dan KPAI menunjukkan kasus perudungan yang cukup besar, termasuk kekerasan fisik dan verbal, yang tidak dilaporkan oleh siswa. 

JPPI mencatat 573 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan pada tahun 2024, di mana sekitar 31% diantaranya berkaitan langsung dengan perudungan. Data menunjukkan bahwa kelompok yang paling rentan adalah anak-anak usia awal pendidikan. Siswa Sekolah Dasar (SD) menyumbang 26% korban, disusul Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 25%, dan SMA sebesar 18,75% dari total korban. Bukan hanya sekolah umum, lembaga pendidikan berbasis agama seperti madrasah dan pesantren pun tidak lepas dari perudungan. (himasiera)

Salah satu faktor yang amat mempengaruhi perilaku sosial masyarakat adalah media sosial. Kemudahan dalam mengakses berbagai macam informasi ini sering kali menjadi boomerang bagi penggunanya. Informasi yang banyak dan tak terarah ini membuat para remaja, yang sedang mencari identitas dirinya itu, terlena dalam harapan dan kesenangan semu. Kenakalan remaja, perudungan pada pihak yang lemah, melawan yang lebih tua, dan tindakan tercela lainnya yang sering disuguhkan dalam media sosial pelan-pelan mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam mencari kesenangan. Akibatnya krisis adab dan nir-empati terus meningkat di kalangan pelajar karena tontonan yang tidak layak.

Setiap bangsa selalu ingin yang terbaik untuk negaranya, termasuk terkait pendidikan. Negara-negara di dunia membuktikan bahwa kemajuan suatu bangsa sangan dipengaruhi oleh sistem pendidikan negera tersebut. Sebab warga yang cerdaslah yang bisa membawa suatu bangsa untuk terus begerak maju.

Hanya saja negara sering kali lupa bahwa tujuan pendidikan bukan sekadar materi, seperti yang dijalankan sistem kapitalisme dalam mengurus pendidikan. Nilai dan materi yang menjadi target pendidikan saat ini membawa masyarakat ke dalam pandangan hidup yang sempit. Kapitalisme membuat masyarakat mengukur kehormatan manusia berdasarkan popularitas, fisik, ataupun status sosial. Hal ini yang mengakibatkan individu masyarakat yang kuat merasa berhak mendominasi individu masyarakat yang lemah.

SISTEM PENDIDIKAN ISLAM

Krisis adab dan akhlak yang terjadi di kalangan pelajar disebabkan kurangnya ilmu tentang tujuan kehidupan. Pandangan sempit bahwa menempuh jenjang pendidikan hanya agar bisa mencari pekerjaan yang layak membuat anak-anak berpikir bahwa pendidikan hanya dipakai untuk mencari materi saja. Padahal tujuan pendidikan tidak sebatas itu. Pendidikan seharusnya memerdekakan manusia dari keadaan sebelumnya. Bukan dari segi materi, malaikan budi pekerti, karena seperti itulah pendidkan dalam Islam diatur.

Dalam pandangan Islam, pendidikan bukan hanya pemindahan ilmu pengetahuan melainkan alat pembentuk kepribadian islami (pola pikir dan pola sikap islami). Pola pikir islami berkaitan dengan pemahaman terhadap hukum-hukum Islam (wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram). Pola sikap islami berkaitan dengan perilaku yang sesuai dengan hukum Islam di semua aspek kehidupan. Sistem pendidikan Islam mengintegrasikan ilmu agama (akidah, fikih, akhlak, dsb.) dengan ilmu duniawi (sains, matematika, dan teknologi). Tujuannya untuk menghasilkan generasi cerdas yang memiliki pemahaan tentang ajaran Islam sehingga mempu menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-harinya. (muslimahnews)

Kemudia dalam pandangan Islam, orang tua wajib menjalankan fungsi pendidikan Islam dalam keluarganya dan pemerintah pun wajib menyediakan dan menjalankan sistem pendidikan Islam yang melahirkan generasi dengan kepribadian islami. Pemerintah wajib menerapkan sistem sanksi yang adil dan tegas sesuai dengan hukum dan ketetapan Allah SWT apabila terjadi kekeliruan dalam menjalankan regulasi pendidikan Islam.

Kerja sama antara keluarga, guru, dan masyarakat yang ditopang oleh negara dalam melaksanakan sistem pendidikan Islam akan melahirkan generasi emas. Ini telah terbukti sejak penerapan sistem pendidikan Islam masa kepemimpinan Rasulullah saw. lalu dilanjutkan pada masa kepemimpinan Khulafaurasyidin, hingga kepemimpinan para khalifah selama berabad-abad.

Umat harus yakin bahwa hanya sistem Islam—termasuk sistem pendidikan Islam—yang akan melahirkan generasi emas bebas perudungan. Yaitu generasi yang beriman, bertakwa, dan cerdas.

Wallahu’alam bi showab