-->

Gaji Guru dalam Mekanisme Islam


Oleh : Ilma Kurnia P, S.P (Pemerhati Generasi)

Guru pahlawan tanpa tanda jasa, sosok yang amat berpengaruh dalam dunia pendidikan. Dimana peran guru sangat penting untuk mencerdaskan generasi. Akan tetapi saat ini kondisi guru sangat mengkhawatirkan, sejak dulu kondisi guru belum sejahtera secara merata karena gaji yang rendah tidak sebanding dengan tanggung jawab yang diemban, kesulitan dalam memperoleh hak setelah pensiun, masalah penempatan yang tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah, serta ketidakpastian dalam karier karena status kerja kontrak. Apalagi saat ini banyak yang mengajukan menjadi guru PPPK. Tetapi itupun juga belum bisa mencukupi kebutuhan hidup yang semakin banyak. Maka tak heran jika banyak guru PPPK terpaksa mencari pekerjaan tambahan atau bahkan terjebak utang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dari sebuah pernyataan yang dikutip dari liputan6.com (2/10/2025) perwakilan guru dari Ikatan Pendidik Nusantara (IPN) dengan tegas mengatakan bahwa keadaan guru dengan status PPPK, meminta agar pemerintah memberikan perhatian lebih dan meningkatkan kesejahteraan para guru. Karena guru PPPK tidak memiliki jenjang karier, tidak menerima uang pensiun, serta gaji yang rendah. Hal ini sangat kontras dengan pegawai negeri sipil (PNS).

Disi lain, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, meminta pemerintah memperhatikan kesejahteraan guru honorer selain menaikkan gaji guru dan dosen ASN. Ia menyampaikan bahwa pentingnya peran guru honorer dalam pendidikan, namun banyak dari mereka yang hidup dalam kondisi kurang baik. Dan perlunya perhatian kusus.

Terkait kesejahteraan guru, di Negara ini masih menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Bagaimana tidak, kesejahteraan yang didapatkan guru tidak sepadan dengan tugas mulianya dalam mencetak generasi penerus. Itulah kenyataan mengenai sistem penggajian untuk para pengajar di negara kita. Sistem yang saat ini diemban terkesan tidak manusiawi. Karena kebijakan dari sistem Kapitalis-Sekuler. Kapitalisme membuat para guru menghadapi kesulitan, penderitaan, dan menjauh dari kehidupan yang sejahtera. Padahal, mereka adalah pilar utama dalam pendidikan di negara ini dan penentu kualitas generasi yang akan datang. Karena masa depan generasi sangat tergantung pada kontribusi guru dalam proses pembelajaran. Untuk itu, sudah seharusnya pemerintah lebih memperhatikan dan menyadari betapa pentingnya peran guru ini. Dengan demikian, pemerintah tidak boleh mengabaikan dan harus serius dalam merumuskan peraturan yang dapat meningkatkan kesejahteraan para guru yang berperan dalam mencetak generasi.
Dalam sistem Kapitalis, gaji guru ditekan serendah mungkin demi efisiensi anggaran. Guru dianggap sebagai pekerja di sektor pendidikan yang utama bertujuan untuk meraih keuntungan. Kontribusi mereka yang sebetulnya sangat berharga justru dihargai dengan imbalan yang rendah dan penuh syarat. Selain tanggung jawab mengajar, guru juga harus menghadapi tekanan administratif dan perubahan kurikulum yang sering dilakukan tanpa melibatkan mereka. Keadaan ini semakin memperburuk kondisi kerja mereka, terutama di daerah dengan infrastruktur pendidikan yang minim. Disisi lain, kurikulum yang didasarkan pada sekularisme tidak berhasil membentuk karakter siswa. Meskipun guru berusaha mengedukasi, siswa justru terpapar budaya yang bebas dan bertentangan. Pendidikan yang mahal tidak menjamin kualitas generasi, malah semakin menegaskan adanya kesenjangan ekonomi.

Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam yang memberikan aturan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat, termasuk guru. Karena kewajiban negara Islam untuk mengatur semua aspek kehidupan, termasuk di sektor pendidikan. Negara tidak boleh mengabaikan hal ini, seperti dalam menetapkan kebijakan mengenai gaji tenaga pendidik, kurikulum yang dibuat, akreditasi lembaga pendidikan, metode pengajaran, materi pembelajaran yang harus sesuai dengan peraturan dalam islam. Di dalam catatan sejarah peradaban Islam, para guru diapresiasi dengan gaji yang tinggi. Misalnya, pada masa khalifah Umar bin Khattab, guru digaji sebesar 15 dinar per bulan (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikonversikan ke dalam kurs rupiah saat ini, maka gaji guru pada masa itu adalah sebesar Rp52.287.750 per bulan (1 gram emas= Rp820.200). Begitu pula pada masa Shalahudin Al-Ayubi, gaji guru adalah sebesar 11-40 dinar. Berarti jika gaji tertingginya dirupiahkan, yakni sebesar Rp139.434.000.

Dengan penghargaan tinggi Khilafah terhadap guru, maka guru fokus dalam mengajar. Tidak sibuk mencari tambahan sana-sini. Dan yang lebih penting, negara Khilafah tidak membedakan status guru honorer dan ASN, karena semuanya adalah pegawai negara (muwazif daulah). Maka, gaji atas semua guru adalah sama. Gaji ditentukan berdasarkan nilai jasa yang diberikan, bukan status ASN/PPPK. Semua guru masuk kategori pegawai negara, dan tidak ada bedanya. Dimasa Khalifah Al-Watsiq, pun sama ia memberi gaji seorang ulama yang bernama Al-Jari awalnya 100 dinar per bulan, lalu menaikannya menjadi 500 dinar/bulan. Sedangkan pada masa kepemimpinan Khalifah Harun Ar-Rasyid, pernah diberlakukan aturan untuk kitab-kitab karya para ulama bahwa sebagai bayaran kepada mereka adalah dengan menimbang berat kitab itu dengan emas. Inilah gambaran kesejahteraan guru pada masa peradaban Islam. Para guru dan ulama benar-benar dimuliakan dan dihargai jasa-jasanya, bahkan diposisikan sebagai pahlawan dengan tanda jasa seutuhnya.
Wallahua’lam bishawab