-->

Islam Menjaga Kesehatan Mental Generasi


Oleh: Hamnah B. Lin

Angga Bagus Perwira (12), siswa kelas VII SMP Negeri 1 Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, meninggal dunia di sekolah usai diduga menjadi korban bullying teman-teman sekelasnya, Sabtu (11/10/2025). Bocah pendiam itu disebut kerap mengalami perundungan verbal dan fisik beberapa waktu terakhir ( kompas.com, 12/10/2025 ).

Mengutip laman Republika (25-1-2024), KPAI mengungkapkan maraknya perundungan (bullying) terjadi karena faktor berikut:
Pertama, kondisi pengawasan, pembinaan, dan edukasi tentang bullying kurang optimal dari satuan pendidikan. Satuan pendidikan dianggap tidak melakukan deteksi dini terhadap potensi penyimpangan perilaku peserta didik, lingkaran pertemanan mereka, interaksi anak dengan keluarga dan lingkungan, pengawasan media sosial, dan lainnya.
Kedua, sebagian warga satuan pendidikan masih menganggap bullying adalah masalah biasa seperti “kenakalan anak biasa”. Karena anggapan ini, perundungan—meski secara verbal—dimaklumi dan dinormalisasi. Mereka baru menyadari bahayanya jika terjadi kasus perundungan berupa intimidasi, ancaman, dan penganiayaan hingga meninggal dan  bunuh diri karena trauma dan depresi.
Ketiga, sistem pendidikan, kurikulum, dan praktik pembelajaran belum optimal dalam merespons perubahan perilaku peserta didik, baik karena pengaruh lingkungan atau media sosial. Beban transfer pengetahuan masih sangat berat sehingga mengabaikan penguatan sikap, karakter, mental, dan adab/akhlak mulia.
Keempat, belum optimalnya implementasi regulasi pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan di tingkat pemerintah daerah dan satuan pendidikan.
Kelima, edukasi dan perhatian keluarga kepada anak berkurang, karena faktor ekonomi, kesibukan, dan broken home.

Penyebab tersebut hanyalah dampak diterapkannya sistem sekularisme sebagai asas dalam pendidikan. Jika sudah demikian marak, jangan biarkan perundungan beranak pinak menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Lalu apa akar masalah perundungan kian meningkat di sekolah:
Pertama, paradigma dan tujuan pendidikan harus jelas dan gamblang. Negeri ini kerap menyelesaikan problem pendidikan dengan bergonta-ganti kurikulum.
Kedua, Paradigma sekularisme telah menjadikan agama hanya sebatas pelajaran pelengkap di sekolah, bukan menjadi titik pusat pendidikan yang bidang lainnya berputar mengikuti poros agama (Islam).
Ketiga, belum optimalnya pengawasan, pembinaan, dan edukasi terkait perundungan di satuan pendidikan, kurikulum hari ini juga tidak memprioritaskan penanaman akidah Islam pada peserta didik. Alhasil, karakter dan akhlak mulia yang diharapkan juga tidak terbentuk. Yang terjadi hanyalah doktrin agama tanpa mereka memahami makna taat kepada Tuhannya. 
Keempat, peran negara mandul. Karena regulasi berasas sekuler. Di satu sisi, negara ingin generasi menjadi baik, tetapi di sisi lain membiarkan konten dan tayangan yang tidak mendidik bertebaran secara bebas. Betapa banyak film-film bertemakan cinta, pergaulan bebas, kekerasan, bullying, zina, dan lainnya diproduksi secara massal. Dan perangkat hukum yang tidak berefek jera. Sudah banyak produk hukum yang diregulasi dalam rangka mencegah dan menangani kasus bullying, seperti UU Perlindungan Anak.

Islam adalah solusi terbaik bagi makin meningkatnya kasus perundungan ini. Sistem Islam yakni khilafah, memiliki langkah - langkah nyata sebagai berirkut:
Pertama, menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Porsi Islam dalam pendidikan harus banyak dan berpengaruh, bukan sebagai pelengkap materi ajar semata. Sistem ini tidak akan berjalan tanpa sistem politik ekonomi yang berdasarkan syariat Islam. Dengan politik ekonomi Islam, negara dapat membangun fasilitas dan sarana memadai yang dapat menunjang KBM di sekolah.
Kedua, kontrol dan pengawasan masyarakat dengan kewajiban berdakwah amar makruf nahi mungkar. Jika peran masyarakat berfungsi optimal, setiap kemaksiatan tidak akan ditoleransi atau dimaklumi karena masyarakat membiasakan diri untuk peduli dan saling menasihati.
Ketiga, fungsi negara sebagai penjaga dan pelindung generasi dari berbagai kerusakan harus menyeluruh. Negara harus melarang segala hal yang merusak, seperti tontonan berbau sekuler dan liberal, media porno, dan kemaksiatan lainnya. Negara akan memberlakukan sanksi berdasarkan syariat Islam. Negara adalah penyelenggara pendidikan. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan gratis dan berkualitas. Dengan layanan pendidikan yang gratis, beban ekonomi akan berkurang sehingga para ibu bisa fokus mendidik anak mereka dengan nyaman di rumah tanpa harus bekerja membantu ekonomi keluarga.
Wallahu a'lam.