-->

Gedung Ponpes Runtuh, Fasilitas Pendidikan Dipertanyakan


Oleh : Mutia Syarif 
Blitar, Jawa Timur 

Duka mendalam menyelimuti para wali santri ponpes Al Khaziny, saat proses evakuasi dilakukan sampai selesai. Detik-detik waktu yang berdetak terasa begitu panjang. Mengingat sang buah hati mungkin saja sudah tinggal nama. Tim SAR gabungan berhasil mengevakuasi 171 orang dalam operasi yang berlangsung selama 9 hari setelah bangunan ambruk. Dari jumlah tersebut, 104 orang selamat, 67 orang meninggal, dan 8 bagian tubuh manusia ditemukan di lokasi kejadian. Keruntuhan gedung ponpes Al Khaziny (Senin 29 September 2025), tidak hanya meninggalkan duka mendalam bagi para wali santri, namun juga trauma bagi para korban selamat. Terutama bagi mereka yang harus menjadi cacat selama sisa hidup mereka.

Pakar Teknik Sipil ITS, Mudji Irmawan, menyoroti ambruknya bangunan Ponpes Al Khoziny, menyatakan bahwa struktur bangunan tersebut tidak stabil karena desain awalnya hanya untuk satu lantai, namun kemudian ditambah menjadi tiga lantai.

Disisi lain, pakar teknik sipil Universitas Muhammadiyah Surabaya, Yudha Lesmana, menyatakan bahwa pengecoran bangunan seharusnya tidak menjadi masalah jika dilakukan sesuai perencanaan. Namun, ia khawatir bahwa umur pengecoran mungkin belum cukup, sehingga beton masih lemah dan belum mencapai kekuatan yang memadai.

Yudha menekankan pentingnya melibatkan ahli teknik sipil dalam perencanaan dan pembangunan gedung, karena banyak kasus bangunan dikerjakan tanpa perhitungan teknis yang matang dan hanya mengandalkan pengalaman tukang atau kontraktor. Dalam kasus ambruknya bangunan Ponpes Al Khoziny, Yudha mempertanyakan apakah perencanaan dan pembangunan gedung tersebut melibatkan ahli teknik sipil dan apakah bahan-bahan konstruksi yang digunakan sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.

Disamping itu, dana yang digunakan pihak pengurua ponpes dalam pembangunannya biasanya diambil dari para wali santri, atau dari para donatur. Disini sudah jelas terlihat bahwa, fasilitas pendidikan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah malah dibebankan kepada masyarakat.

Dalam sistem pemerintahan Islam atau Khilafah, pendidikan agama dan umum tidak dibedakan. Semua lembaga pendidikan akan mengikuti kurikulum yang ditentukan negara, sehingga siswa dapat mempelajari ilmu agama dan umum secara terintegrasi. Pendidikan berbasis akidah Islam diterapkan di semua jenjang, dengan penanaman akidah terlebih dahulu diikuti dengan pengetahuan Islam yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Pada tingkat sekolah menengah atas dan perguruan tinggi, siswa diarahkan sesuai minat dan kebutuhan masyarakat. Sistem ini bertujuan mencetak generasi yang berpengetahuan luas, baik dalam bidang agama maupun dunia.

Khilafah juga menjamin pembiayaan pendidikan melalui harta kepemilikan umum, seperti hasil tambang dan pengelolaan laut, serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
wa Sallama, bersabda:

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]

“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” 
[Hr. Bukhari dan Muslim]

Dengan memahami hadis ini, Khilafah akan menyediakan dana untuk memenuhi sarana dan prasarana pendidikan seperti pembangunan gedung, lembaga-lembaga penelitian, alat-alat peraga, dan segala sesuatu yang dibutuhkan. Dengan demikian, pendidikan menjadi prioritas dan tanggung jawab negara.

Wallahu 'alam