-->

KORBAN BULLYING REMAJA SEMAKIN MEMBAHAYAKAN


Oleh : Arianne Nur Rahmadhani

Situasi Bullying pada Remaja :
 di mana seorang santri membakar asrama karena sakit hati akibat menjadi korban serta sebuah siswa SMA yang melakukan aksi ledakan di sekolah karena indikasi tekanan sosial berat dari perundungan menunjukkan bahwa bullying bukan sekadar “masalah kecil di sekolah” — melainkan sebuah masalah serius yang bisa melahirkan reaksi ekstrem. Ini menggarisbawahi bahwa korban bullying bisa merasa terpojok, terbuang, dan akhirnya memilih tindakan yang merugikan banyak pihak.
Fenomena tersebut juga memperlihatkan bahwa bullying bukan lagi hanya berupa fisik atau verbal saja, melainkan dapat mengarah ke pengucilan, pelecehan sosial sistemik, dan tekanan psikologis yang dalam. Ketika remaja terus-menerus merasa dikucilkan atau dihina, maka kondisi mentalnya bisa memburuk, hingga muncul impulse destruktif — baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Salah satu faktor memperparah adalah pengaruh media sosial. Bullying yang dahulu mungkin terbatas di lingkungan fisik kini bisa diperluas ke ranah digital seperti ejekan, hinaan, video, meme, tantangan yang mempermalukan seseorang bisa menyebar dengan cepat. Akibatnya, korban merasa “tak punya tempat aman”. Pengucilan dalam dunia nyata dan virtual melebur menjadi satu tekanan sosial yang sangat berat.

Sistem Sekuler Menumbuh Suburkan Bullying:

Dalam konteks pendidikan, hal ini juga menunjukkan kegagalan sistem. Yakni sistem pendidikan yang berfokus pada nilai materi, nilai akademik semata, atau persaingan saja, tanpa memperhatikan pembentukan karakter, adab, empati, serta kesejahteraan psikologis siswa. Sistem yang sekuler-kapitalistik dalam arti ini—yang menekankan hasil, ranking, kompetisi—seringkali mengabaikan aspek ruhiyah dan adab, sehingga pribadi remaja tumbuh tanpa benteng moral yang kuat.
Dari perspektif Islam, tujuan pendidikan bukan sekadar mengejar prestasi duniawi dan materi, tapi membentuk kepribadian Islami yang ber akhlak mulia, adab, etika, kesadaran terhadap Allah dan makhluk-Nya. Islam menekankan “manusia” sebagai makhluk yang harus dilatih secara menyuluruh — ruhani, akal, jasmani dan sosial — bukan hanya sebagai “produk akademis” atau “tenaga kerja”.

Sistem Islam Mampu Mencegah Bullying:

Implementasi pendidikan Islam kaffah memerlukan pembinaan intensif. Pembinaan ini bukan hanya diksi “menghafal ayat” atau “belajar fiqh”, tetapi membentuk pola pikir dan pola sikap yang islami. Remaja yang menjadi korban bullying, sekaligus pelaku, perlu didampingi secara holistik. Juga perlu ada konsultasi psikologis yang berpijak pada nilai-nilai Islam, ada sistem mentoring, ada lingkungan yang menumbuhkan rasa aman, dihargai dan berguna.
Kurikulum berbasis aqidah Islam wajib dijadikan fondasi. Sebab adab harus menjadi dasar pendidikan. Ketika nilai adab, hormat terhadap sesama, menghargai perbedaan, empati, tanggung jawab sosial diletakkan di pusat pendidikan, maka bullying akan sulit tumbuh subur — karena sistem pendidikan sudah memproduksi pribadi-pribadi yang sadar akan hak dan kewajiban, bukan hanya menghitung nilai atau gengsi.

Selanjutnya, peran negara dalam kerangka khilafah atau sistem yang menegakkan hukum dan moral secara Islam adalah penting. Negara bertanggung jawab sebagai penjamin utama pendidikan, perlindungan generasi dari kezaliman sosial — termasuk bullying — dan pembinaan moral umat. Dengan demikian, ada sistem hukuman yang adil terhadap pelaku, sekaligus pembinaan bagi korban dan pelaku agar dipulihkan dan tak terulang.

Solusi praktis Islam kaffah terhadap bullying bisa dijalankan dengan langkah-langkah berikut: (a) mendirikan lembaga pengaduan bullying berbasis pesantren atau sekolah Islam yang ramah anak; (b) mengintegrasikan adab dan akhlak dalam setiap kegiatan sekolah seperti khutbah Jumat, ceramah, diskusi; (c) membentuk mentoring sebaya (peer-mentoring) yang dilatih dalam nilai Islam; (d) mengadakan pelatihan literasi digital agar remaja tahu bahaya bullying online dan bagaimana menjadi agen kedamaian; (e) memperkuat peran keluarga dengan pembinaan adab sejak rumah agar anak tidak tumbuh dengan rasa inferior atau superior.

 Jika kita ingin memutus rantai kekerasan dan kezaliman antar generasi muda, maka perubahan sistemik diperlukan bukan hanya kampanye “jangan bully” saja. Pendidikan Islam kaffah sejati mengajak kita untuk membangun pribadi yang kokoh iman-nya, tinggi adabnya, tanggap sosialnya, dan terhubung dengan nilai-nilai ukhrawi. Dengan demikian, remaja tidak akan mencari pelampiasan dalam tindakan ekstrem ketika merasa terzolimi melainkan akan mencari remedi yang Islami. Remaja akan berbicara, mencari keadilan, berdakwah dengan kelembutan, dan merasa bagian dari komunitas yang saling menjaga.