-->

Kasus Bunuh Diri Pelajar Meningkat Imbas Sekulerisasi Pendidikan

Oleh : Ida Nurchayati

Indonesia darurat gangguan kesehatan mental. Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan ada dua juta lebih anak yang mengalami gangguan kesehatan mental. Data diperoleh dari pemeriksaan kesehatan jiwa gratis dari 20 juta anak (m.antaranews.com, 30/10/2025).

Data di atas sebagai gambaran fakta kehidupan riil. Puncak gangguan kesehatan mental adalah bunuh diri. Bulan Oktober 2025, tercatat ada tiga kasus remaja belasan tahun bunuh diri. Remaja putri usia 14 tahun di Sukabumi, Jawa Barat bunuh diri diduga karena mendapat kekerasan verbal dari teman-temannya. Dua kasus bunuh diri remaja lainnya terjadi di Sawahlunto, Sumatra Barat.

Pemerhati anak menyebut kasus bunuh diri remaja di Indonesia sudah mengkhawatirkan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 25 anak di Indonesia bunuh diri selama tahun 2025. Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini, menyebut sebagian besar kasus bunuh diri termasuk di sekolah dilatari oleh bullying atau perundungan (bbc.com, 3/11/2025).

Sistem Pendidikan Sekuler

Meningkatnya kasus bunuh diri remaja tidak bisa dilepaskan dari sistem tatanan kehidupan. Pendidikan Nasional tegak di atas sistem sekuler, yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem yang menjadikan manfaat sebagai tolak ukur perbuatan. Standar kebahagiaan dan keberhasilan diukur dari capaian fisik materi semata.

Meski sudah ada pendidikan karakter namun belum mampu membentuk anak yang memiliki kepribadian kuat. Pendidikan agama hanya diberikan dua jam pelajaran per minggu. Itu pun disampaikan sebatas transfer ilmu, bukan dalam rangka membentuk pemahaman sehingga membekas pada jiwa dan berpengaruh pada perilaku anak didik. Pembelajaran lebih berorientasi bagaimana anak didik mendapat nilai tinggi sehingga tembus di sekolah lanjutan atau universitas ternama. Kurikulum pendidikan berorientasi menghasilkan anak didik yang siap kerja untuk memenuhi kebutuhan industri.

Output pendidikan sekuler menghasilkan anak-anak yang bermental rapuh. Pendidikan sekuler abai terhadap penguatan akidah sehingga anak didik tidak punya visi misi untuk apa dia hidup di dunia.

Paradigma batas usia dewasa dalam sistem sekuler juga berpengaruh. Batasan usia dewasa 18 tahun terkadang memposisikan anak yang sudah baligh sebagai anak-anak. Sehingga pendidikan bukan untuk menyempurnakan akalnya, bukan untuk memahamkan dan membentuk mukallaf yang paham hak dan kewajiban serta peduli halal dan haram.

Penerapan sistem kapitalis menghasilkan kesenjangan antara kaya dan miskin. Kekayaan hanya dimiliki segelintir oligarki sementara rakyat berjibaku dengan kemiskinan. Tekanan hidup yang berat ditambah dengan hubungan keluarga yang tidak harmonis seperti kasus perceraian orang tua serta tuntutan gaya hidup hedonis berpengaruh pada kesehatan mental anak. Puncak gangguan kesehatan mental adalah bunuh diri. Informasi dan konten yang merusak kesehatan mental sangat mudah diakses. Tutorial bunuh diri di medsos berseliweran sehingga menginspirasi anak melakukan bunuh diri.

Islam Menjaga Jiwa

Islam memandang bunuh diri merupakan perbuatan haram. Maka Islam akan mencegah tindakan bunuh diri secara komprehensif. Bunuh diri indikasi rapuhnya kesehatan mental. Maka sistem Islam mampu menciptakan suasana kondusif sehingga kesehatan mental terjaga, sehingga bisa menekan kasus bunuh diri.

Sistem Islam (Khilafah Islamiyah) merupakan sistem kehidupan yang tidak hanya mengatur urusan ibadah mahdhah, namun sekaligus pemecah problematika kehidupan manusia. Islam memiliki sistem komprehensif untuk menjaga kesehatan mental sekaligus nyawa.

Pertama, keluarga sebagai madrasah pertama. Islam mewajibkan orang tua sebagai pendidik pertama dan utama. Kewajiban orang tua bukan sekadar memberi nafkah namun yang utama adalah menanamkan akidah dan memahamkan anak terhadap syariat Islam. Sebagaimana firman Allah dalam Surat At-Tahrim ayat 6 yang artinya,

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”

Ibnu Jarir mengatakan: maka wajib bagi kita untuk mengajarkan kepada anak-anak kita agama dan perbuatan baik serta adab yang sangat mereka perlukan.

Kedua, sekolah sebagai madrasah kedua. Sistem Islam menyelenggarakan sistem pendidikan berasaskan akidah Islam. Kurikulum disusun untuk membentuk kepribadian Islam yakni menghasilkan anak didik yang punya pola pikir dan pola nafsiyah Islam. Anak didik juga menguasai ilmu-ilmu yang berkaitan ilmu kehidupan. Sejak usia dini hingga pendidikan dasar dan menengah anak didik diajari tsaqafah Islam serta ilmu pengetahuan dasar. Ilmu terapan diberikan mulai pendidikan menengah sampai perguruan tinggi, tsaqafah Islam pun tetap dikaji. Output pendidikan anak didik yang mantap akidah, paham syariat dan menguasai ilmu kehidupan.

Ketiga, masyarakat yang memiliki pemikiran, perasaan dan aturan yang sama yakni Islam yang peduli amar makruf nahi munkar. Masyarakat yang akan menjaga individu-individu senantiasa dalam ketaatan.

Keempat, negara hadir sebagai periayah bagi rakyat. Negara akan menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga suasana kondusif akan menjaga mental senantiasa sehat. Negara akan menciptakan lapangan pekerjaan sehingga setiap laki-laki baligh bisa memberi nafkah bagi dirinya dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya. Negara juga akan menjaga informasi positif bebas dari konten kekerasan dan negatif lainnya.

Khatimah

Sistem sekuler kapitalisme yang memisahkan aspek keruhanian dari kehidupan meniscayakan terjadinya bunuh diri. Maka untuk menekan angka bunuh diri adalah kembali pada tatanan kehidupan dari Sang Pencipta manusia. Umat butuh institusi yang menerapkan Islam secara kaffah. Sistem yang akan menjaga dan melindungi mental senantiasa sehat sehingga akan menekan kasus bunuh diri, jiwa pun terlindungi.