-->

Puluhan Warga Tanggalkan Agama Resmi di KTP


Oleh : Tri S, S.Si

Sebuah pergeseran identitas kepercayaan tengah terjadi di Kabupaten Blitar. Sejak 2022 hingga Juni 2025, tercatat sebanyak 78 warga secara resmi mengganti kolom agama pada e-KTP mereka, dari enam agama resmi yang diakui negara menjadi “Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”.

Langkah ini merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan bagi pengakuan hukum atas aliran kepercayaan di Indonesia. Tak lagi dibayangi diskriminasi, kini para penganut kepercayaan dapat mencantumkan identitas spiritual mereka secara sah dalam dokumen kependudukan. Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Blitar, Tunggul Adi Wibowo, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah memfasilitasi proses perubahan data tersebut. Syarat Resmi dan Proses Hukum Tunggul menjelaskan, warga yang ingin melakukan perubahan data pada kolom agama wajib menyertakan surat keterangan atau rekomendasi dari organisasi aliran kepercayaan yang mereka anut (pikiranrakyat.com, 19/07/2025) 

Berpindahnya seseorang yang awalnya memeluk Islam kemudian keluar dari Islam dan memeluk agama lain dalam Islam dimaknai dengan istilah murtad. Sebagai satu agama yang sempurna dan paripurna, tentu saja Islam memiliki pandangan mengenai status orang yang murtad ini.

Salah satu aturan baku yang terkandung dalam Islam adalah mengenai sanksi atau hukuman, disebut dengan sistem uqubat dalam Islam. Aturan ini juga menjelaskan bagaimana Islam memandang orang yang murtad.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi laa ilaaha illallah dan bahwa aku utusan Allah, kecuali karena tiga hal: nyawa dibalas nyawa, orang yang berzina setelah menikah, dan orang yang meninggalkan agamanya, memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin.” (HR. Bukhari 6878, Muslim 1676, Nasai 4016, dan yang lainnya).

Dalam hadis lain, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah dia.” (HR. Bukhari 3017, Nasai 4059, dan yang lainnya).

Hanya saja, sebelum hukuman ini dijalankan, terlebih dahulu dilakukan upaya untuk mengembalikan si murtad tersebut kembali ke jalan Islam. Ia akan didakwahi serta ditawari untuk bertaubat yaitu kembali kepada jalan Ad-dinul Islam, dinnul haq. Upaya ini dijalankan selama tiga hari. Jika dalam tiga hari, si murtad kembali kepada Islam maka ia akan dibiarkan untuk hidup sebagai seorang muslim kembali. Namun, jika sebaliknya, si murtad tetap dalam keyakinan barunya, maka hukuman mati ini akan tetap dilakukan.

Hukuman mati ini merupakan satu hal yang sudah pasti menjadi hukum syara' dalam Islam. Sudah diputuskan pula oleh Rasulullah. Sehingga memang harus dijalankan. Tidak perlu ada ijtihad lain mengenai hal ini atau pertimbangan lain dalam menyikapi murtadnya seorang muslim.

Hukum tegas bagi orang murtad dalam Islam salah satu tujuannya adalah untuk menjaga Islam itu sendiri beserta keseluruhan kaum musim. Jika seorang murtad dibiarkan, ia akan memberikan contoh kepada muslim-muslim yang lain untuk melakukan hal yang serupa. Terlebih, dalam sistem sanksi yang dimiliki oleh Islam, memiliki dua fungsi yaitu sebagai pencegah dan penghapus dosa. Berfungsi sebagai pencegah, sehingga pelaksanaan hukuman akan mencegah terjadinya hal yang serupa di masa depan.

Seorang muslim yang murtad diibaratkan sebagai satu bagian tubuh Islam yang rusak sehingga membutuhkan untuk dibuang atau dihilangkan dari tubuh Islam itu sendiri. Jika tidak, lambat laun bagian yang rusak ini malah akan dapat merongrong tubuh Islam sampai akhirnya membuat Islam menjadi lemah dan ikut rusak. Hukuman ini juga sebagai bentuk penjagaan terhadap satu-satunya agama yang diridhoi Allah ini.

Kemurtadan tokoh ini seakan melupakan peringatan Allah dalam surat At Taubah ayat 3, yang artinya, "Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih."

Yang lebih parah adalah adanya syiar tentang kemurtadan. Diliput dan diberitakan oleh banyak media seakan menjadi satu hal yang pantas untuk diketahui banyak orang. Kemurtadan ini juga dikaitkan dengan teori kebebasan beragama dan HAM. Tidak boleh ada paksaan dalam beragama. Bahkan, syariat Islam mengenai sanksi terhadap muslim yang murtad juga dipelintir demi kepentingan melegalkan hal ini, dengan berkedok pada teori kebebasan beragama dan HAM ini.

Syariat Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam. Akan ada ketenangan dan kebaikan jika syariat tersebut diterapkan. Tak hanya dalam level individu saja, namun kebaikan ini juga akan dirasakan seluruh alam. Muslim yang melakukan kesalahan sudah selayaknya diperingatkan dan diberitahu akan kesalahannya tersebut, sehingga memahami kesalahannya dan kembali pada kebaikan. Tidak malah seakan diumumkan dan diberitakan agar diketahui khalayak umum. Sayang sekali, hal ini tak kita temukan dengan mudah saat Islam dan syariatnya tak banyak dikenal bahkan tak diterapkan dengan tepat dan menyeluruh.

Allah Ta'ala menjelaskan tentang nasib orang murtad di dunia dan akhirat,

وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

"Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217)

Di sini, Allah Ta’ala menjelaskan bahwa mati di atas kemurtadan menghapuskan seluruh amal shalih di dunia dan akhirat, serta mengakibatkan kekal di dalam Neraka.

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَنْ تُقْبَلَ تَوْبَتُهُمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الضَّالُّونَ

"Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima tobatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat." (QS. Ali Imran: 90)

Siapa yang kafir setelah sebelumnya beriman dan terus-terusan kafir dan tidak mau bertaubat sampai datang kematian, maka sekali-kali Allah tidak akan menerima taubatnya ketika ajal menjemputnya.

Jika ia bertaubat di kemudian hari. Kembali menjadi muslim. Maka diampuni semua dosanya dan dikembalikan lagi pahala amal-amal shalih yang dulu pernah dikerjakannya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Zumar: 53)

Kesimpulannya, jika orang yang mati di atas agama selain Islam maka dosanya tak akan diampuni. Tempat kembalinya neraka. Kekal di dalamnya dalam laknat. Ini bahaya murtad. Wallahu A’lam.