-->

Jaminan Kesejahteraan Tenaga Pendidik dalam Sistem Islam


Oleh : Tusriani (Aktivis Muslimah Lubuklinggau)

Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani meminta pemerintah agar tidak hanya menaikkan gaji guru dan dosen berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), tetapi juga memperhatikan nasib guru honorer.
Menurutnya, peran guru honorer sangat vital dalam memajukan pendidikan nasional, tetapi kesejahteraan mereka masih jauh dari layak.

“Guru honorer memiliki peran penting, tetapi kesejahteraan mereka kurang diperhatikan. Maka, sudah seharusnya pemerintah menaikkan gaji mereka,” kata Lalu di Jakarta, Senin ( beritasatu.com 22/9/2025).

Hidup dalam sistem kapitalis bikin hati miris, alih-alih mengangkat tenaga kerja honorer di dunia pendidikan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang diresmikan oleh pemerintah supaya hidup lebih sejahtera, namun sebaliknya kondisi guru PPPK tidak memiliki jenjang karir yang menjamin hidup lebih layak. Status kepegawaian guru berubah, tetapi besaran gaji yang diterima ternyata masih sama seperti saat menjadi guru honorer, bahkan jauh di bawah standar. Belum lagi tidak mendapatkan uang pensiunan, gaji pun minim bahkan ada yang dibawah 1 juta per bulan, ujungnya demi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari banyak yang utang bank dan pinjol. Beban kerja guru tetap sama, sedangkan harapan akan peningkatan kesejahteraan nyaris tidak terpenuhi. 

Fakta negara dalam sistem kapitalis tidak memiliki anggaran cukup untuk menggaji guru secara layak. Pemerintah terkesan tidak serius mengatasi masalah ini. Guru merasa bosan dengan janji-janji pemerintah yang tidak kunjung terealisasi dan hanya berganti kebijakan/program.
Kondisi ini makin membuka mata kita bahwa inilah dampak diterapkannya sistem kapitalisme di dunia pendidikan. Dalam sistem ini, negara melepaskan tanggung jawabnya untuk mengurus seluruh urusan rakyatnya, termasuk pendidikan. Guru sebagai salah satu komponen penting dalam pendidikan, belum mendapat perhatian serius. Sistem ini nyata-nyata abai terhadap kesejahteraan guru. Jika kondisi ini terus berlanjut, tentu guru tidak akan fokus mendidik generasi. Kita bisa membayangkan dampaknya terhadap kualitas generasi.

Padahal negara kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) yang mampu untuk menggaji guru secara layak dan merata, sayangnya SDA yang melimpah dikuasai oleh swasta/asing dan negara hanya berfungsi sebagai regulator saja. SDA harusnya menjadi pemasukan negara yang besar, namun negara justru bergantung pada pajak dan utang luar negeri yang mencekik dan menjadi beban bagi masyarakat. 

Islam Menjamin Kesejahteraan Guru

Jika kita menelaah penerapan sistem pendidikan dalam Islam, sungguh sangat berbanding terbalik dengan kondisi saat ini. Negara (Khilafah) bertanggung jawab menjamin penyelenggaraan pendidikan. Jaminan diwujudkan dengan cara menyediakan berbagai sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dan berkualitas.

Negara juga berkewajiban menyediakan tenaga-tenaga pendidik yang ahli di bidangnya. Posisi guru sangat strategis bagi masa depan generasi. Guru dimuliakan dengan diberikan dukungan berupa gaji, fasilitas, dan penghargaan. Kesejahteraan guru akan diprioritaskan, gaji guru ditentukan berdasarkan nilai jasa yang diberikan bukan status ASN / PPPK, dan semua guru masuk kategori pegawai negara.

Dalam Khilafah, para guru akan mendapatkan gaji dari Baitulmal. Mekanisme dalam Baitul mal memiliki sumber yang kokoh dan berkelanjutan. Sumber pemasukan tetap Baitul Mal adalah fa’i, jizyah, kharaj, seperlima harta rikaz, dan zakat. Harta-harta ini diambil secara kontinu (tetap), tidak dilihat dari apakah ada keperluan atau tidak.
 
Dengan demikian, negara tidak pernah beralasan memiliki keterbatasan anggaran sebagaimana terjadi dalam sistem kapitalis saat ini karena Islam telah menetapkan mekanisme yang menjamin ketersediaan dana bagi pendidikan. Allah ﷻ berfirman,

مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ

"Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota, maka itu adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan.” (QS Al-Hasyr: 7).

Selain itu, Khilafah mengelola SDA secara mandiri dipergunakan untuk kepentingan rakyat, termasuk mengelola pendidikan. SDA tidak boleh diserahkan kepada individu, kelompok, atau asing, karena hal itu merupakan hak seluruh kaum muslim. Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda, “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Daud).

Dalam Islam, kesejahteraan guru adalah kewajiban negara, bukan sekedar kebijakan opsional. Politik pendidikan dalam Islam diarahkan untuk membentuk kepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam, serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Negara Khilafah memastikan pendidikan dapat diakses seluruh warganya secara gratis tanpa diskriminasi. Hal ini berbeda dengan sistem kapitalisme yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas.
Rasulullah ﷺ bersabda,

اَلْإِمَامُ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Khalifah berkewajiban menjamin pendidikan bermutu, memuliakan guru dengan gaji yang layak, serta memastikan mereka bisa fokus penuh mendidik generasi. Dengan konstruksi Islam yang menyeluruh, pendidikan akan melahirkan generasi unggul, beriman, dan berilmu yang siap memimpin peradaban.
Dalam sistem Khilafah, pendidikan ditempatkan sebagai hak mendasar bagi setiap warga. Guru dimuliakan sebagai penopang peradaban dan kesejahteraan mereka dijamin oleh baitulmal. Dengan konstruksi Islam yang menyeluruh inilah, hanya Khilafah yang mampu memberikan solusi tuntas, mewujudkan pendidikan berkualitas, dan melahirkan generasi berilmu, beriman, berakhlak, dan siap memimpin peradaban dunia. 
Wallahualam bissawab.