Perceraian Meningkat, Lampu Merah Keutuhan Keluarga
Oleh : Novia Roziah (Member Revowriter)
"Kalo ada masalah sama pasangan, ingat tepuk sakinah!"
Begitulah kira-kira ungkapan getir masyarakat yang hari ini sering disajikan banyak fakta tentang keretakan rumah tangga, terutama perceraian.
Baru baru ini publik kembali dikejutkan dengan berita perceraian Artis. Sebut saja kasus gugat cerai penyanyi inisial RA kepada aktor HD akhir Oktober 2025 lalu. Pasalnya kedua pasangan artis ini dianggap sebagai pasangan idaman dengan segala keserasian yang ditampilkan. Melihat ini, generasi muda, semakin pesimis terhadap pernikahan. Sehingga muncul komentar “yang ganteng cantik kaya saja berujung cerai, apalah lagi kita rakat jelata.”
Perceraian kalangan selebritas seringkali dianggap hal yang lumrah terjadi. Menurut data, sejak akhir agustus 2025 kata "cerai" di mesin pencarian google menjadi trending. Sementara itu, setidaknya selama tahun 2024 ada sekitar 466.359 kasus perceraian. Pada september tahun 2025 ini, angka perceraian telah menyentuh 317.056 kasus, sudah melebihi separuh total di tahun sebelumnya. Sementara angka pernikahan mengalami penurunan, di tahun 2023 terjad 1.577.255 pernikahan. Tahun 2024 semakin menurun, yakni 1.478424 kejadian. Angka pernikahan menurun, sementara angka percerian meningkat. Hal ini merupakan fakta yang mengkhawatirkan
Melihat fenomena ini, Kantor Urusan Agama (KUA) bersama BP4 menganggap hal tersebut sebagai perkara krusial yang harus segera di cari solusinya. Kemenang telah menjalankan program langkah strategis mediasi, yang di eksekusi lapangan oleh BP4. Tugas BP4 adalah untuk melakukan mediasi rumah tangga, penyelesaian konflik, deteksi dini kekerasan rumah tangga, edukasi pranikah di kalangan remaja, hingga bimbingan perkawinan berkelanjutan. Terakhir, pemerintah juga menyosialisasikan “tepuk sakinah” sebagai prasyarat mengajukan pernikahan.
Meski ada upaya menyelesaikan problem ini, namun sebenarnya tidak menyentuh akar masalah. Karena kehidupan rumah tangga tidak berdiri sendiri dan tidak sekedar permasalahan antara pasangan suami istri. Ada anak yang terdampak, keluarga besar dan kecenderungan hidup masyarakat yang memengaruhi, sehigga Ketahanan keluarga selalu berkaitan dengan mekanisme sistemik yang lebih kompleks.
Perceraian Meningkat, Ada Apa?
Banyak faktor yang menjadi penyebab perceraian, misal kemiskinan, ketakharmonisan, KDRT, hingga kasus judi online. Terlebih dalam rumah tangga muda, kelabilan emosi pasangan dan faktor ekonomi dituding menjadi penyebab utama. Namun, berbagai penyebab ini sesungguhnya hanyalah persoalan cabang, bukan akar masalahnya. Sebab sistem kehidupan ditengah masyarakat yang menghasilkan problematika di segala lini, baik sosial, ekonomi, pendidikan sangat memengaruhi ketahanan keluarga.
Apabila kita dalami penyebab maraknya perceraian di Indonesia, semua bermuara pada satu hal, yaitu penerapan sistem kehidupan kapitalistik beserta turunannya, yakni liberalisme, sekularisme, dan feminisme. Sistem hidup dalam kapitalisme menjadikan materi sebagai tolok ukur kebahagiaan. Sekularisme meniadakan peran agama dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam keluarga dan menjauhkan motivasi ibadah dalam keluarga.
Diterapkannya sistem sekuler kapitalisme menjadikan umat Islam kehilangan jati diri sebagai umat terbaik sebagaimana fitrahnya. Berbagai permasalahan datang mengintai kehidupan umat Islam, termasuk kehidupan berkeluarga. Tentu saja kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Umat Islam harus segera bangkit dari keterpurukan dengan jalan kembali kepada Islam kafah.
Krisis Ketahanan Keluarga, Islam Solusinya
Dalam islam pernikahan adalah satu-satunya jalan untuk mewujudkan keluarga. Dari keluarga akan lahir generasi yang kelak akan melanjutkan tatanan kehidupan. Jika keluarga kuat, maka akan lahir generasi yang hebat. Tentunya hal ini akan berguna untuk masa depan umat, bahkan suatu bangsa.
Harus disadari bahwa keluarga yang kuat dan kokoh, membutuhkan dukungan sistem yang tangguh. Dimulai dari sistem pendidikan islam yang mengacu pada pembentukan individu berkepribadian islam tangguh, yang memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai dengan fitrah penciptaannya. Sehingga tercetak generasi baik laki-laki dan perempuan yang siap untuk menjalankan kehidupan pernikahan. Kemudian keluarga tangguh, juga membutuhkan support dari sistem ekonomi islam yang menjamin kesejahteraan setiap individu, sehingga meminimalisir konflik yang diakibatkan oleh permasalahan pemenuhan kebutuhan hidup dalam keluarga. Selain itu, sistem sosial pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang di terapkan , harus menjaga supaya tidak terjadi penyelewengan hubungan antar keduanya. Semua ini butuh peran negara, sebagai pelaksana syariat.
Jika saja mekanisme ini di terapkan, tentu saja kasus perceraian yang terus meningkat ini tidak akan pernah terjadi. Seorang istri tidak akan teracuni berbagai bisikan atau pemikiran yang tidak benar mengatasnamakan “kemandirian perempuan”. Seorang suami akan menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik. Demikian pula seorang istri, akan menjalankan kewajiban dan menuntut hak dengan baik.
Pernikahan bukan hanya berkaitan dengan dua orang yang menikah, melainkan terkait kualitas generasi mendatang. Keluarga adalah sebuah institusi terkecil dari pelaksana syariat Islam. Dari keluargalah akan lahir generasi yang kuat akidah dan akhlaknya untuk mewujudkan kembali Islam sebagai sistem kehidupan.
Dengan demikian, dalam kondisi apapun menjadi kewajiban setiap pasangan untuk menjaga kekukuhan keluarga. Sebagai wujud ketaatan keduanya kepada Allah Ta’ala. Allahua’lam bisshowab

Posting Komentar