Ketika Syariat Islam Menjadi Solusi Tata Kelola Tambang
Oleh : Cutiyanti, Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Presiden Indonesia, Prabowo Subianto meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil lahadalia saat bertemu media di kantor kemeterian ESDM, Jumat (22/8/2025) untuk menertibkan seluruh tambang, baik kawasan hutan lindung maupun tambang ilegal. Langkah ini dinilai penting agar negara tetap memperoleh pendapatan tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.
Selain itu, Presiden juga memanggil sejumlah menteri ke Hambalang untuk membahas hilirisasi dan kontribusi sektor pertambangan terhadap ekonomi nasional, yang menyumbang sekitar 15% dari total penerimaan negara, termasuk PNBP, PPN, dan PPh sektor pertambangan.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Prabowo menegaskan pentingnya penataan dan penertiban seluruh aktivitas pertambangan agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Ia menyebutkan, hasil temuan Satgas menunjukkan banyak tambang beroperasi tanpa izin usaha pertambangan (IUP). “Kita akan tertibkan tambang-tambang yang melanggar aturan. Saya menerima laporan dari aparat bahwa terdapat 1.063 tambang ilegal dengan potensi kerugian negara minimal Rp300 triliun,” ujar Prabowo (esdm.go.id, 22/8/2025).
Dalam pidatonya, presiden juga mengungkapkan, negara telah menyerahkan aset barang rampasan negara (BRN) dari enam smelter kepada PT Timah Tbk. Hasil riset menunjukkan banyak perusahaan bermasalah dalam perizinan serta menunggak pajak, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun—dan itu baru dari enam smelter saja. Presiden menegaskan, masih banyak perusahaan tambang lain yang belum diusut dan perlu mendapat sanksi tegas dari negara.
Faktanya, saat ini pemerintah telah mengesahkan pengelolaan tambang dan sumur minyak oleh koperasi serta UMKM dengan tujuan menciptakan lapangan kerja dan mendorong perputaran ekonomi daerah. Namun, dalam praktiknya, banyak pengelola tambang yang dibiarkan tanpa pengawasan intensif dari negara. Akibatnya, terjadi berbagai pelanggaran dan kerusakan lingkungan yang justru dilakukan oleh pihak swasta, termasuk sebagian koperasi dan UMKM.
Namun nyatanya, pengelolaan tambang ada pada pihak koprasi dan UMKM. Sebagian besar dari mereka tidak memiliki kapasitas mengelola tambang secara profesonal dari segi peralatan yang tidak memungkinkan untuk bisa maksimal dalam mendapatkan hasil dan kualitas yang mumpuni. Sehingga berpotensi besar menggandeng pihak ketiga untuk pengelolaanya (swasta) yang hanya mementingkan keuntungan tanpa memikirkan dampak kerusakan lingkungan dan mengabaikan kelayakan standar operasional yang mendasar.
Dampak buruk dari tata kelola tambang dalam sistem kapitalisme sekuler yang hanya berorientasi pada keuntungan materi akan lahir kebijakan yang mengabaikan nilai-nilai syariat. Negara menjadi abai dan lepas tangan terhadap pengelolaan serta risiko kerusakan lingkungan, sehingga rakyatlah yang akhirnya menanggung akibatnya.
Padahal, dari Abi Hurairah ra. diriwayatkan Nabi SAW telah bersabda,”Tidak terlarang penggunaan air, api dan padang rumput” (HR Ibnu Majah). Air, padang rumput dan api adalah harta pertama yang diperkenankan Rasulullah SAW untuk seluruh manusia. Seluruh manusia memiliki hak dan andil yang sama terhadap harta semacam ini. Mereka dilarang memiliki sebagian atau keseluruhan harta milik umum. Mereka hanya berhak mengambil manfaat dari harta-harta tersebut. Sebab, harta tersebut milik seluruh kaum Muslim. Setiap orang boleh mengambil air dari sungai, danau, wadi; atau istirahat di padang rumput yang belum dimiliki oleh seseorang.
Harta milik umum jenis ini tidak hanya terbatas pada tiga jenis barang di atas, yakni air, api, dan padang rumput saja. Ia mencakup harta yang memiliki sifat-sifat kepemilikan umum, yakni harta yang sangat dibutuhkan masyarakat banyak. Ketentuan ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw., “Manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.” (HR Abu Dawud). barang tersebut termasuk harta milik umum.
Status alat-alat yang digunakan untuk mengolah atau dipergunakan di atas harta kepemilikan umum jenis pertama dikategorikan juga harta kepemilikan umum. Sebab, hukum dan status kepemilikan alat-alat itu sama, yaitu sebagai milik umum. Oleh karena itu, alat-alat yang digunakan untuk mengeluarkan air dari mata air, sumur, sungai, danau, dan saluran-saluran yang menghubungkannya ke rumah-rumah, termasuk milik umum, sesuai dengan status air yang dikeluarkan.
Alat-alat pembangkit listrik yang dibangun di atas bendungan dan sungai, tiang-tiang penyangga, jaringan kawat dan gardu-gardunya adalah milik umum. Sebab, alat-alat ini menghasilkan listrik dari harta milik umum sehingga status hukum alat-alat ini mengikuti sumbernya.
Jenis kedua Industri gas alam dan batubara juga tercakup dalam kepemilikan umum. Sebab, status hukum industri semacam ini mengikuti hukum harta milik umum adalah barang tambang yang memiliki deposit sangat besar dan melimpah. Adapun barang tambang dengan deposit kecil, termasuk harta milik individu. Boleh dimiliki oleh seseorang secara pribadi. Ketentuan ini didasarkan pada kebijakan Nabi SAW yang mengizinkan Bilal bin Harits al-Muzni untuk memiliki tambang yang ada di bagian wilayah Hijaz. Bilal meminta kepada Rasulullah agar diizinkan memiliki tambang tersebut. Beliau memberikan tambang itu kepada Bilal.
Dalil yang menunjukkan barang tambang yang memiliki deposit sangat besar terkategori harta kepemilikan umum adalah hadis yang diriwayatkan dari Abyadl bin Hamal. Di dalamnya dituturkan, Sesungguhnya Abyad bin Hammal mendatangi Rasulullah saw., dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepada dirinya. Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Yakni tambang garam yang ada di daerah Ma’rib.” Nabi saw. pun memberikan tambang itu kepada dia. Ketika Abyad bin Hamal ra. telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukan Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sesungguhnya Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-ma’ al-‘idd)”. Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah saw. mencabut kembali pemberian tambang garam itu dari dia (Abyad bin Hammal)” (HR Abu Dawud).
Penarikan kembali tambang garam yang sudah diberikan oleh Rasulullah SAW kepada Abyadl bin Hammal disebabkan karena deposit tambang garam itu melimpah-ruah. Perbuatan beliau menunjukkan seorang individu dilarang menguasai atau memiliki tambang yang memiliki deposit melimpah-ruah. Larangan di sini tidak hanya terbatas pada tambang garam saja, tetapi mencakup semua jenis bahan tambang yang memiliki deposit melimpah-ruah, alias tidak terbatas.
Tambang-tambang dengan deposit yang melimpah-ruah merupakan milik umum. Negara tidak diperbolehkan memberikan izin kepada perusahaan maupun perorangan untuk menguasai dan mengeksploitasinya. Negara wajib melakukan eksploitasi atas tambang-tambang seperti ini, hasilnya digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Negara hanya diperkenankan mempekerjakan pihak swasta untuk melakukan eksploitasi pada tambang-tambang tersebut dengan akad kerja. Bukan akad bagi hasil. Negara juga boleh menyewa alat-alat eksploitasi pertambangan yang dimiliki oleh seorang individu.
Seorang atau sekelompok individu dilarang menguasai secara sepihak harta-harta yang diperuntukkan bagi kepentingan umum. Ketentuan ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW, ”Tidak boleh ada hima (proteksi atas harta kepemilikan umum) kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya (HR Abu Dawud).
Negara adalah pengurus rakyat dan bertanggung jawab terhadap rakyat, termasuk di dalamnya tambang yang menjadi tanggung jawab negara agar bisa menjadikan kesejahterahan bagi rakyat nya. Tambang besar dikelola negara namun tambang kecil boleh dikelola oleh rakyat namun semua tetap dalam tanggung jawab negara termasuk pada aspek dampaknya terhadap lingkungan.
Begitulah aturan dalam Islam. Dengan diterapkannya syariat Islam maka negara tidak akan membuka celah korupsi dan kerugian negara. []

Posting Komentar