Menjadi Manusia Cerdas Butuh Support System
Oleh : Ida Nurchayati
"Setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Jika ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak dapat (pula) meminta percepatan" (TQS Al A'raf ayat 34).
Gemerlapnya dunia terkadang menyilaukan mata manusia. Tidak sedikit manusia yang terlena, terpedaya dengan kenikmatan yang sesaat, bahkan mengesampingkan dan melupakan kehidupan akhirat.
Manusia berjibaku mengejar kehidupan yang fana, sesuatu yang tidak pasti hingga melupakan suatu kepastian yang akan ia hadapi yakni datangnya ajal. Panjang angan-angan seolah usianya masih panjang penyebab manusia sering lupa mempersiapkan bekal menyambut datangnya kematian. Padahal ajal bisa datang setiap saat tanpa bisa ditunda. Dan ketika saat itu tiba, harta, tahta, wanita dan anak keturunan yang dipuja akan pergi meninggalkannya seorang diri. Hanya amal shalih yang dikumpulkan selama hidup di dunia yang akan setia menemani hingga liang lahat.
Manusia Cerdas
Kehidupan sekuler kapitalistik menggiring manusia mengejar kebahagiaan yang semu. Kebahagiaan yang diperoleh dengan mengejar kesenangan jasmani. Kesuksesan diukur dengan parameter angka dan capaian materi. Hingga untuk meraihnya manusia sering menghalalkan segala cara tanpa peduli halal dan haram. Kebebasan dijunjung tinggi, hak asasi manusia diagungkan. Individu diberi kebebasan seluas-luasnya untuk menjalani kehidupan. Sehingga muncul individu- individu yang egois, hedonis dan tidak paham makna kehidupan.
Padahal kehidupan dunia hanya sementara. Ibarat musafir, dunia adalah rest area yang dia singgahi untuk sementara saja. Kehidupan mukmin yang sesungguhnya adalah kehidupan di akhirat. Maka Rasulullah saw berwasiat kepada umatnya agar menjadi manusia yang cerdas. Sebagaimana sabda beliau dalam sebuah hadis yang artinya,
"Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian. Itulah mereka orang-orang yang paling cerdas (HR. Ibnu Majah).
Maka mukmin sejati tidak terlena dengan kehidupan dunia yang fana. Dia akan beramal untuk kehidupan akhirat dan senantiasa menyibukkan diri mengais setiap amal kebaikan. Berlelah-lelah mengumpulkan bekal karena paham bahwa waktu di dunia sangatlah singkat. Dunia adalah ladang tempat beramal mengumpulkan bekal kehidupan yang kekal. Waktu istirahatnya adalah saat kematiannya. Dia menyadari bahwa setiap perbuatannya akan dihisab dan diminta pertanggungjawaban sehingga dia menjalani kehidupannya dengan penuh kehati-hatian agar meraih kemenangan. Yakni ketika dia menjalani kehidupannya penuh ketaatan, meninggalkan kemaksiatan, hingga dia bisa masuk jannah-Nya dengan ridha dan rahmat Allah SWT.
Hakikat Kehidupan
Allah menciptakan kehidupan dunia sebagai ladang untuk menguji hamba-hamba-Nya, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Mulk ayat 2 yang artinya,
"Yaitu yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun".
Mukmin sejati memahami hakikat penciptaan manusia didunia sebagai hamba Allah dan khalifah fil ardh. Maka ia akan menjalani kehidupan dunia penuh ketaatan, melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Mukmin sejati akan menjalani kehidupan di dunia penuh kebahagiaan. Dia memahami bahwa dunia hanyalah tempat ujian. Hakikat dunia hanya ada tiga hal yakni ujian, kenikmatan dan ketergelinciran. Sebagai hamba beriman maka dia akan sabar ketika mendapatkan ujian, bersyukur ketika mendapatkan kenikmatan serta segera bertaubat ketika tengah tergelincir.
Butuh Support System
Tidak mudah untuk membangun ketaatan dalam sistem sekuler. Menggenggam Islam laksana menggenggam bara api. Maka menjadi mukmin sejati butuh support system yang mampu menjaga ketaatan secara totalitas, yakni sistem yang tegak diatas akidah Islam dan menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Kekuasaan Islam tegak diatas tiga pilar. Pertama, ketakwaan individu. Negara bertanggungjawab membentuk, menjaga dan menguatkan keimanan rakyatnya. Keimanan yang akan menjadi self control agar senantiasa dalam ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Kedua, Masyarakat yang peduli amar makruf nahi munkar. Yakni masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang memiliki pemikiran, perasaan dan aturan yang sama yakni Islam. Masyarakat yang akan menjaga individu dalam kebaikan, pun sebaliknya individu menjaga masyarakat. Ketiga, Negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Sistem Islam banyak melahirkan generasi beradab yakni generasi berkepribadian Islam. Sejarah mencatat generasi terbaik lahir dari peradaban Islam. Generasi yang tidak silau gemerlapnya dunia serta berorientasi pada kehidupan dan kenikmatan yang abadi.
Wallahu a' lam
Posting Komentar