DI BALIK MEROKETNYA PAJAK VS ZAKAT, SERTA AROGANSI DPR PEMANTIK KEMARAHAN RAKYAT YANG BERUJUNG MELAYANGNYA NYAWA SEORANG OJOL
Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)
Rakyat ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula. wali dengan polemik kenaikan pajak di berbagai daerah, di mana yang paling menghebohkan di Pati yang mencapai 250% (www.detik.com, Selasa 5 Agustus 2025) (1). Spontan rakyat Pati protes dan kompak melakukan demonstrasi. Ditambah arogansi bupati Pati Sudewo, semakin menyulut kemarahan warga Pati (www.kompas.com, Rabu 13 Agustus 2025) (2). Walau sudah mulai menyulut kontroversi, statemen Menkeu yang menyatakan pajak sama dengan zakat semakin memperkeruh suasana.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pajak ada kemiripan dengan zakat dan wakaf. “Dalam setiap rezeki ada hak orang lain. Caranya, hak orang lain itu diberikan. Ada yang melalui zakat, wakaf dan pajak. Pajak itu kembali pada yang membutuhkan,” kata Sri Mulyani dalam Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan RI 2025 di Jakarta, Rabu (13/8/2025) (www.cnbcindonesia.com, Kamis 14 Agustus 2025) (4). Menurut Sri Mulyani, konsep ini tercermin pada berbagai program Pemerintah yang dibiayai APBN. Misalnya, Program Keluarga Harapan (PKH) yang memberikan manfaat kepada 10 juta keluarga tidak mampu. Ada juga bantuan sosial sembako untuk 18,2 juta penerima.
Setelah statemen Menkeu yang menambah jengkel hati rakyat, membuat api emosi rakyat mulai terpantik. Penyulut yang semakin membakar adalah minimnya empati DPR yang “katanya” wakil rakyat, tapi tak satu pun tindak tanduknya yang mewakili rakyat. Di saat rakyat semakin berduka dan terhimpit kehidupannya karena meroketnya harga kebutuhan pokok ditambah pajak yang naik gila-gilaan; yang jangankan membayar pajak, mencari sesuap nasi saja sampai bersusah-payah; DPR mensahkan tunjangan rumah mereka naik Rp 50 juta, berjoget di ruang siding DPR tanpa berempati penderitaan rakyat, dan sejumlah statemen arogan dari beberapa oknum anggota DPR yang semakin melukai hati rakyat (www.liputan6.com, Senin 25 Agustus 2025) (5).
Pernyataan Menkeu Sri Mulyani tidaklah benar. Tidak ada kesamaan antara zakat maupun wakaf dengan pajak. Baik dari filosofi maupun aturannya. Secara filosofi zakat adalah ibadah harta yang Allah SWT perintahkan hanya atas kaum Muslim dari jenis harta tertentu, dengan ketentuan tertentu pula. Ini sesuai dengan firman-Nya :
“Mereka tidak disuruh kecuali untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Dia dalam (menjalankan) agama yang lurus, juga supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus” (Terjemah Al-Quran Surat (TQS) Al-Bayyinah [98]: 5).
Harta zakat hanya diambil dari kaum Muslim yang kaya, berbentuk zakat harta, hasil pertanian, dan peternakan saat sampai batas nishab dan sudah disimpan (haulnya) adalah setahun lamanya. Zakat hanya untuk dibagikan pada delapan golongan; termasuk untuk fakir miskin. Tidak boleh digunakan untuk Pembangunan infrastruktur seperti PSN (Proyek Strategis Nasional) seperti Pembangunan IKN (Ibu Kota Negara), kereta cepat, jalan tol mahal, dan lain-lain. Sesuai firman Allah :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk kaum fakir, kaum miskin, para pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hati mereka, untuk (memerdekakan) budak, untuk kaum yang berutang, untuk (jihad) fî sabilillah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan; sebagai suatu ketetapan yang telah Allah wajibkan. Allah Mahatahu lagi Mahabijaksana” (TQS at-Taubah [9]: 60).
Zakat tidak diambil dari semua rakyat. Juga tidak ada tarikan zakat untuk warga non-Muslim. Sesuai sabda Rasul :
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas mereka (kaum Muslim) zakat dalam harta mereka, yang diambil dari kalangan kaya di antara mereka, lalu diberikan kepada kalangan fakir mereka” (Hadis Riwayat Al-Bukhari).
Fungsi zakat sebagai pembersih dan pensuci harta muzakki (pembayar zakat). Hal ini tidak ada pada pajak atau retribusi apapun sebagaimana dalam sistem Kapitalisme. Allah SWT berfirman:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, yang dengan zakat itu kalian membersihkan dan mensucikan mereka... (TQS at-Taubah [9]: 103).
Penolakan pembayaran zakat akan berkonsekuensi pada batalnya keimanan. karenanya Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq ra pun sampai memerangi kaum murtad karena penolakan mereka melaksanakan kewajiban zakat.
Sebaliknya, pajak adalah pungutan yang tidak ada dasarnya dalam Islam. Pungutan harta yang tidak sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah adalah kezaliman. Allah SWT berfirman:
“Janganlah kalian memakan harta di antara kalian dengan jalan yang batil” (TQS al-Baqarah [2]: 188).
Baginda Nabi saw. juga menyebutkan keharaman mengganggu darah dan kehormatan sesama Muslim, termasuk mengambil hartanya dengan jalan haram. Sabda beliau:
“Setiap Muslim atas Muslim yang lain haram darahnya, hartanya dan kehormatannya” (Hadis Riwayat Ibnu Majah).
Pajak adalah kezaliman karena dipungut dari harta rakyat tanpa melihat kaya-miskin, agama, batasan jenis harta dan bisa dinaikkan menurut kepentingan penguasa. Seperti saat ini, sejumlah kepala daerah ramai-ramai menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2). Kenaikannya meroket begitu tingginya mulai dari 200%-1000%. Bahkan berlindung di balik kebijakan Otoda (Otonomi Daerah), Pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk menetapkan besaran Pajak Bumi Bangunan melalui Undang-Undang No 1/2022, ditambah dengan program efisiensi dari Pemerintahan Pusat. Dampaknya, terjadilah kebijakan semena-mena untuk menaikkan pajak yang mencekik rakyat. Padahal kondisi ekonomi saat ini sedang buruk, di mana daya beli masyarakat melemah, marak pengangguran dan PHK masal terjadi. Angka kemiskinan pun meninggi, kesenjangan sosial semakin melebar sehingga rentan meningkatkan tindak kriminalitas dan anarkisme. Akhirnya terbukti. Begitu kebijakan DPR yang hanya memperkaya diri sendiri dan arogansinya meraja-lela, rakyat pun terbakar emosinya. Tindak anarkisme yang muncul dari aksi demonstrasi yang awalnya damai sebatas untuk menyalurkan aspirasi rakyat. Sejumlah fasilitas publik pun dirusak, rumah anggota DPR pun ada yang dijarah. Kondisi Indonesia semakin mencekam, karena ditambah meninggalnya seorang driver ojol bernama Affan (www.daerah.sindonews.com, Sabtu 30 Agustus 2025) (6).
Bagaimana Islam memandang tragedi yang beruntun ini? Islam sebagai sistem kehidupan yang berasal dari Allah Sang Pencipta manusia, pasti menetapkan aturan yang pasti solutif untuk seluruh problem kehidupan manusia. Keberkahan Islam akan terasa jika diterapkan secara kafah, di mana yang bisa mewujudkannya hanya sistem negara Islam Khilafah. Hal legislasi atau pembuatan hukum hanyalah di tangan Allah, sehingga manusia tidak berhak membuat hukum. Sehingga posisi DPR yang berperan sebagai legislator bertentangan dengan Islam, karena akal manusia sejatinya terbatas untuk menjangkau hakikat yang terbaik untuk dirinya. Bahkan manusia sendiri tempat salah dan khilaf, sehingga tidak pantas membuat hukum untuk dirinya sendiri. Kalua pun toh bisa, aturan tersebut pasti akan menimbulkan problem baru. Seperti saat ini. Sedangkan fungsi DPR sebagai pihak kontroling, bisa diwujudkan oleh Majelis Umat, jika dalam system Islam.
Islam mengharamkan pungutan pajak atas harta rakyat. Sabda Nabi :
“Tidak akan masuk surga pemungut pajak (cukai)” (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim).
Islam menetapkan begitu banyak sumber pemasukan bagi kas negara tanpa pajak. Salah satunya yang terbesar adalah dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Ironis jika Indonesia sebagai negara dengan SDA berlimpah seperti tambang mineral, migas, hasil laut, pertanian dan hutan; malah terpuruk. Terbukti di Indonesia jumlah penduduk miskinnya kedua di Asia Tenggara, sedangkan angka penganggurannya terbesar di Asia Tenggara. Dengan SDA yang melimpah, semua akan dikelola Khilafah dan sepenuhnya hasilnya dikembalikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Khilafah juga akan keras menindak kejahatan korupsi, yang dalam negara kapitalisme menjadi penyebab utama kerugian negara karena menyebabkan APBN bocor. Khilafah akan merampas aset negara yang dikorupsi dan menghukum secara tegas para pejabat dan aparatur negara yang terlibat korupsi, bahkan bisa sampai dijatuhi hukuman mati. Khilafah tidak akan mengambil utang luar negeri ribawi karena haram, juga utang luar negeri menjadi perangkap penjajahan ekonomi dan menggerus keuangan negara. Terbukti beban utama APBN Indonesia adalah cicilan utang, yaitu Rp 600 Triliun pada tahun 2026 hanya untuk membayar bunga utang saja.
Sistem politik dan ekonomi Islam telah mewajibkan negara untuk mengurus rakyat tanpa membedakan pusat dan daerah, sehingga otoda diharamkan. Semua kebijakan yang ditetapkan Khilafah bersifat memusat. Khilafah akan memberikan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan rakyat, karena ini sudah menjadi kewajiban negara dalam Islam. Haram mengalihkan tanggung jawab itu kepada rakyat, seperti menarik pajak atau iuran BPJS yang menjadikan rakyat saling menanggung kebutuhan pelayanan kesehatan mereka sendiri. Nabi saw. bersabda:
“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Khalifah (pemimpin negara Khilafah) beserta pejabat negara lainnya (seperti Muawwin/pembantu Khalifah, Wali/Gubernur, dan lain-lain) wajib bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup warga dan menyejahterakan mereka. Mereka pun mereka harus hidup sebagaimana rakyat. Tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Mereka wajib mendahulukan urusan rakyat. Bukan malah hidup mewah dan bergembira-ria, sementara mereka tahu rakyat menderita. Faktor iman dalam hati mereka, akan menjadi daya dorong terkuat untuk membuat mereka malu jika mereka mengambil manfaat sedikit saja dari uang rakyat. Contohnya seperti teladan Khalifah Umar bin Khathab, yang beliau rela mematikan obor penerang ruang kerjanya saat anaknya meminta untuk mengobrol tentang urusan pribadi dengannya di ruangan tersebut; karena yang dibicarakan urusan pribadi, bukan urusan rakyat. Beliau juga rela memanggul sendiri sekarung gandum untuk memenuhi kebutuhan seorang rakyatnya yang hanya janda, yang mempunyai anak yang terus menangis akibat kelaparan; bahkan memasak gandum itu sendiri menjadi makanan tanpa si janda itu mengetahui bahwa beliau adalah seorang Khalifah si pemimpin Khilafah. Ini menunjukkan ketulusan dan rasa tanggung jawab yang tinggi seorang penguasa dalam sistem Islam. Masya Allah! Sungguh luar biasa! Siapa yang tidak jatuh cinta pada sosok pemimpin seperti ini. Rakyat pun merasa dihargai dan disayang, dimengerti oleh penguasanya. Tidak akan terbersit untuk melawan, bahkan berlaku anarkis pada pemimpinnya.
Akhlak yang luar biasa dari para pemimpin hasil didikan Islam ini berasal dari penerapan system Pendidikan yang dilakukan Khilafah terhadap rakyatnya, yang berdasarkan akidah Islam. Tujuannya untuk membentuk Masyarakat yang berkepribadian Islam utuh, di mana cara berpikir dan cara bersikapnya sama-sama Islami. Sehingga di setiap individu warga muslim negara Khilafah akan takut dosa manakala dia menyalahi Amanah jabatan yang dia tanggung, karena jabatan tersebut adalah Amanah yang akan dipertanggung jawabkan di hari akhir kelak.
Jika semua penguasa dan pejabat adalah sosok amanah dan takut dosa, ditopang dengan aturan Islam secara kafah yang diterapkan Khilafah yang pasti akan memberikan rasa keadilan dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat dengan bebas pajak, maka rakyat tidak akan terzalimi dan merasa Bahagia dunia akhirat. Tidak akan ada rasa kegelisahan, ketidak puasan, karena semua tercukupi kebutuhan pokoknya, baik sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan; semua akan tercukupi dengan murah, bahkan bisa gratis. Penguasa harus menyayangi rakyatnya, ibarat kasih sayang seorang ibu pada anak-anaknya. Juga penguasa diharamkan mempersulit rakyatnya. Seperti sabda Nabi :
“Ya Allah, siapa saja yang menguasai urusan umatku, lalu menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Siapa saja yang mengurusi umatku, lalu berlaku baik kepada mereka, maka perlakukan dia dengan baik” (HR Muslim).
Hanya dengan Islam kafah dalam naungan Khilafah, rakyat akan terayomi, terlindungi, dan disejahterakan. Karena ini terbukti selama 13 abad lamanya Khilafah menjadi mercusuar dunia, menciptakan peradaban emas tiada tanding. Keberpihakan penguasa pada rakyat akan terasa nyata. Maka menjadi agenda utama umat Islam saat ini adalah untuk mempelajari secara mendalam Islam kafah sebagai Solusi, dan memperjuangkan penerapannya dengan mendakwahkannya, demi terwujud tegaknya Khilafah sebagai “Tajrul Furud” (Mahkota Kewajiban). Umat membutuhkan kelompok dakwah Islam ideologis untuk memperjuangkannya, yang akan membina umat untuk memahami metode dakwah Rasulullah untuk mewujudkan Islam kafah dalam naungan Khilafah tersebut. Semoga momen ini bisa menjadi pencerahan bagi umat untuk memperjuangkannya. Aamiin..
Wallahualam Bisawab
Catatan Kaki :
(1) https://www.detik.com/jateng/bisnis/d-8046642/heboh-kenaikan-pbb-250-di-pati-segini-simulasi-hitungnya?utm_source=copy_url&utm_campaign=detikcomsocmed&utm_medium=btn&utm_content=jateng
(2) https://www.kompas.com/tren/read/2025/08/13/080000465/fakta-demo-pati-hari-ini-tuntutan-aksi-hingga-sosok-bupati-sudewo?utm_source=Various&utm_medium=Referral&utm_campaign=Top_Desktop
(3) https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250814062819-532-1262235/mengapa-tiba-tiba-banyak-pemda-menaikkan-pbb-gila-gilaan-seperti-pati
(4) https://www.cnbcindonesia.com/news/20250814065924-4-657815/saat-sri-mulyani-bicara-pajak-seperti-zakat-was-was-ada-syaiton
(5) https://www.detik.com/kalimantan/berita/d-8077301/joget-hingga-tunjangan-ini-sederet-aksi-anggota-dpr-yang-tuai-kritikan?utm_source=copy_url&utm_campaign=detikcomsocmed&utm_medium=btn&utm_content=kalimantan
(6) https://daerah.sindonews.com/read/1612815/6/5-fakta-driver-ojol-tewas-ditabrak-rantis-polisi-saat-demo-ricuh-di-kawasan-dpr-1756418916
Posting Komentar