Kapal Harapan Dicegat, Gen Z Menjaga Marwah Umat
Oleh : Meidy Mahdavikia
Beberapa waktu lalu, dunia kembali dikejutkan oleh kabar pencegatan kapal-kapal bantuan Global Sumud Flotilla yang tengah berlayar membawa obat-obatan dan makanan menuju Gaza. Seperti dilansir Kompas.com (4/10/2025), kapal tersebut dikabarkan dicegat dan “diculik” oleh pasukan Israel di perairan internasional. Kapal yang sejatinya membawa misi kemanusiaan itu berisi relawan dari berbagai negara, termasuk Indonesia, yang tergabung dalam agenda solidaritas internasional untuk Palestina.
Aksi brutal ini menuai reaksi keras dari masyarakat dunia. Dari London, Paris, Roma, hingga Brussel, ribuan orang turun ke jalan menuntut keadilan bagi Gaza. Tidak terkecuali di dunia Arab dan Asia, gelombang kemarahan mengalir deras. Di Maroko, ratusan generasi muda turun ke jalan dalam Aksi Solidaritas Gen Z, menuntut kebebasan bagi Palestina dan mengecam blokade atas kapal flotilla yang membawa bantuan kemanusiaan.
Sementara itu, seperti dikutip dari unggahan akun @bandungsjp di Instagram, komunitas solidaritas di Indonesia juga menggelar aksi serupa bertajuk “Agenda Solidaritas dengan Sumud Flotilla” sebagai bentuk dukungan terhadap para relawan yang terlibat. Bagi mereka, aksi ini bukan sekadar protes politik, tetapi wujud kepedulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang kembali diinjak-injak oleh kekuatan zionis.
Ketika obat dan makanan yang diperuntukkan bagi anak-anak dan korban perang di Gaza justru disita, hal itu bukan hanya merupakan kejahatan terhadap Palestina, tetapi juga serangan terhadap hati nurani manusia. Dunia sedang diuji, apakah masih ada keberanian untuk membela kebenaran atau semua akan diam di bawah kendali sistem global yang tidak adil.
Ketika Sekularisme Membutakan Kemanusiaan
Jika ditelusuri lebih dalam, tragedi semacam ini tidak berdiri sendiri. Pengepungan Gaza, pencegatan flotilla, serta diamnya sebagian besar pemimpin dunia hanyalah gejala dari penyakit besar bernama sistem sekuler global. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan dan politik, menjadikan kekuasaan tunduk pada kepentingan ekonomi dan geopolitik, bukan pada nilai kemanusiaan dan keadilan yang sejati.
Negara-negara besar yang mengaku menjunjung tinggi hak asasi manusia justru mendiamkan atau bahkan membenarkan tindakan Israel selama kepentingan strategis mereka tidak terganggu. Inilah wajah nyata sekularisme, yang membolehkan penjajahan atas nama keamanan dan menutup mata terhadap darah yang tertumpah jika hal itu menguntungkan pihak tertentu.
Bahkan dunia Islam sendiri tampak terpecah belah. Setiap negara berjalan dengan kepentingan masing-masing tanpa satu komando yang menyatukan arah perjuangan umat. Padahal, Palestina bukan isu lokal, melainkan persoalan seluruh kaum muslimin. Ketika kesatuan itu direnggut oleh sistem sekuler, umat kehilangan kekuatan politik dan militer untuk melindungi saudara-saudaranya.
Tidak mengherankan jika Israel berani terus menantang dunia. Mereka mengetahui bahwa negara-negara Muslim hanya akan bereaksi melalui kecaman diplomatik, bukan tindakan nyata. Selama dunia masih tunduk pada tatanan politik sekuler global, penindasan terhadap Palestina akan terus berulang dalam berbagai bentuk, mulai dari blokade hingga penjajahan dan pembantaian.
Generasi Muda, Cahaya Baru Peradaban Islam
Dari sinilah generasi muda, terutama Gen Z, perlu memulai kesadaran baru. Mereka telah menunjukkan kepedulian yang luar biasa terhadap isu kemanusiaan, namun kepedulian itu perlu diarahkan pada akar persoalan dan solusi yang hakiki. Perlawanan terhadap penjajahan tidak cukup hanya dengan doa atau demonstrasi, tetapi dengan mengembalikan kehidupan umat kepada sistem yang berlandaskan wahyu, bukan pada asas sekularisme.
Islam memiliki tatanan politik dan hukum yang sempurna untuk menegakkan keadilan global. Dalam sejarahnya, sistem pemerintahan Islam menjadi pelindung bagi berbagai bangsa dan agama. Ia tidak memisahkan moral dari politik, tidak membiarkan penjajahan atas nama keamanan, dan tidak menoleransi blokade terhadap manusia yang tidak bersalah.
Persatuan umat di bawah satu kepemimpinan Islam yang adil dan kuat merupakan jalan yang memungkinkan berakhirnya penjajahan di bumi Palestina. Persoalan ini bukan sekadar konflik dua negara, melainkan pertentangan antara sistem yang menindas dan sistem yang menegakkan keadilan.
Pandangan mengenai solusi dua negara bukan merupakan jawaban karena hanya mempermanenkan penjajahan serta menormalisasi keberadaan negara zionis di atas tanah kaum Muslim. Jalan keluar yang sejati adalah menegakkan keadilan yang hakiki di bawah sistem Islam, di mana setiap jengkal tanah umat dijaga dan setiap nyawa manusia dihargai.
Kini tugas generasi muda bukan hanya menolak ketidakadilan, tetapi juga menyuarakan perubahan menuju tatanan hidup yang berlandaskan keimanan dan kemanusiaan sejati. Gen Z bukan sekadar saksi atas penderitaan Gaza, melainkan harapan bagi kebangkitan peradaban yang akan menegakkan kebenaran tanpa kompromi.

Posting Komentar