KOK BISA TAHANAN BERBISNIS NARKOBA?
Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)
Narkoba menjadi bahaya laten yang tak kunjung mereda. Ironisnya, bisnisnya tergolong menggiurkan sehingga membuat silau banyak mata orang yang lemah iman; termasuk seorang tahanan.
Pesinetron Ammar Zoni kembali terjerat kasus narkoba saat menjalani masa tahanan akibat kasus serupa. Ini kali keempatnya dia terjerat kasus narkoba. Kabar terbaru, Ammar telah dipindahkan dari Rutan Salemba ke Lapas Nusakambangan (www.kompas .com, Jumat 17 Oktober 2025) (1).
Perdagangan narkoba ternyata hanya terjadi di Rutan Salemba, tapi juga marak di sejumlah rutan lainnya. Ini yang membuat DPR berinisiatif membentuk panja (Panitia Kerja) untuk mengusut kasus maraknya perdagangan narkoba di lapas. Lemahnya pengawasan di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) disorot Wakil Ketua Komisi XIII DPR Andreas Hugo Pareira. Ini karena kurangnya jumlah petugas yang berjaga, yang menjadi hal yang didalami Komisi XIII dalam rapat tertutup dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS), pada Kamis (16/10/2025). Karena faktanya seorang petugas harus mengawasi 40 orang, yang tentu tidak akan tidak maksimal (www.kompas.com, Jumat 17 Oktober 2025) (2).
Maraknya perdagangan narkoba di rutan menunjukkan bahwa narkoba masih menjadi bahaya laten. Kasusnya terus bermunculan bak cendawan di musim hujan, hilang satu tumbuh seribu. Pemberantasan narkoba sulit diberantas tuntas karena banyak faktor. Yang pertama, adanya permintaan yang tinggi; terutama di kalangan anak muda. Ini karena populasi mereka besar, sehingga bertambah banyak bandar narkoba. Terungkap ada 13 jaringan sindikat narkotika nasional dan 14 jaringan sindikat internasional. Pengguna narkoba di Indonesia pada tahun 2024 telah mencapai 3,3 juta orang yang dominan anak muda. Pasar potensial kawula muda di Indonesia membuat Indonesia darurat narkoba (PPATK, 5-12-2024). Maka tak heran kasus narkotika mencapai 46.748 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 61.439 orang (Indonesia Drugs Report 2025).
Yang kedua, aparat penegak hukum ikut terlibat. Ini mempersulit pemberantasan narkoba. Seperti contohnya kasus penjualan barang bukti sabu seberat lima kilogram yang melibatkan mantan jenderal berbintang di institusi penegak hukum beberapa waktu lalu. Ketiga, penegakan hukum tidak memberi efek jera. Kebanyakan hanya pengguna narkoba yang diberi sanksi; tapi sanksinya hanya rehabilitasi tanpa dipidana. Padahal baik pengguna, pengedar, atau bandar; semua menjadi pelaku pelanggaran hukum. Sedangkan saat banyak mengopinikan eksekusi mati bagi pelaku narkoba, pegiat HAM ramai-ramai memprotes dengan menyatakan itu bentuk pelanggaran hak asasi dan akan memicu balas dendam.
Semua penghambat pemberantasan narkoba ini karena sistem kehidupan sekuler kapitalisme yang memprioritaskan kepuasan materi. Asas ini mendorong individu berperilaku konsumtif dan hedonistik. Ketika kesenangan materi yang dikejar, segala cara dilakukan demi mencapai sesuatu yang disebut kebahagiaan materi. Gaya hidup bebas ala sekuler kapitalisme juga memperkeruh kondisi, karena menjauhkan agama dari kehidupan. Akhirnya rakyat menghalalkan segala cara; termasuk memilih jalan yang salah dengan menjadi pengguna, pengedar, dan produsen barang haram seperti narkoba. Kapitalisme juga mengakibatkan kesenjangan ekonomi dan ketimpangan sosial, sehingga muncul kemiskinan dan ketidaksejahteraan yang memicu kejahatan narkoba. Narkoba kerap pula dimanfaatkan sebagai pelarian karena tekanan hidup. Semua ini bermuara pada rusaknya system sekuler kapitalisme.
Berbeda dengan Islam yang dengan tegas melarang narkoba dan mempunyai mekanisme yang jelas dalam pencegahan dan pemberantasannya dengan penerapan Islam kafah dalam naungan Khilafahnya. Narkoba haram dalam Islam. Keharamannya ada yang dari pendapat ulama yang meng-qiyas-kannya (menganggap sama) dengan keharaman khamar. Ada ulama yang mengharamkannya karena melemahkan akal dan jiwa. Ini berdasarkan hadis dari Ummu Salamah ra, beliau mengatakan :
“Rasulullah saw. melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).” Menurut Rawwas Qal’ahjie dalam Mu’jam Lughah Al Fuqoha` hlm. 342.
Yang dimaksud mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha’) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. Sehingga Khilafah sebagai institusi negara Islam dengan tegas akan melarang narkoba, baik mengkonsumsi, memproduksi, dan mengedarkannya.
Upaya system Islam untuk memberantas narkoba dengan melakukan pencegahan dan penindakan. Khilafah melakukannya dengan berbagai mekanisme, di antaranya:
Pertama. Khilafah menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah melalui kurikulum Islami untuk membentuk masyarakat Islami, sehingga terbentuk individu-individu rakyat yang berpola pikir dan pola sikap Islami. Maka terbentuklah ndividu yang memiliki cara pandang yang sama bahwa narkoba itu haram. Pendidikan Islam juga memunculkan individu-individu yang bertakwa, sehingga menghasilkan pejabat yang amanah dan takut berbuat dosa, serta selalu bervisi akhirat.
Kedua. Khilafah akan melakukan pengontrolan dan pengawasan setiap perbuatan dan tempat-tempat yang menjurus pada kemaksiatan dan kejahatan. Akan ada Qadhi (hakim) Hisbah dan Syurthoh (polisi) sebagai wakil Khalifah yang berjalan-jalan di mana pun, ditengah-tengah rakyat; melakukan pengawasan dan pemberian sanksi di tempat terhadapa kemaksiatan akibat narkoba.
Ketiga. Masyarakat Islami yang dibentuk oleh Khilafah akan melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar alias berdakwah (saling menasehati tentang kebaikan Islam). Ini akan menjadi sarana kontrol sosial yang efektif, untuk mencegah perbuatan maksiat, termasuk yang berkaitan dengan narkoba.
Keempat. Khilafah akan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar pada rakyat. Ini akan otomatis memberikan jaminan kesejahteraan sehingga angka kejahatan akan berkurang. Khilafah juga akan menyediakan lapangan kerja seluas mungkin, agar rakyat tidak terjebak berbisnis barang haram. Ini akan didukung oleh penerapan system ekonomi Islam yang halal dan berkeadilan.
Kelima. Khilafah akan menegakkan sanksi hukum Islam bagi pelaku kejahatan narkoba secara adil. Semua akan dihukum, baik pengguna, pengedar, produsen, dan penikmat hasilnya. Khilafah menyediakan rehabilitasi bagi pengguna narkoba, tetapi tetap diberi sanksi pidana berbentuk sanksi takzir. Takzir adalah sanksi Tindakan maksiat yang tidak ada had dan kafarat, yaitu kadar sanksinya tidak ditetapkan oleh Allah Taala dan Rasul-Nya. Yang berhak penetapan kadar sanksi kemaksiatan tersebut kepada Qadhi (hakim), karena Qadhi adalah wakil khalifah dalam masalah peradilan (Syekh Abdurrahman al-Maliki, Nizham al-Uqubat wa Ahkam al-Bayyinat hlm. 230).
Syekh Abdurrahman al-Maliki dalam kitab Nizham al-Uqubat wa Ahkam al-Bayyinat hlm. 272 menjelaskan sanksi bagi produsen, pengedar, dan pembeli narkotika :
1.Pedagang narkoba akan diberi sanksi jilid (cambuk) dan penjara sampai 15 tahun, ditambah denda yang akan ditetapkan oleh Qadhi.
2. Orang yang menjual, membeli, meracik, mengedarkan, dan menyimpan narkotika; diberi sanksi jilid dan dipenjara sampai lima tahun, ditambah dengan denda ringan.
3. Orang yang menjual anggur, gandum, atau apa pun yang darinya bisa dibuat khamar (minuman yang memabukkan) dan ia tahu bahwa bahan-bahan tersebut untuk membuat khamar; baik ia menjualnya secara langsung atau dengan perantara; ia akan dikenakan sanksi jilid dan penjara mulai dari enam bulan hingga tiga tahun. Kecuali warganegara Islam yang non muslim, yang dalam agamanya dibolehkan mengonsumsi narkotika.
4. Orang yang membuka tempat tersembunyi atau terang-terangan untuk memperdagangkan narkoba, akan disanksi jilid dan penjara hingga 15 tahun.
5. Orang yang membuka tempat untuk menjual barang-barang yang memabukkan, baik sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, akan dikenakan sanksi jilid dan penjara sampai lima tahun lamanya.
Keenam. Penjara adalah salah satu jenis takzir, yaitu sanksi yang kadarnya ditetapkan Khalifah. Dalam kitab Nizham al-Uqubat wa Ahkam al-Bayyinat karya Syekh Abdurrahman al-Maliki dijelaskan bahwa pemenjaraan berarti menghalangi aktivitas seseorang dengan diberi batasan. Hanya sebatas keperluan dasar sebagai manusia, seperti makan, minum, buang air, dan istirahat.
Sanksi pemenjaraan telah dicontohkan Rasulullah saw. dan para Khalifah. Fungsinya harus memberi rasa takut dan cemas. Lampu tidak boleh terang dan tidak boleh ada alat komunikasi atau hiburan. Semua diperlakukan sama, baik kaya atau miskin; yaitu diperlakukan secara manusiawi dan dipenuhi hak dasarnya. Pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid, mereka mendapat jatah pakaian khusus sesuai musimnya dan mendapat pemeriksaan secara berkala terkait kesehatan mereka.
Inilah rincian Islam dalam mencegah dan menangani kejahatan narkoba. Harus dimulai dengan memberantas paradigma sekuler kapitalisme yang menjadi akar masalahnya, sekaligus menjadi penyebab munculnya pelanggaran hukum lainnya; barulah diaplikasikan aturan Islam secara kafah (menyeluruh) untuk mewujudkan kesempurnaan penerapannya agar berkah bagi manusia. Semua itu hanya bisa dilakukan melalui penerapan sistem Islam kafah dalam naungan negara Khilafah.
Wallahualam Bisawab
Catatan Kaki
(1) https://nasional.kompas.com/read/2025/10/17/08165781/4-kali-ammar-zoni-terjerat-kasus-narkoba-terbaru-edarkan-barang-haram-di?utm_source=Various&utm_medium=Referral&utm_campaign=Bottom_Desktop
(2) https://nasional.kompas.com/read/2025/10/17/14340631/marak-peredaran-narkoba-di-lapas-pimpinan-komisi-xiii-sorot-lemahnya?utm_source=Various&utm_medium=Referral&utm_campaign=Bottom_Desktop
Posting Komentar