-->

Judol dalam Bansos, Cermin Kegagalan Kapitalisme


Oleh : Desi Anggraini (Aktivisi Muslimah Lubuklinggau)

Islam telah tegas mengharamkan segala bentuk perjudian sebagaimana firman Allah SWT: 

يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ 

لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ 

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya’” (QS. Al-Baqarah: 219).

Juga dalam firman Allah yang lain: 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ 

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya khamar, judi, berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah: 90) 

Ayat ini menunjukkan bahwa judi adalah perbuatan haram yang harus dijauhi oleh setiap muslim.
Karena itu, untuk menghindarkan diri dari segala perbuatan dosa dan keharaman, seorang muslim wajib menautkan seluruh aktivitas hidupnya pada hukum syariat. 
Allah SWT menegaskan: 

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا 

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS. An-Nisa’: 65).

Namun faktanya, banyak masyarakat muslim hari ini justru melanggar hukum syariat dan terjerumus pada perbuatan haram, salah satunya adalah judi online (judol) atau slot.
Mirisnya, tidak hanya orang kaya saja yang terjerumus pada judi slot karena dianggap sebagai hiburan, bahkan rakyat miskin dan penerima bansos pun ikut terjun ke dunia judi slot.

Kondisi ekonomi masyarakat kecil yang semakin terjepit membuat mereka rentan terjerumus ke dalam jerat judi. Bansos yang seharusnya dipakai untuk memenuhi kebutuhan pokok malah dipakai sebagai modal berjudi. Mengapa? Karena kapitalisme menciptakan kesenjangan sosial yang sangat lebar. Harga kebutuhan pokok terus naik, sementara lapangan pekerjaan yang layak dan berkesinambungan sulit dijangkau oleh rakyat kecil. Dalam situasi seperti ini, ilusi untuk cepat kaya lewat judi menjadi sangat menggoda. Apalagi platform judi online sengaja dirancang dengan sistem “reward” yang memicu kecanduan, menang kecil di awal, kalah besar kemudian.

Dalam sistem kapitalis, judi online merebak bukan tanpa alasan. Kapitalisme menanamkan pola pikir materialistis, bahwa kebahagiaan diukur dari harta. Ketika ekonomi makin sempit, bansos yang diterima rakyat kecil tidak mampu mencukupi kebutuhan lalu muncullah dorongan mencari jalan pintas. 

Sebagaimana yang terjadi di kota LubukLinggau, sebanyak 621 warga penerima Bansos dicoret sebagai penerima Program Keluarga Harapan (PKH) karena terindikasi judi online.
Data tersebut terungkap melalui analisis PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) terhadap transaksi penerima bansos. Pihak Dinas Sosial menyebutkan di Kecamatan Lubuklinggau Barat I sebanyak 88 orang, Lubuklinggau Barat II sebanyak 77 orang, Lubuklinggau Selatan I sebanyak 58 orang, Lubuklinggau Selatan II sebanyak 57 orang, kemudian Kecamatan Lubuklinggau Timur I sebanyak 75 orang, Kecamatan Lubuklinggau Timur II sebanyak 108 orang, Kecamatan Lubuklinggau Utara I sebanyak 41 orang, dan yang terakhir di Kecamatan Lubuklinggau Utara II sebanyak 117 orang. 

Fenomena maraknya judi online, termasuk di kalangan penerima bansos, sejatinya adalah cerminan dari wajah kapitalisme. Dalam ideologi kapitalis, kehidupan diatur oleh prinsip kebebasan individu dan keuntungan materi. Aktivitas kehidupan tidak dinilai dari halal-haram, tetapi dari legal-ilegal. Jika sebuah aktivitas dianggap mampu menghasilkan keuntungan bagi individu maupun negara, maka kapitalisme cenderung membiarkan bahkan melegalkannya. 

Judi, dalam logika kapitalisme, dipandang sebagai salah satu bentuk hiburan. Banyak negara Barat secara terbuka melegalkan berbagai bentuk perjudian. Alasan mereka sederhana, pertama, masyarakat memiliki “hak kebebasan” untuk menghibur diri dengan cara apapun, selama mereka mampu membayar. Kedua, judi menjadi sumber pendapatan negara melalui pajak. Industri judi di berbagai negara menyumbang miliaran dolar setiap tahun ke kas negara. Jadi, kapitalisme melihat judi bukan sebagai kejahatan moral, melainkan komoditas ekonomi yang bisa diperdagangkan. 

Meskipun secara hukum Indonesia melarang judi, namun faktanya akses terhadap situs dan aplikasi judi begitu mudah, bahkan iklannya masif menyasar masyarakat menengah ke bawah. Kenyataannya, negara tidak mampu atau tidak sungguh-sungguh menutup akses tersebut. Lebih dari itu, ada kepentingan ekonomi dan politik yang membuat pemberantasan judi berjalan setengah hati. Aliran uang yang sangat besar dari industri judi bisa mengisi kantong bandar, oknum, bahkan bisa berpengaruh dalam pusaran politik. 

Kasus di Lubuklinggau adalah bukti nyata bagaimana kapitalisme melahirkan lingkaran setan. Negara membagi bansos dalam jumlah terbatas, lalu menuduh rakyat miskin menyalahgunakannya ketika terjerat judi. Sementara itu, akar masalah berupa keberadaan bandar, situs, dan sistem yang menopang industri judi dibiarkan hidup.

Mengapa negara tidak menutup total akses judi online? Karena dalam kerangka kapitalisme, judi adalah bagian dari perputaran ekonomi yang dianggap sah, atau setidaknya “tidak perlu diberantas total” selama masih ada manfaat ekonomi yang bisa diambil. Rakyat miskin akhirnya menjadi korban ganda: mereka miskin karena sistem yang timpang, lalu dieksekusi ketika mencoba melarikan diri lewat judi, sementara penguasa dan kapital tetap menikmati keuntungannya. 

Lalu, bagaimana cara memusnahkan Judi ? 

Satu-satunya jalan untuk menuntaskan judi baik online maupun offline adalah dengan menerapkan ideologi islam.
Dalam islam, aqidah akan menjadi landasan dalam segala aspek kehidupan, maka akan diterapkan sistem pendidikan Islam yang akan membentuk kepribadian bertakwa dengan menanamkan kesadaran sejak dini bahwa judi adalah dosa besar yang merusak akal, harta, dan keluarga. 
Selain itu, dalam pandangan islam, halal-haram adalah patokan dalam beraktivitas bukan legal-ilegal seperti dalam kacamata kapitalis.

Dengan demikian, jika ideologi Islam diterapkan dalam kehidupan bernegara, solusi terhadap judi akan bersifat menyeluruh, baik secara preventif, kuratif, dan represif. Dari sisi pencegahan, negara akan melarang total industri judi, baik offline maupun online, tanpa kompromi. Mekanismenya jelas, pertama, negara menutup seluruh akses judi online dengan pengawasan teknologi yang kuat. Kedua, negara melarang segala bentuk promosi, sponsor, dan iklan yang berbau perjudian. 

Dari sisi kuratif, pecandu judi diberikan pembinaan ruhiyah, diarahkan pada aktivitas halal, dan difasilitasi dengan lapangan kerja yang layak sehingga mereka tidak mencari hiburan sesat. Adapun sisi represif diwujudkan dengan sanksi ta’zir yang adil bagi bandar dan pemain, sehingga ada efek jera dan perlindungan bagi masyarakat luas. 

Dengan begitu, Islam benar-benar menutup semua celah yang memungkinkan judi tumbuh, baik dari aspek hukum, teknologi, pendidikan, maupun ekonomi.
Lebih dari itu, Islam tidak hanya melarang, tetapi juga membangun sistem ekonomi yang kuat sehingga rakyat tidak tergoda mencari jalan instan melalui judi. Mekanismenya adalah dengan menjadikan negara sebagai penanggung jawab kebutuhan pokok rakyat. Negara mengelola sumber daya alam sebagai pemasukan negara, seperti zakat, kharaj, jizyah, fai’, ghanimah, rikaz, hingga kepemilikan umum seperti minyak, gas, tambang, dan hutan. Pendapatan ini digunakan untuk menjamin kebutuhan dasar rakyat seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, hingga keamanan. 

Dengan mekanisme ini, rakyat hidup sejahtera tanpa harus bergantung pada bansos yang jumlahnya terbatas dan hanya sementara. Mereka mendapatkan jaminan kesejahteraan nyata dari sistem Islam yang menyeluruh. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar oleh negara, peluang rakyat untuk tergoda judi akan semakin kecil, karena tidak ada desakan ekonomi yang membuat mereka mencari kekayaan instan. 

Kasus di Lubuklinggau adalah bukti nyata bahwa sistem kapitalisme rapuh dalam melindungi rakyat dari bahaya judi. Islam hadir bukan sekadar dengan larangan, tetapi dengan solusi struktural yang mencegah sekaligus menyejahterakan. Negara Islam bukan hanya membagikan bantuan sosial, melainkan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat melalui penerapan syariat Islam secara total.

Wallahu a'lam bishsowab.