-->

Program MBG, Antara Solusi Stunting dan Kepentingan Kapitalis


Oleh : Jeany, Aktivis Muslimah

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program unggulan dari presiden terpilih Probowo Subianto. Program ini bertujuan meminimalisir angka stunting pada anak Indonesia sekaligus memastikan mereka tumbuh dengan fisik yang sehat dan kemampuan kognitif yang optimal. baik serta ketahanan pangan nasional demi mengejar visi ambisius menuju Indonesia Emas 2045. Melalui program ini, pemerintah berharap dapat membentuk generasi yang kuat, cerdas, dan berdaya saing tinggi sebagai bagian dari langkah menuju Indonesia Emas 2045.

Gagasan pelaksanaan MBG di Indonesia bukanlah hal baru di dunia. Program serupa telah menjadi inisiatif global yang diterapkan di berbagai negara. Sejumlah negara bahkan telah memiliki landasan hukum dan regulasi khusus untuk mendukung pelaksanaannya. Misalnya, Amerika Serikat yang mulai menerapkan program makan siang bergizi sejak 1946, Jepang pada 1954, serta Finlandia pada 1998. Keberhasilan program di negara-negara tersebut menunjukkan pemberian makanan bergizi di sekolah mampu berkontribusi besar terhadap peningkatan kesehatan dan kualitas pendidikan anak.

Sejak dicanangkan pada 6 Januari 2025, Program MBG telah menimbulkan sejumlah kasus keracunan yang cukup mengkhawatirkan. Sebagaimana yang diberitakan tempo.co, (5/11/2025), menurut data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), korban kasus keracunan program MBG bertambah 1.833 orang dalam sepekan. Ribuan korban tersebut merupakan akumulasi dari kasus keracunan MBG yang terjadi pada 29 September hingga 4 Oktober 2025.

Masih dilaman yang sama, menurut Koordinator JPPI Ubaid Matraji, kenaikan jumlah keracunan pekan ini lebih tinggi dibanding rata-rata korban mingguan selama September yang mencapai 1.5341 anak perminggu. Dengan tambahan itu, total korban keracunan MBG hingga 4 Oktober 2025 telah tembus 10.482 anak. 

Namun, tidak menutup kemungkinan, angka riil korban jauh lebih besar daripada data yang telah dilaporkan. Fenomena ini menjadi sorotan publik karena lemahnya pengawasan pemerintah terhadap pelaksanaan program MBG. Hal ini terlihat dari data korban yang masih simpang siur, bahkan muncul dugaan beberapa kasus sengaja ditutup-tutupi.

Dengan banyaknya kasus keracunan MBG, pemerintah pun buka suara. Menurut Prabowo, program unggulan MBG yang hampir menjangkau 30 juta penerima manfaatnya memang ada kekurangan, salah satunya keracunan makanan tapi kesalahan ini hanya 0,0017 persen, tidak semuanya. Tapi manfaatnya, program MBG ini mampu menciptakan 290 ribu lapangan kerja baru di sektor dapur umum dan melibatkan sekitar sejuta petani, nelayan, peternak serta pelaku UMKM.

Tapi memang, setelah banyaknya siswa yang menjadi korban dalam kasus keracunan MBG pada Senin, 22 September 2025, pemerintah melalui Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S. Deyang, mengumumkan akan membentuk tim investigasi untuk menelusuri penyebab kejadian tersebut. Sementara itu, terkait isu mengenai tray food—tempat makan atau ompreng MBG—yang diduga terkontaminasi dengan unsur babi, pemerintah menyatakan siap melakukan uji laboratorium secara menyeluruh. Pemerintah juga berjanji akan mengganti seluruh perlengkapan yang terbukti tercemar (metrotvnews.com, 23/9/2025).

Jika dilihat, program MBG ini seakan dipaksakan untuk diimplementasikan, pasalnya tetap saja dijalankan walaupun banyak kasus keracunan ditambah kondisi Indonesia saat ini mengalami defisit. Namun, pemerintah berdalih program ini bisa membuka peluang bisnis yang menguntungkan karena dapat dukungan Jepang dan Australia. Pemerintah pun siap menggandeng 36 perusahaan agar terlaksanakannya program MBG ini. Alhasil, dalam memenuhi kebutuhan sapi perah, sebanyak 1,3 juta ekor sapi Indonesia akan impor dari Australia.

Jika memang ini bisa jadi peluang bisnis? Peluang bisnis untuk siapa? Pasalnya, sudah rahasia umum, bila ada peluang bisnis tentunya ini akan menguntungkan satu pihak yakni para pengusaha-pengusaha kelas kakap yang hasilnya buat mereka-mereka sendiri dan rakyat tetap saja dalam kondisi mengkhawatirkan. Rakyat tetap saja tidak terurus. 

Inilah yang terjadi dalam sistem kapitalis, keuntungan semata yang jadi prioritas utama bukan keselamatan rakyat. Lain halnya dengan negara yang menerapkan Islam secara kaffah, yakni Khilafah Islam. Khilafah Islam akan menjamin makanan bergizi bagi rakyatnya secara cuma-cuma, tanpa harus membuat program dulu atau menghitung dulu untung ruginya. 

Pasalnya, Khilafah Islam tidak akan kekurangan anggaran dalam menyediakan makanan yang halal thayyib dan bergizi. Karena memiliki sumber pemasukan negara yang kokoh, yakni baitul mal yang memiliki tiga pos pemasukan yakni pos fa'i dan kharaj (ghanimah, anfal, fa'i, usyur, kumus, kharaj status tanah jiziyah dan horibah atau pajak), pos kepemilikan umum (tambang minyak, gas, listrik, pertambangan, sungai, laut, mata air dan lainnya) dan pos zakat/shadaqah.

Dari aset-aset inilah Khilafah Islam mampu menyediakan makanan bergizi gratis halal dan thayyib untuk semua lapisan warga negara. Contohnya seperti pada masa Khalifah Umar bin Khatab ada Dar ad-.Daqiq yang artinya rumah tepung. Kemudian sekolah di masa Khilafah Abbasiyah menyediakan roti daging dan kue, sebagai nafkah yang mencukupi kebutuhan seluruh siswanya. Kemudian Dar ad Diyafah yaitu hotel ayang menyediakan makanan untuk fakir miskin dan musafir berupa 3 ukiyah roti yang sebanding dengan 1 kg roti 250gr daging yang sudah dimasak. 

Begitu juga di masa Khilafah Utsmaniyah ada imaret sebagai dapur umum berbasis waqaf yang sudah ada sejak abad 14 hingga 19 untuk mendistribusikan makanan ke seluruh lapisan masyarakat, seperti guru, pengurus masjid, musafir dan lainnya.

Jadi kebijakan menyediakan makanan gratis dalam Khilafah Islam bukan sekedar bersifat materi untuk mendapatkan kesehatan dan asupan gizi, lebih dari itu jaminan makanan dari negara sebagai wujud ketaatan sesuai hadits Rasulullah SAW. “Barang siapa pada pagi hari dalam kondisi aman jiwanya sehat badannya, punya bahan makanan cukup pada hari itu seolah di dunia telah dikumpulkan untuknya” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Demikianlah Khilafah Islam sebagai raa'in yang mempunyai konsep untuk menyediakan dan menjamin makanan untuk semua warga negaranya. Oleh karenanya, apakah masih berharap pelayanan terbaik dari negara kapitalisme?[]