Sumud Flotilla, Solidaritas Dunia di Tengah Gagalnya Solusi Dua Negara
Oleh : Huda Reema Naayla, Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Dunia kembali dihebohkan oleh aksi solidaritas Sumud Flotilla yang kini menggema hingga ke berbagai negara. Aksi ini diserukan untuk memperingati dua tahun peristiwa 7 Oktober 2023, momen yang menjadi simbol penderitaan sekaligus keteguhan rakyat Palestina.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya berfokus pada aksi di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, kini solidaritas diwujudkan melalui pengiriman kapal-kapal Global Sumud Flotilla menuju perairan Gaza.
Melansir dari BBC.com, (3/10/2025), Global Sumud Flotilla (GSF) yang diambil dari kata Arab sumud—berarti keteguhan atau ketahanan—merupakan koalisi kapal pembawa bantuan kemanusiaan serta aktivis dari puluhan negara. Komunitas SJP Bandung pun turut menggema dengan menggelar “Agenda Solidaritas untuk Sumud Flotilla” sebagai wujud dukungan terhadap perjuangan rakyat Gaza.
Namun, perjalanan kemanusiaan ini berakhir tragis. Kapal-kapal Global Sumud Flotilla yang membawa obat-obatan, makanan, dan harapan dilaporkan dicegat serta diculik oleh otoritas Israel. Tindakan tersebut bukan sekadar menghentikan arus bantuan bagi rakyat Gaza, tapi juga mencederai nilai-nilai kemanusiaan universal. Ketika bantuan bagi Palestina diblokade, sesungguhnya yang terlukai bukan hanya rakyat Gaza, melainkan juga hati nurani seluruh umat manusia yang masih menjunjung tinggi keadilan dan kemanusiaan.
Fenomena Sumud Flotilla ini sebenarnya hadir bersamaan dengan pernyataan yang dicetuskan kepala negara negeri ini bahwa solusi atas konflik dari Israel dan Palestina dapat dilakukan secara damai dengan mendukung berdirinya dua negara dalam satu wilayah. Padahal perlu kita ingat, Zionis hari ini sudah menguasai 78% wilayah Palestina dan hanya menyisakan 22% wilayah Palestina untuk warga lokalnya. Tentu dengan hadirnya solusi damai berupa pendirian dua negara ini bukanlah sebuah solusi solutif melainkan solusi tambal sulam ala kapitalis.
Tentu saja dalam sistem kapitalisme, solusi tersebut sangat menguntungkan dari segi ekonomi maupun politik, mengingat Palestina adalah wilayah strategis untuk jalur perdagangan. Di sisi lain, kekayaan SDA yang melimpah dari segi migas membuat Palestina sebagai hidangan sedap di hadapan para anjing yang kelaparan.
Maka bisa dipastikan bila solusi tambal sulam itu digencarkan yang terjadi bukan keadilan dan kesejahteraan justru sebaliknya. HAM yang digadang-gadang pun seperti tidak tersentuh untuk permasalahan ini. Bahkan sekelas UNICEF tidak ada suara saat melihat anak-anak Palestina ditembaki dengan dalih mendukung Hamas.
Sudah seharusnya bantuan yang terbaik hadir adalah mendatangkan pasukan di bawah satu komando yang membuat seluruh Muslim bisa membantu dengan optimal dan efisien. Selayaknya semasa Rasulullah SAW saat di Madinah, pasukan Muslim lah yang memerangi Yahusi Bani Qainuqa, Bani Nadhir, Bani Quraizah dan bani lainnya saat mencoba mengusik kehidupan Muslim dan kafir dzimmi serta melakukan pemberontakan dan makar di wilayah tersebut.
Seruan Jihad memang sudah tidak bisa dihindarkan, karena sudah jelas posisi kaum Muslim di Palestina diperangi bahkan digenosida secara terang terangan. Solusi ini pun hadir di saat umat mau bersatu di bawah naungan Khilafah Islam. Pasalnya, dengan panggilan jihad fii sabililah yang diserukan oleh Sang Khalifah dalam Khilafah Islam kepada pasukan kaum Muslim akan mudah mengusir penjajah dari bumi Palestina sehingga Islam dan kaum Muslim akan kembali berjaya menjadi negara adidaya yang akan menciptakan bumi ini rahmat bagi seluruh alam.[]
Posting Komentar