Ramai Job Hugging, Bukti Pertahanan Di Dalam Tuntutan Hidup
Oleh : Nurul Fatma Hidayati, S.Si
Aktivis Dakwah Yogyakarta
Job Hugging, istilah yang sedang ramai dibicarakan di media sosial. Hal ini dikarenakan sesuai dengan kondisi masyarakat sekarang terutama Gen Z di dunia pekerjaan. Job hugging sendiri diartikan sebagai kondisi seseorang enggan untuk meninggalkan pekerjaannya meskipun mengalami banyak tekanan. Tekanan tersebut dapat berupa lingkungan toxic, tidak ada pengembangan diri, serta tidak sesuai keinginan sejak awal.
Perasaan enggan tersebut semakin didukung dengan kondisi masyarakat yang dituntut dengan kebutuhan serba mahal sedangkan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan semakin kecil yang memunculkan ketakutan terhadap ketidakstabilan ekonomi.
Dibalik itu, job hugging memberikan beberapa dampak negatif, seperti stress yang berkepanjangan karena merasa terjebak di dalam pekerjaan yang melelahkan. Selain itu perasaan perasaan bertahan yang dapat menghilangkan motivasi sehingga kinerja menurun. Dampak tersebut nantinya juga akan berpengaruh pada produktivitas perusahaan berupa terhambatnya inovasi yang mengakibatkan penurunan daya saing perusahaan.
Job hugging muncul karena lapangan kerja yang minim sehingga tidak memberikan pilihan selain bertahan daripada harus kehilangan pekerjaan tersebut. Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah yang diberikan tanggung jawab untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan masyarakat dengan baik dan lancar.
“Supply and demand tenaga kerja belum seimbang. Lebih banyak supply dibanding demand. Nah ini tugas pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja yang baru,” kata Said Iqbal, Presiden Partai Buruh (Tempo.com)
Pernyataan diatas menunjukkan bahwa peran pemerintah atau negara sangat penting dan utama dalam memberikan solusi atas kurangnya lapangan pekerjaaan Selama ini, pemerintah hanya mengimingi masyarakat akan adanya lowongan kerja yang banyak, terutama saat pemilihan umum agar dapat menarik suara.
Belum lama, pemerintah juga mengatakan akan membuka 19 juta lowongan pekerjaan untuk ditawarkan kepada masyarakat Indonesia. Namun, faktanya penyerapan pekerja lokal semakin menurun, sebaliknya pekerja asing semakin meningkat sehingga kesempatan bagi rakyat semakin kecil.
Negara seharusnya bertanggung jawab dalam pengurusan rakyat, termasuk penyediaan lapangan pekerjaan. Hal ini akan selalu ditekankan kepada para penguasa ketika sistem yang digunakan adalah sistem islam yang sangat berkebalikan dengan sistem kapitalisme. Sistem Islam akan membentuk penguasa untuk melakukan kebijakan berupa penyediaan lapangan kerja melalui pengelolaan sumber daya alam, industrialisasi, ihyaul mawat, memberikan tanah produktif, memberikan bantuan modal, serta menjamin adanya sarana dan keterampilan bagi rakyat yang membutuhkan.
Islam juga mengatur kepemilikan harta benda yang dibagi menjadi tiga, yaitu individu, umat, dan negara. Adapun yang menjadi perhatian negara adalah kepemilikan umat dimana berupa harta yang tidak dapat dimiliki secara individua atau kelompok, seperti air, padang rumput (tanah), api (minyak humi dan gas bumi), dan lain-lain. Harta tersebut nantinya dikelola oleh negara guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Hasil dari pengelolaan semuanya telah terbukti mampu mensejahterakan kehidupan umat seperti saat sistem islam diterapkan secara keseluruhan.
Dengan adanya pengelolaan tersebut akan memberikan lapangan pekerjaan yang lebih banyak karena diusahakan para pekerjanya merupakan rakyat di dalam negara sendiri. Tentunya juga akan diberikan sarana untuk mengasah keterampilan masyarakat melalui pendidikan yang dibingkai dengan ruh dan keimanan sehingga memberikan kesadaran untuk bisa memberikan manfaat pada umat. Di sisi lain, negara juga melayani urusan umat dengan dorongan ibadah dan tanggung jawab kepada Allah swt.
Referensi:
https://www.tempo.co/ekonomi/kenapa-job-hugging-jadi-tren-baru-di-kalangan-pekerja-muda-2072910
https://www.kompas.com/edu/read/2025/09/24/145513971/job-hugging-karena-sulit-dapat-kerja-baru-pakar-ui-strategi-bertahan-bukan
Posting Komentar