-->

Keracunan Masal MBG, Kasus yang Berulang


Oleh : Bahiroh

Publik dihebohkan lagi dengan kasus keracunan masal yang terjadi pada program MBG. Sejumlah 127 siswa di Kabupaten Sleman, DIY dan 427 siswa di Kabupaten Lebong, Bengkulu mengalami keracunan masal saat menyantap makanan MBG (ugm.ac.id, 29/08/25). Kasus keracunan masal yang terbaru, terjadi di daerah Cianjur, sejumlah 19 siswa dari SDN Salakawung dan 19 siswa dari SMP Budi Luhur dilarikan ke puskesmas Cugenang, karena mengalami keracunan saat menyantap makanan MBG (Timesindonesia.co.id, 12/09/25). 

Kasus ini bukan hanya sekali atau dua kali terjadi, tapi sudah berulangkali terjadi sejak program MBG dimulai. Sudah ribuan anak-anak yang mengalami keracunan saat menyantap makanan MBG. Namun, hingga saat ini dari pemerintahan belum juga menemukan solusi yang efektif dalam upaya pencegahan kasus keracunan masal ini. Meskipun tidak merenggut korban jiwa, namun kasus ini harusnya bisa segera di tangani oleh pemerintah. Siswa-siswa yang harusnya bisa fokus dalam belajar dan mendapatkan ketenangan saat menyantap makan siang, justru merasakan was-was karena maraknya kasus keracunan masal makanan MBG.

Dikutip dari ugm.ac.id (29/08/25), hasil pemeriksaan laboratorium dari sampel makanan dan muntahan korban keracuanan MBG terdapat tiga jenis bakteri berbahaya, yaitu E. Coli, Clostridium sp, dan Staphylococcus. Korban tidak hanya mengalami gejala mual, muntah dan diare, tetapi beberapa siswa harus dibawa kefasilitas kesehatan untuk di tangani lebih lanjut. Menurut Prof. Dr. Ir. Sri Raharjo, M.Sc, Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSG) UGM, keracunan masal yang terjadi kepada siswa merupakan kegagalan sistemik dalam menjaga higienitas makanan MBG, mulai dari proses penyiapan, pengolahan, hingga pendistribusian makanan. Dan juga lemahnya pengawasan terhadap waktu konsumsi makanan serta kualitas air yang digunakan dalam proses memasak.

Program MBG merupakan janji kampanye presiden Prabowo yang mencoba untuk langsung di realisasikan. Program ini bertujuan untuk memberikan gizi yang cukup untuk anak-anak sekolah sebagai salah satu pencegahan stunting dan malnutrisi yang terjadi pada anak-anak, serta untuk menyerap banyak tenaga kerja, sehingga mampu mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Namun terjadinya kasus keracunan yang berulangkali justru menunjukan bahwa pemerintah belum memiliki sistem dan aturan yang jelas untuk program MBG ini.

SPPG yang bertugas mulai dari Ahli Gizi yang harusnya mengawasi petugas pengolahan dan memastikan bahan-bahan makanan yang digunakan, petugas yang bertanggung jawab dalam proses pengolahan, penyiapan dan pendistribusian makanan hingga sampai ke siswa, justru melalukukan kelalaian yang mengancam kesehatan bahkan nyawa anak-anak. Dan kasus ini bukan hanya terjadi pada satu daerah saja, namun di berbagai daerah. Dari pihak pemerintah pun tidak memberikan sanksi yang tegas kepada petugas yang lalai akan tanggung jawabnya dalam penjaminan mutu dan kualitas makanan MBG.

Namun, bila ditelisik lebih dalam, anggaran makanan MBG untuk per porsinya hanya berkisar antara Rp 8.000 hingga Rp 10.000, jumalah ini jelas tidak bisa memenuhi kualitas gizi yang bagus untuk anak-anak di tengah-tengah ekonomi dimana semua bahan pokok serba mahal. Pasalnya, program MBG ini tidak sepenuhnya dikelola oleh pemerintah, tapi diserahkan kepada pihak swasta yang pastinya akan mengambil untung dari program MBG.

Inilah buruknya sistem kapitalis yang bisa menciptakan pemerintahan yang populis. Mereka menggunakan program yang merakyat untuk mendapatkan simpati dari masyarakat, terutama rakyat kalangan menengah kebawah. Tetapi pada realisasinya pemerintah justru bersikap pragmatis, yaitu asal program itu terlaksana tanpa mempertimbangkan SOP untuk jaminan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.

Di dalam sistem islam, pemimpin harusnya bertanggung jawab untuk mengurus dan mengayomi rakyat, memastikan agar kebutuhan pokok rakyatnya terjamin, dia bersikap tegas dan disiplin dalam menerapkan syari’at Allah, tetapi bersikap lemah lembut terhadap rakyatnya. Dalam hadist dijelaskan, “Tidak seorang hamba pun yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia tidak memperhatikan mereka dengan nasihat, kecuali ia tidak akan mendapatkan bau surga” (HR. Bukhari). Maka, pemimpin yang menerapkan sistem Islam dia pasti akan menjamin kebutuhan dasar masyarakat, seperti sandang, papan, pangan, kesehatan dan pendidikan yang bisa di akses secara gratis, serta jaminan keamanan bagi rakyatnya.

Untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya, seorang khalifah (pemimpin pemerintahan yang menerapkan sistem Islam) akan menjamin harga bahan-bahan pokok bisa dijangkau dengan mudah oleh masyarakat, jadi pemenuhan gizi tidak hanya pada anak-anak yang bersekolah atau ibu-ibu hamil saja, tetapi rakyat secara keseluruhan akan terpenuhi kebutuhan gizi mereka. Jadi rakyat bisa terpenuhi gizinya dimulai dari rumah mereka masing-masing, bukan hanya saat di sekolah saja.

Khalifah dalam menjalankan program yang dibutuhkan oleh masyarakat juga melaksanakannya dengan sungguh-sungguh, mempertimbangkan program tersebut secara matang dan hati-hati agar tidak merugikan masyarakat, dan meminimalisir kejadian buruk, serta menjamin tidak ada kesalahan yang berulang. Tenaga kerja yang bertugas pun akan dipilih orang-orang yang amanah dan profesional pada bidangnya. Karena dalam sistem pendidikan Islam harus berbasis pada akidah Islam, sehingga individu-individu yang dicetak pun tidak hanya sekedar kompeten, tetapi juga memiliki kepribadian yang Islami. Dengan begitu program-program yang dijalankan oleh pemerintah akan berhasil mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat secara menyeluruh.

Wallahu'alam bishowab.