Generasi Tanpa Ayah, Bukti Gagalnya Sistem yang Ada
Oleh : Linda Anisa
Fenomena fatherless atau ketiadaan peran ayah, baik secara fisik maupun psikologis, tengah menjadi sorotan publik di Indonesia. Bagaimana tidak, Jutaan anak kini tumbuh dalam kondisi kehilangan figur ayah. Bukan karena ditinggal wafat oleh ayah mereka, melainkan karena sang ayah absen dari kehidupan anak – anaknya baik secara emosional, mental, bahkan spiritual. Kehadiran mereka di rumah hanya sebagai pencari nafkah, bukan sebagai pembina keluarga sebagaimana mestinya. Akibatnya, banyak anak kehilangan arah, kurang kasih sayang, dan mengalami luka batin yang dalam.
Para ahli menyebutkan bahwa anak-anak dari keluarga fatherless lebih rentan terhadap stres, gangguan perilaku, masalah kepercayaan diri, hingga penyimpangan sosial. Isu ini bukan hanya sekadar masalah keluarga internal, tetapi telah meluas menjadi masalah sosial yang sistemik, bahkan menjadi bom waktu generasional yang menyentuh langsung masa depan bangsa.
Data dan kisah nyata tentang anak-anak Indonesia yang tumbuh tanpa figur ayah terus bermunculan. Kompas.id dalam artikelnya (11 Oktober 2023) menulis: “Jutaan anak di Indonesia kini mengalami yang disebut fatherless. Mereka kehilangan sosok ayah bukan karena kematian, melainkan karena ketidakhadiran secara psikologis dan sosial.”
(Kompas.id ). Bahkan, Tagar.co menyebutkan bahwa fenomena ini telah menjadi alarm bagi masa depan anak-anak Indonesia: “Fatherless menjadi fakta menyakitkan yang dialami oleh jutaan anak di negeri patriarki. Ini alarm keras untuk masa depan generasi bangsa.”
(Tagar.co).
Namun, yang jarang dibahas secara jujur dan mendalam adalah akar persoalannya. Sebagian kalangan hanya menyalahkan individu yang seolah ayah-ayah ini memang tidak bertanggung jawab secara pribadi. Padahal, jika dilihat secara menyeluruh, fenomena fatherless tidak lahir dari egoisme ayah semata. Ia tumbuh dan berkembang subur dalam sistem kehidupan yang menjauhkan manusia dari tuntunan ilahi. Inilah buah pahit dari sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari pengaturan kehidupan, termasuk kehidupan keluarga.
Sistem ini menempatkan peran laki-laki semata sebagai mesin ekonomi yang harus bekerja sekeras mungkin untuk bertahan hidup, sementara kebutuhan emosional dan spiritual anak diabaikan.
Negara dalam sistem sekuler tak punya tanggung jawab untuk membentuk keluarga yang kokoh dan sehat secara ruhani. Yang dipikirkan hanya pertumbuhan ekonomi, bukan pertumbuhan peran ayah dalam rumah tangga. Maka tak heran, generasi yang lahir dari sistem ini tumbuh dalam ketidakseimbangan peran, kehilangan figur panutan, dan mengalami kerusakan sejak dalam rumah.
Sistem Kapitalis Sekuler: Akar Masalah Fatherless
Fenomena fatherless bukan sekadar disebabkan oleh perceraian atau kematian, tetapi lebih dalam dari itu: sistem kehidupan sekuler kapitalistik telah merusak fungsi ayah dalam keluarga. Ayah yang seharusnya hadir sebagai qawwam (pemimpin dan pelindung) dalam rumah tangga, justru terjebak dalam roda ekonomi kapitalis yang kejam.
VOI.id mengungkapkan bahwa: “Desakan ekonomi membuat para ayah bekerja nyaris tanpa waktu untuk keluarga. Banyak dari mereka berangkat sebelum anak bangun dan pulang saat anak sudah tidur.” (VOI.id).
Saat ini Ekonomi kapitalis telah menjadikan manusia seperti mesin pencetak uang. Para ayah dipaksa membanting tulang demi memenuhi kebutuhan hidup yang terus membengkak. Kebutuhan rumah tangga yang terus melonjak, biaya pendidikan yang mahal, hingga gaya hidup konsumtif yang dijejalkan lewat media menjadi penyebab hilangnya figure ayah dalam keluarga. Mereka tersita waktunya untuk kerja, hingga kehilangan momen penting dalam tumbuh kembang anak.
Selain itu, sistem sekuler juga telah berhasil menjauhkan peran agama dari pengaturan kehidupan masyarakat saat ini, sehingga peran ayah tidak lagi diletakkan dalam kerangka tanggung jawab spiritual, tetapi hanya sebagai pencari nafkah. Akibatnya, banyak para ayah gagal menjalankan perannya sebagai pendidik dan pelindung keluarga.
Islam Solusi Sistemik yang Menyeluruh
Sudah saatnya masyarakat benar benar perduli dengan masa depan generasi agar negeri ini tak akan semakin hancur dikemudian hari. Solusi atas masalah fatherless tidak bisa diselesaikan dengan seminar parenting atau kelas pengasuhan semata, melainkan harus dengan perubahan mendasar atas sistem yang melahirkan dan memeliharanya.
Islam memiliki pandangan yang sangat agung dan seimbang terkait peran ayah dan ibu. Ayah tidak hanya pencari nafkah, tetapi juga teladan utama bagi anak - anaknya. Al-Qur’an memberikan contoh bagaimana Lukman, seorang ayah, memberikan nasihat pendidikan akidah dan moral kepada anaknya (QS. Luqman: 13–19). Ini menunjukkan bahwa peran pendidikan bukan hanya tugas ibu, tetapi juga amanah ayah.
Selain itu, sistem Islam juga membangun kondisi agar para ayah dapat menjalankan perannya secara optimal. Negara dalam Islam akan membuka lapangan kerja yang halal dan memberikan upah layak, agar ayah tidak harus bekerja berlebihan hanya untuk bertahan hidup. Negara menutup pintu kapitalisasi sektor-sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan.
Negara dalam Islam juga memberikan jaminan sosial, sehingga ayah tidak khawatir meninggalkan pekerjaan sebentar demi membersamai anak. Misalnya, negara menjamin biaya pendidikan dan kesehatan secara gratis dan berkualitas, dari pos baitulmal.
Negara Islam akan mengatur media dan lingkungan sosial agar mendukung pembentukan keluarga yang harmonis dan kokoh secara akidah, bukan menormalisasi perceraian, pergaulan bebas, dan gaya hidup individualistik.
Negara Islam juga menjamin sistem perwalian dalam Islam, sehingga anak-anak yatim atau dari keluarga bermasalah tetap memiliki figur pembimbing yang sah dan bertanggung jawab secara syariat.
Sudah saatnya kita berpaling dari sistem rusak ini dan kembali kepada sistem Islam yang membangun keluarga atas dasar akidah, menetapkan peran ayah dan ibu secara seimbang, serta memberikan jaminan kehidupan dari negara, bukan dari pasar. Hanya dengan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh (kaffah) dalam bingkai Khilafah, kita bisa membangun generasi tangguh yang tumbuh dalam naungan cinta, kepemimpinan, dan perlindungan sejati dari seorang ayah.
Posting Komentar