-->

SALAH KELOLA TAMBANG, NEGARA RUGI 300 T, KOK BISA?


Oleh : A. Salsabila Sauma

Kejaksaan RI menerima hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait penghitungan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan PT. Timah Tbk tahun 2015 – 2022. 
“Berdasarkan hasil audit perhitungan kerugian negara dari BPKP, diperoleh hasil kerugian yakni sebesar Rp300 triliun”, kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumadena. Menurut beliau, kerugian Rp300 triliun itu terdiri dari kerugian atas kerja sama PT Timah tbk dengan smelter swasta, kerugian atas pembayaran bijih timah kepada mitra PT. Timah Tbk, dan kerugian lingkungan. (storykejaksaan)

Kemudian pada Senin, 6 Oktober 2025, Presiden Prabowo Subianto menyaksikan secara langsung Penyerahan Aset Barang Rampasan Negara (BRN) kepada PT. Timah Tbk, yang digelar di Smelter PT. Tinindo Internusa, Pangkal Pinang, Bangka Belitung. Momen bersejarah ini dinilai sebagai langkah besar pemerintah dalam memulihkan kerugian negara akibat praktik tambang illegal di kawasan PT Timah. (setkab)

Presiden Prabowo juga menyampaikan bahwa kerugian negara akibat praktik tambang illegal yang mencapai Rp300 triliun ini merupakan kebocoran kekayaan negara yang harus segera dihentikan.

Namun praktik tambang ilegal bukan hanya dari keenam perusahaan itu saja. Badan Resers Kriminal (Bareskrim) Polri mencatat masih ada 1.517 pertambangan ilegal (PETI) yang tersebar di Indonesia. Jenis komoditas yang ditambang ilegal ini beragam. Mulai dari emas, pasir, galian tanah, batu bara, andesit, timah, dan lain-lain. Operasi PETI ini bisa marak dan bertahan karena kerja sama sejumlah oknum, termasuk kepolisian, partai politik, tokoh masyarakat, dan juga tokoh adat setempat. (katadata)

RAPUHNYA SISTEM HUKUM DI INDONESIA

Banyaknya praktik tambang ilegal mencerminkan lemahnya daya guna hukum di Indonesia. Peraturan hukum yang ada dinilai kehilangan daya paksa dan tidak mampu menghasilkan efek jera. Akibatnya tak satu pun para pelaku penambangan ilegal ini merasa takut bahkan ketika kejahatannya sudah diketahui.

Manager Program Pusat Studi Hukum dan Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bayu Yusya berpandangan, kerugian besar akibat tambang ilegal tidak bisa hanya dipandang sebagai pelanggaran aturan semata, melainkan bentuk non-efektifnya sistem hukum tanah air. Menurutnya, kelemahan paling nyata adalah koordinasi antar-lembaga penegak hukum. Kewenangan antara penegakan hukum, Kementerian ESDM, kepolisian, dan kejaksaan kerap tumpang tindih sehingga menimbulkan kebingungan dalam penindakan. (hukumonline)

Penindakan sering kali hanya menyasar pelaku lapangan, sementara aktor-aktor besar yang menjadi otak tambang ilegal masih luput dari jerat hukum. Keberhasilan penindakan aktivitas tambang ilegal sangat bergantung pada koordinasi antar-lembaga penegak hukum. Integrasi antara kepolisian, kejaksaan, dan lembaga terkait perlu diperkuat agar penegakan hukum dapat berjalan cepat. Mereka harus bertugas sebagai penindak hukum yang sebenar-benarnya, bukan malah ikut melindungi tindak kejahatan para penambang ilegal.

TAMBANG DALAM SISTEM ISLAM

Dalam sistem Islam, tambang dalam jumlah besar merupakan harta milik umum (rakyat). Negara wajib mengelola tambang untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk keuntungan pribadi ataupun korporasi. Syekh Abdul Qadim Zallum menjelaskan di dalam buku Sistem Keuangan Negara Khilafah (Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah) hlm. 83—90 bahwa barang tambang (sumber daya alam) yang jumlahnya tidak terbatas masuk kategori harta milik umum bagi seluruh kaum muslim sehingga tidak boleh dimiliki oleh seseorang atau beberapa orang (korporasi). (muslimahnews)

Negara wajib melakukan pengelolaan terhadap barang tambang yang depositnya besar sebagai wakil umat muslim. Hasil dari tambang tersebut harus digunakan untuk memelihara urusan umat muslim, bukan individu apalagi korporasi. Negara juga dilarang untuk memberikan izin pengelolaan tambang kepada perusahaan swasta karena itu melanggar syariat Islam. Korporasi hanya dibolehkan mengelola tambang yang depositnya kecil. Namun tetap, pengawasan ketat wajib dilakukan Negara agar prosedur yang dijalankan tidak merusak lingkungan sehingga mengganggu kesejahteraan masyarakat.

Negara Khilafah berperan sebagai pengurus rakyat (raa’in) yang wajib memastikan pengelolaan tambang oleh negara dilakukan secara amanah, tidak mengeksploitasi secara berllebihan seperti yang terjadi sekarang dalam sistem kapitalisme hingga berakibat kerusakan alam. Pengelolaan tambang oleh Khilafah dipastikan menjamin keselamatan masyarakat dan kelestarian lingkungan sehingga manfaat ekonomi dari tambang bisa didapatkan dan keamanan serta kelestarian lingkungan tetap terjaga. Hal ini hanya bisa terwujud dengan sistem Islam, bukan kapitalisme, bukan juga sosialisme. Hanya sistem Islam. 

Wallahu’alam bishowab