Gedung Ponpes Ambruk, Bentuk Pengabaian Struktural
Oleh : Windih Silanggiri
Pemerhati Remaja
Akhir bulan kemarin, tepatnya Senin, 29 September 2025, Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo telah mengalami musibah. Bangunan musala yang masih dalam tahap pengecoran lantai tiga, telah ambruk. Musibah ini terjadi saat para santri sedang Salat Ashar berjamaah di lantai dua.
Alhasil, banyak santri yang terjebak reruntuhan bangunan. Santri yang mengalami luka-luka segera dilarikan ke Rumah Sakit Siti Hajar, Rumah Sakit Umum Daerah Notopuro Sidoarjo, dan Rumah Sakit Delta Surya. Berdasarkan data dari Deputi Bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Mayjen TNI Budi Irawan menyampaikan bahwa telah ditemukan 61 jenazah dalam kondisi utuh dan 7 potongan tubuh (kompas.com, 7-10-2025).
Cermin Buruk Fasilitas Pendidikan
Musibah ambruknya bangunan Ponpes Al Khoziny menuai banyak sorotan dari beberapa pakar. Di antaranya Mudji Irmawan, Pakar Teknik Sipil Struktur Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Beliau mengatakan bahwa struktur bangunan tidak stabil. Perencanaan awal, bangunan untuk satu lantai, tapi ditambah beberapa lantai lagi (detik.com, 6-10-2025).
Pakar Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Yudha Lesmana menduga bahwa umur pengecoran masih belum cukup kuat. Selain itu, Yudha menilai, seharusnya ketika mendirikan bangunan, melibatkan juga ahli teknik sipil (detik.com, 6-10-2025).
Sementara itu, Guru Besar Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Mochamad Solikin menegaskan bahwa proses pembangunan harus disiplin mulai dari perencanaan hingga materialnya. Jadi, butuh keterlibatan profesional, seperti perencanaan, kontraktor, dan pengawas (detik.com, 6-10-2025).
Jika ditilik lebih jauh, tragedi ini membuka mata publik terkait PBG (Persetujuan Bangunan Gedung). Yaitu perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah kepada pemilik atau perwakilan pembangunan. PBG ini diperlukan untuk memulai pembangunan, merenovasi, merawat, atau mengubah gedung sesuai dengan rencana.
PBG ini adalah pengganti dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021. Mirisnya, berdasarkan data dari Kementerian Agama, Ponpes di Indonesia berjumlah 42.391, tapi hanya 50 ponpes yang mengantongi PBG (detik.com, 6-10-2025).
Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Marwan Dasopang menduga bahwa minimnya jumlah ponpes yang mengantongi PBG, karena sulitnya proses pengurusan dan mahalnya biaya untuk mendapatkan ijin resmi. Proses yang berbelit-belit dan panjang, akhirnya pengurus ponpes memilih untuk membangun sendiri (kompas.com, 6-10-2025).
Inilah wajah buruk Sistem Kapitalisme, fasilitas pendidikan yang seharusnya dijamin oleh negara dengan biaya yang gratis atau murah, namun pemilik bangunan harus membayar biaya retribusi yang tinggi. Alih-alih melayani kebutuhan rakyat, yang ada malah mengambil keuntungan besar. Secara fakta, dana untuk membangun gedung memang terbatas karena pondok pesantren adalah salah satu alternatif untuk mendapatkan pendidikan yang murah.
Jaminan Pendidikan Gratis dalam Islam
Dalam Islam, pendidikan adalah hak setiap individu rakyat. Sehingga, negara wajib menyediakan pelayanan pendidikan yang gratis. Meski gratis, fasilitas pendidikan akan diberikan dengan kualitas yang terbaik, aman, dan nyaman, Mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Mulai dari daerah pedesaan terpencil hingga perkotaan.
Fasilitas pendidikan yang berkualitas terbaik, tentu tidak bisa terwujud jika tidak ditopang oleh sistem ekonomi yang benar. Di sinilah hadir Sistem Ekonomi Islam yang memiliki mekanisme khas. Dalam Islam dikenal dengan Baitulmal. Yaitu lembaga yang mengatur urusan pemasukan dan pengeluaran harta.
Baitulmal memiliki tiga pos pemasukan, yaitu:
Pertama, pos kepemilikan negara antara lain dari fai, ghanimah, kharaj, jizyah, khumus, 'usyur, ghulul, Rikaz, dan yang sejenisnya.
Kedua, pos kepemilikan umum antara lain dari minyak, gas bumi, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan.
Ketiga, pos zakat yang hanya boleh didistribusikan kepada delapan asnaf.
Dengan banyaknya sumber pemasukan negara, maka sangat mungkin bagi negara memberikan fasilitas pendidikan yang gratis dan berkualitas. Negara tidak akan membeda-bedakan antara sekolah negeri, swasta, ataupun pondok pesantren.
Rasulullah bersabda:
"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim" (HR. Ibnu Majah).
Hadits di atas menegaskan bahwa wajib bagi setiap muslim untuk mencari ilmu. Sehingga, negara harus memberikan kemudahan bagi setiap individu rakyat untuk mendapatkan pendidikan terbaik.
Negara akan membangun infrastruktur yang dibutuhkan untuk menunjang proses belajar mengajar seperti, menyediakan gedung perpustakaan, laboratorium, dan universitas bagi mereka yang ingin melakukan penelitian berbagai macam cabang ilmu pengetahuan.
Negara juga akan menyediakan gedung lain untuk menunjang pendidikan seperti masjid, ruang kelas yang memadai, lab komputer, musala, dan lain-lain. Negara akan membangun infrastruktur untuk memudahkan bagi setiap individu rakyat mengakses pendidikan seperti jalan dan jembatan.
Selain itu, negara akan menyediakan sarana transportasi untuk mengangkut siswa dari rumah ke sekolah. Bagi siswa yang ingin menginap, negara akan menyediakan asrama lengkap dengan akomodasinya misal makan minum dan lain-lain.
Demikianlah pengaturan di Sistem Islam yakni Khilafah dalam mengatur urusan rakyat termasuk pendidikan. Sekolah yang aman, nyaman, dan berkualitas terbaik bisa dirasakan oleh setiap individu rakyat dengan gratis.
Rasulullah bersabda :
“Imam adalah raa’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari).
Wallahu a'lam bisshawab
Posting Komentar