Gedung Ponpes Ambruk, Cermin Jaminan Fasilitas Pendidikan Buruk
Oleh : Arianne Nur Rahmadhani
Latar belakang ambruknya ponpes
Pada salah satu Pondok Pesantren di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur ditemukan 37 orang yang telah meninggal dunia. Mayjen TNI Budi Irawan mengatakan bertambahnya satu jenazah, diduga masih ada 26 orang yang masih belum ditemukan akibat tertimbun reruntuhan. Namun data tersebut belum Valid sampai evakuasi bangunan rata dengan Tanah. Pada kasus ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al Khaziny, terhitung ada sekitar 160-n orang yang telah menjadi korban.
Kaur Kesehatan Kamtibnas Subdit Dokpol Biddokes Polda Jatim menjelaskan bahwan telah dilakukan pencocokan DNA Sampel dari 9 jenazah korban terhadap 57 sampel keluarga korban. Bila metode pencocokan DNA ini gagal, maka akan dilakukan pencocokan sekunder dengan data medis dan properti korban. Hambatan dari pencocokan DNA ini adalah kondisi jenazah yang sudah lama tertimbun reruntuhan. Karena proses pembusukan membuat sidik jari sulit untuk diambil secara utuh.
Faktor Penyebab
Kejadian ambruknya bangunan ponpes ini disinyalir karena bangunan ponpes tersebut sudah tidak kuat juga karena pengawasan yang buruk. Menko PM, Pak Pratikno mengatakan sepakat untuk mencari jalan keluar. Beliau juga mengatakan bahwa pesantren tidak boleh membangun tanpa standar teknik. Nantinya, pembangunan pondok pesantren harus mendapatkan pendampingan tekis dari kementrian terkait. Namun hal ini juga sangat dipengaruhi dari dana pembangunan ponpes yang terbatas sehingga untuk pembangunan nya tidak maksimal. Tapi harusnya pemerintah setempat bisa lebih memperhatikan fasilitas masyarakat terutama gedung pendidikan yang sangat diperlukan guna menjadi sarana prasarana banyak masyarakat untuk menuntut ilmu.
Menteri PU Sebut hanya 51 Ponpes dari 43 ribu Ponpesdi Indonesia yang milik izin PBG / bangunan resmi. Hal tersebut berarti bahwa lebih dari 99% pesantren di Indonesia hidup diluar perlindungan hukum konstruksi. Disinilah letak persoalan bukan dari niat para kiayi membangun tapi pada sistem negara yang tidak hadir dari awal. Seorang alim akan melihat kejadian ini sebagai takdir Allah sebagai ujian Iman. Seorang insinyur melihat ini hanya sebagai kesalahan struktur. Seorang pejabat melihat ini sebagai kesalahan administrasi. Namun bagi kita semua ini seharusnya jadi cermin moral dan politIk bahwa iman tanpa sistem bisa rapuh dan sistem tanpa nurani bisa buta.
DPR pun menyebutkan pada UU Nomor 18/2019 tentang pesantren yang implementasi di lapangan masih lemah. Harusnya dengan hal ini pemerintah bisa langsung menindak lanjuti bukan menunggu untuk runtuh dahulu. Pemerintah harusnya juga memastikan agar tragedi serupa tidak terulang lagi. Karena soal keselamatan bukan semata urusan langit, tapi menyangkut izin yang harus jelas, urusan pengawasan yang harus tegas, dan urusan tanggung jawab manusia yang harus profesional.
Ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al Khaziny menimbulkan keprihatinan mendalam di kalangan masyarakat. Berdasarkan analisis awal, insiden ini disinyalir terjadi akibat lemahnya konstruksi bangunan serta minimnya pengawasan dalam proses pembangunan. Struktur bangunan yang tidak memenuhi standar keamanan diduga menjadi faktor utama runtuhnya gedung tersebut. Selain itu, tidak adanya pengawasan ketat dari pihak berwenang menyebabkan potensi cacat bangunan tidak terdeteksi sejak dini. Kondisi ini menunjukkan bahwa keselamatan infrastruktur pendidikan, khususnya di lembaga keagamaan seperti pesantren, sering kali belum menjadi prioritas dalam proses pembangunan.
Faktor pendanaan juga berperan besar dalam peristiwa ini. Umumnya, pembangunan pesantren seperti Al Khaziny bergantung pada dana yang berasal dari sumbangan wali santri dan donatur dengan jumlah terbatas. Keterbatasan dana tersebut membuat pengelola harus menekan biaya pembangunan, yang kerap berdampak pada kualitas material dan tenaga kerja. Situasi ini diperburuk oleh lemahnya peran pemerintah dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang layak bagi masyarakat. Tanggung jawab penyediaan sarana pendidikan seharusnya tidak sepenuhnya dibebankan kepada masyarakat, melainkan menjadi bagian dari tanggung jawab negara untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan proses belajar para santri.
Perspektif Islam
Jika hal ini disesuaikan dari aturan islam maka kejadian seperti ini tidak akan terjadi. Karena Islam mewajibkan negara untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang baik. Dengan memperhtikan standar keamanan, kenyamanan juga kualitas tenaga pendidik dan fasilitas yang sangat baik. Dalam hal ini, keterbatasan dana bukan menjadi
hambatan untuk ponpes untuk membangun ponpes terbaik, karena dalam Islam pendanaan fasilitas pendidikan sudah diatur dengan baik.
Dalam Sistem islam banyak sumber pemasukan negara yang bisa menunjang fasilitas pendidikan yang layak. Namun saat ini sistem kapitalisme lah yang menjadi acuan negara sehingga alokasi dana pendidikan tidak digunakan semestinya. Sistem yang mengatur keuangan dalam islam adalah Baitul Mal. Dari banyaknya pemasukan negara akan disalurkan pada kebutuhan masyarakat terutama dalam ranah pendidikan. Karena Negara sangat bertanggung Jawab penuh terhadapp fasilitas pendidikan tanpa harus membedakan sekolah Negeri atau sekolah swasta. Semuanya sudah harus selalu dipantau oleh Negara guna mencetak Santri atau murid yang berkualitas dan pastinya paham akan syariat Allah.
Posting Komentar