-->

Tragedi Pesantren Al Khoziny, Ketika Tempat Pembentukan Akidah Generasi Bangsa Minim Perhatian


Oleh : Dinda Kusuma W T

Beberapa waktu belakangan, media sosial dipenuhi dengan ungkapan kesedihan disertai doa yang mendalam. Netizen di seluruh penjuru Indonesia turut berduka atas tragedi ambruknya salah satu gedung di pesantren besar di Indonesia yaitu Pondok Pesantren Al Khoziny.

Pada Senin sore, 29 September 2025 lalu, bangunan lantai tiga Pondok Pesantren Putra Al Khoziny Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, ambruk menimpa ratusan santri. Ketika itu para santri tengah melaksanakan salat ashar berjamaah di lantai dua yang difungsikan sebagai mushala. Menurut pengasuh pesantren, Abdul Salam Mujib, bangunan yang ambruk itu memang masih dalam tahap renovasi (tempo.com, 30/09/2025).

Kepiluan terjadi ketika proses evakuasi para santri yang tertimbun. Para orang tua korban menunggu di dekat lokasi reruntuhan dengan penuh perasaan cemas. Berbagai cerita dramatis selama proses penyelamatan korban beredar luas dimedia sosial. Ada seorang santri yang selamat menyatakan bahwa dirinya tidak merasakan apa-apa selain tidur nyenyak selama tiga hari hingga berhasil dikeluarkan dari reruntuhan. Santri yang lain harus rela kehilangan tangannya yang diamputasi saat upaya penyelamatan, namun dia mengaku ikhlas dan bersyukur karena masih bisa bertemu dengan ibunya tercinta.

Masih banyak lagi kisah - kisah dramatis penuh hikmah selama proses penyelamatan yang membuat netizen banjir air mata. Sebuah komentar menarik berulang-ulang dilontarkan para netizen, bahwa pondok pesantren mungkin telah gagal dalam membuat bangunan yang kokoh, namun tidak gagal dalam membentuk pondasi akidah para santri.

Akhirnya, evakuasi seluruh korban berlangsung selama 9 hari penuh. Berdasarkan data Basarnas, total korban telah dievakuasi sebanyak 171 orang, korban selamat 104 orang dan total korban meninggal dunia 67 orang (termasuk temuan 8 potongan tubuh). Tragedi ini tidak hanya menyisakan puing-puing beton dan besi sisa pembongkaran bangunan yang berserakan, tapi juga berbagai pelajaran yang harus dipetik oleh seluruh pihak agar tidak terjadi hal yang sama.

Sebagai orang beriman, tentu kita harus meyakini bahwa peristiwa ini adalah takdir yang sudah menjadi ketetapan Allah Swt. Sebagaimana firmanNya dalam surat Ar Rad ayat 39 yang artinya: 
"Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauhul Mahfuzh)." (QS. Ar-Ra'd: 39).

Namun demikian, seorang yang beriman juga harus bisa mengambil hikmah dan pesan peringatan dari Allah agar bisa bertaubat dan memperbaiki dirinya. Sebab segala sesuatu yang tidak menyenangkan atau musibah, sesungguhnya berasal dari perbuatan (kemaksiatan) manusia itu sendiri. Sebagaimana dalam firman Allah yang lainnya,
"Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri" (TQS. An Nisa : 79).

Setiap peristiwa pasti mengandung hikmah. Musibah robohnya bangunan ini mengingatkan akan pentingnya perencanaan, pengawasan, dan keselamatan dalam pembangunan fasilitas ibadah. Islam mengajarkan profesionalisme dan tanggung jawab dalam setiap amal. Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya Allah mencintai apabila seseorang di antara kalian mengerjakan suatu pekerjaan, maka ia melakukannya dengan itqan (sempurna)." (H.R. Tabrani).
Karenanya, pembangunan kembali masjid hendaknya menjadi momentum untuk memperbaiki sistem dan memperkuat manajemen pesantren agar lebih aman, kokoh, perhitungan konstruksi, dan bermanfaat berkelanjutan. Untuk mewujudkan hal ini, bukan hanya di Pesantren Al Khoziny, tapi di seluruh fasilitas belajar di semua daerah, maka peran pemerintah mutlak diperlukan.

Pemerintah sebagai pemangku kekuasan adalah sebuah institusi yang menguasai berbagai sumber daya yang ada di negeri ini. Wewenang pengawasan pun berada di tangan pemerintah. Ambruknya fasilitas pendidikan bisa dikatakan akibat lemahnya pengawasan oleh pihak berwenang.

Pendidikan yang sebenarnya menjadi tanggung jawab penuh negara, saat ini justru diserahkan kepada pihak swasta. Alih-alih mendukung dan memastikan lancarnya proses pendidikan, pemerintah justru abai. Pembangunan fasilitas belajar di Ponpes selama ini murni dari dana santri, donasi wali santri dan beberapa donatur yang sangat terbatas. Proses pembangunannya pun luput dari perhatian.

Pemerintahan berlandaskan kapitalisme memang tidak akan sepenuhnya memperhatikan lini yang dianggap tidak mendatangkan income atau pendapatan. Pengelolaan negara semacam ini tidak akan mewujudkan generasi cerdas dan kesejahteraan seluruh umat. Negeri ini butuh penerapan sistem islam secara total dan menyeluruh. Sebagaimana sejarah mencatat hanya pemerintahan islam atau kekhilafahan, yang mampu mencetak sejarah luar biasa, baik dalam bidang pendidikan maupun seluruh bidang kehidupan yang lain. 
Wallahu a'lam bishsawab.