Kisah Pilu Raya, Cerminan Pelayanan Kesehatan di Negeri Ini
Oleh : Ayu Lailiyah Wulan
Aktivis Dakwah
Kabar memilukan datang dari Sukabumi setelah video kondisi seorang balita bernama Raya beredar luas di media sosial. Bocah berusia 3 tahun itu meninggal dunia dalam keadaan mengenaskan dengan tubuh yang dipenuhi cacing gelang. Rekaman CT Scan yang dibagikan Lembaga Sosial Rumah Teduh memperlihatkan bagaimana parasit menyerang organ dalam tubuh Raya hingga membuatnya lemah tak berdaya. Dilihat dari video yang banyak beredar di sosial media saat cacing berukuran 15 cm ditarik keluar dari hidung Raya dalam keadaan hidup. Itu menunjukkan berapa parahnya infeksi yang dialami oleh Raya. Disebutkan juga bahwa cacing yang berada di tubuh Raya sudah menggerogoti organ dalam hingga saluran pernapasan dan otak. Selain itu, Raya juga diduga mengidap Tuberkolosis meningitis yang memperburuk kondisinya.
Kondisi kesehatan Ayah Raya disebutkan juga memiliki penyakit TBC Akut, sedangkan kondisi Ibu Raya yang termasuk Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ). Raya hidup dan tumbuh di keluarga dengan keterbatasan ekonomi. Keluarga Raya tinggal di sebuah rumah berukuran kecil dengan kandang ayam di sekelilingnya. Jadi, lingkungan rumahnya pun tidak sehat, ditambah kurangnya perhatian dan penjagaan dari orang tua Raya dan orang di sekitarnya. Dari situlah awal penyakit yang masuk ke tubuh Raya. (Beritasatu.com, 20/7/2025)
Peristiwa ini bukan hanya tragedi memilukan dalam dunia kesehatan saja, tetapi juga menunjukkan lemahnya sistem perlindungan anak di Indonesia. Setelah kasus Raya viral, barulah para pejabat pemerintah dan pihak terkait merespon. Ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan di negara ini masih jauh dari kata layak. Padahal hak yang mendasar seperti ini seharusnya dijamin oleh negara, bukan malah menjadi sesuatu yang sulit dijangkau rakyat, termasuk anak-anak sebagai generasi penerus.
Dan juga mekanisme pelayan kesehatan yang sangat perlu dibenahi. Karena saat ini mekanisme yang ada di pelayanan kesehatan sangat rumit dan terkesan hanya sebagai formalitas saja. Yang seharusnya rakyat butuh pertolongan cepat tetapi malah diperlambat dengan prosedur yang berlapis dan berbelit. Akibatnya, akses kesehatan yang seharusnya mudah dijangkau malah terasa berat bagi sebagian besar masyarakat.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa negara belum sungguh-sungguh hadir dalam melindungi rakyat miskin dan lemah. Rakyat miskin dan lemah dibiarkan hidup dalam kesulitan tanpa dukungan memadai untuk mendapatkan lingkungan yang sehat maupun akses kesehatan yang layak. Rakyat kecil seolah hanya dianggap angka dalam data, bukan manusia dengan hak dasar yang harus dijaga.
Ini tidak terlepas dari sistem kapitalisme yang menempatkan pelayanan kesehatan sebagai komoditas, bukan kebutuhan pokok. Mereka yang memiliki privillege dan kemampuan finansial bisa mendapatkan fasilitas terbaik, sementara rakyat kecil harus berjuang sendiri dengan keterbatasannya. Kesenjangan ini memperlihatkan bahwa dalam sistem yang berjalan saat ini kesehatan bukanlah hak semua orang, melainkan privillege (hak istimewa) bagi sebagian pihak saja. Kasus Raya yang muncul ke publik hanyalah contoh kecil dari masalah besar yang sebenarnya ada di bawah permukaan. Masih banyak kasus serupa yang tidak terekspos, tidak tercatat atau bahkan sengaja ditutupi.
Dalam pandangan Islam, kesehatan bukanlah komoditas yang bisa diperdagangkan, melainkan hak mendasar setiap individu. Oleh karena itu, negara berkewajiban penuh untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya, termasuk dalam aspek kesehatan. Islam menegaskan bahwa negara tidak boleh lepas tangan, apalagi membiarkan masyarakat mencari jalan sendiri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Terlebih lagi, kaum lemah, fakir, dan miskin memiliki hak untuk disantuni dan dilindungi agar dapat hidup layak. Islam juga membangun sistem sosial yang kokoh di tengah masyarakat.
Kepedulian bukan hanya datang dari negara, tetapi juga tumbuh secara alami di antara sesama Muslim. Seorang Muslim tidak akan membiarkan tetangga atau saudaranya menderita dalam kesulitan. Ada dorongan moral dan spiritual untuk segera menolong dan membantu. Nilai ini melahirkan solidaritas sosial yang tinggi, sehingga masyarakat Islam terikat bukan hanya oleh kepentingan pribadi, tetapi juga oleh rasa tanggung jawab bersama.
Negara dalam sistem Islam berkewajiban menyediakan layanan kesehatan dengan fasilitas terbaik dan tanpa biaya, sehingga semua kalangan bisa mengaksesnya tanpa diskriminasi. Prosedur yang rumit dan berbelit tidak dikenal dalam sistem Islam, karena orientasinya bukan profit, melainkan pelayanan. Hal ini bukan sekadar idealisasi, tetapi pernah benar-benar terwujud di masa Khilafah (pemerintahan Islam).
Sebagai contoh, pada masa kepemimpinan para khalifah dari Bani Umayyah, dibangun banyak rumah sakit yang disediakan bagi orang-orang yang terkena penyakit lepra dan tunanetra. Kemudian pelayanan rumah sakit berkembang pada masa pemerintahan Bani Abasiyyah, di mana banyak dibangun rumah sakit di kota Baghdad, Kairo, Damaskus, dan lain-lain. Di masa ini pertama kali dipopulerkannya rumah sakit keliling. Pada masa itu pula, rumah sakit dibangun dengan standar pelayanan tinggi, mendatangkan dokter-dokter terbaik, dan semua layanan diberikan gratis kepada rakyat, baik kaya maupun miskin, Muslim maupun non-Muslim. Dan perlu diketahui bahwa rumah sakit yang dibangun di masa pemerintahan Islam dibedakan antara bagian laki-laki dan perempuan. Di dalamnya juga disediakan kamar-kamar khusus bagi setiap pasien. (Muhammad Husein Abdullah, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam, hlm. 175)
Allah taala berfirman :
وَلْيَخْشَ ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا۟ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَٰفًا خَافُوا۟ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْيَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS An-Nisa’ [4]: 9).
Dalam ayat ini, Allah taala memberi peringatan kepada kaum Muslim agar jangan sampai meninggalkan keturunan yang lemah. Di antara bentuk kelemahan generasi Islam adalah lemah dalam hal akidah, ibadah, intelektual atau keilmuan, dan ekonomi.
Wallahu a'lam bish shawab
Posting Komentar