Tambang Ilegal dan Krisis Tata Kelola Negara, Saatnya Kembali ke Sistem Islam
Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I., Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Sorotan publik tertuju pada momen unik di belakang Presiden Prabowo Subianto saat berpidato di Pangkalpinang, Bangka Belitung, Senin 6 Oktober 2025. Dalam acara penyerahan aset rampasan enam smelter tambang ilegal kepada PT Timah Tbk, Prabowo menyinggung kerugian negara Rp300 triliun akibat tambang ilegal. Di saat itu pula, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia tampak mencubit paha Menteri Investasi Rosan Roeslani—gestur kecil yang langsung viral dan menimbulkan beragam tafsir (suara.com, 7/10/2025).
Beberapa hari sebelumnya, Presiden memanggil sejumlah menteri ke Hambalang untuk membahas hilirisasi dan penertiban sektor pertambangan yang berkontribusi besar terhadap penerimaan negara. Prabowo menegaskan banyak tambang beroperasi tanpa izin resmi (ilegal) harus segera ditindak.
Dalam pidato kenegaraan, Prabowo bahkan menegaskan tak akan pandang bulu. “Apakah jenderal dari TNI, Polri, atau mantan pejabat—semua akan ditindak atas nama rakyat,” ujarnya. Instruksi tersebut kini ditindaklanjuti Kementerian ESDM. Penertiban tambang tanpa izin menjadi langkah penting menutup kebocoran negara dan mencegah kerusakan lingkungan akibat sistem pengelolaan tambang yang selama ini dikuasai swasta (Kompas.com, 15/8/2025).
Itulah yang terjadi dalam sistem ekonomi kapitalis, barang tambang yang sejatinya milik umum dengan pengelolaannya oleh negara yang hasilnya untuk kesejahteraan rakyat, malah dikelola individu dan swasta, bahkan pengelolaannya secara ilegal seakan dibiarkan. Kalau pun ditindak, tapi tidak menyebabkan pelakunya jera karena sanksi yang dikenakan tidak membuat orang takut.
Sungguh sangat berbeda dengan sistem politik dan ekonomi Islam menjamin sumber daya alam dikelola sesuai syariat. Dalam Islam, sumber daya alam dikelola negara dan hasilnya untuk dikembalikan kepada masyarakat. Sebagaimana Rasulullah SAW telah bersabda, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, air, padang rumput dan api” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Hadits ini menjadi dasar, kebutuhan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan bersama dan tidak mungkin dimiliki secara pribadi, wajib dikelola oleh negara (khilafah) dan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan masyarakat. Tambang dengan deposit besar seperti emas, perak, batu bara, minyak dan gas, merupakan harta milik umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu, korporasi, maupun swasta asing.
Adapun pendapatan dari pengelolaan tambang menjadi bagian dari Baitul Maal yang digunakan untuk membiayai kebutuhan dasar masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan kesejahteraan rakyat, tanpa bergantung pada pajak atau utang luar negeri. Negara juga mengawasi dengan ketat untuk memastikan seluruh aktivitas tambang berjalan sesuai dengan syariat Islam dan tidak merusak lingkungan, karena dalam Islam secara tegas melarang segala bentuk fasad (kerusakan) di muka bumi.
Hal tersebut sebagaimana yang telah termaktub dalam Al-Quran surah al-‘Araf ayat 56 yang artinya, “Dan janganlah kamu malakukan kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.”
Adapun tambang dengan deposit kecil yang jumlahnya terbatas Islam membolehkan individu untuk mengelolanya secara pribadi, selama tidak menimbulkan kerusakan dan tetap memperhatikan keseimbangan alam, dan penambang yang melakukan kerusakan lingkungan dengan deposit kecil akan dikenai sanksi tegas sesuai dengan tingkat pelanggaran yang termasuk kategori ta’zir, meliputi denda, pencabutan izin, hingga hukuman penjara, terutama jika menimbulkan kerugian besar pada masyarakat.
Negara sebagai pengurus rakyat dan bertanggung jawab terhadap rakyat. Maka, tambang merupakan tanggung jawab negara untuk dikelola dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sejatinya, dengan penerapan khilafah Islamiyah secara sempurna, pengelolaan tambang tidak hanya berorientasi pada profit, tetapi juga pada keadilan, kemaslahatan seluruh rakyat, keberlanjutan alam dan keberkahan hidup umat manusia. Sebagaimana tujuan syariat Islam untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh alam.[]

Posting Komentar