-->

Mengembalikan Peran Strategis Santri


Oleh : Devy Rikasari
(Aktivis dakwah & praktisi pendidikan) 

Setiap tanggal 22 Oktober, masyarakat Indonesia memperingati Hari Santri. Berbagai acara seremonial mulai dari apel, doa bersama, santunan kepada anak yatim, baca kitab hingga festival sinema diadakan untuk memeriahkan peringatan ini. Peringatan Hari Santri tahun ini memiliki tema “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia”. Presiden Prabowo menyampaikan bahwa tema ini mencerminkan tekad santri untuk berkontribusi demi kemajuan bangsa. Untuk mencapai hal ini, menurut bapak Presiden, selain ilmu agama, santri juga harus dibekali dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dan keterampilan agar ia siap bersaing di kancah global. Ia juga menyinggung spirit Resolusi Jihad yang dipelopori oleh KH. Hasyim Asy’ari untuk menyemangati para santri. (setneg.go.id, 22-10-2025)

Sejarah Hari Santri Nasional

Hari Santri lahir pertama kali digagas oleh ratusan santri di Pondok Pesantren Babussalam, Desa Banjarejo, Malang, pada tahun 2014. Ide ini kemudian disambut baik oleh calon presiden saat itu, Joko Widodo, yang semula akan ditetapkan tanggal 1 Muharram. Akan tetapi, Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) mengusulkan agar tanggal yang dipilih adalah 22 Oktober karena memiliki sejarah yang kuat. Pada tanggal tersebut, KH. Hasyim Asy’ari – sebagai seorang ulama besar – mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad sebagai seruan kepada umat Islam umumnya, dan kalangan santri pada khususnya untuk mempertahankan Indonesia dari serangan penjajah. Meski menuai kontroversi, akhirnya Presiden Jokowi pada 15 Oktober 2015 menetapkan 22 Oktober sebagai HSN melalui Keppres No. 22 Tahun 2015. (kabcianjur.baznas.go.id, 10-10-2025)

Peran Strategis Santri Mewujudkan Peradaban Islam yang Gemilang

Sebagai bagian dari umat Islam, kita tentunya merasa bangga dengan spirit jihad yang dimiliki para santri saat mengusir penjajah dahulu. Namun sayang, spirit itu tidak nampak dalam jiwa mayoritas santri saat ini. Apalagi jika melihat sosok santri saat ini yang belum menggambarkan sosok yang fakkih fiddin dan menjadi agen perubahan. Santri justru dimanfaatkan menjadi agen moderasi beragama dan agen pemberdayaan ekonomi. Mereka tidak memiliki visi misi mengusir penjajahan gaya baru dengan menjaga umat dari berbagai pemikiran sekuler dan aneka pemikiran asing lainnya. Yang terjadi malah sebaliknya, santri menjadi corong pemikiran sekuler.

Padahal santri memiliki peran strategis dalam menjaga umat dan mewujudkan peradaban Islam yang gemilang. Peran itu adalah fakkih fiddin dan menjadi agen perubahan yang menegakkan syariat Islam yang kaffah. Seharusnya santri menjadi garda terdepan dalam menangkal pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Dengan kekuatan pemahaman Islam yang didapatkan selama di pondok pesantren serta rutinitas pondok yang senantiasa terikat dengan syariat Islam menjadi modal utamanya. Sayangnya dengan berbagai program saat ini justru tak ayal malah mengaburkan fokus para santri. Santri yang seharusnya fokus menuntut ilmu agama malah disusupi pemikiran moderasi beragama. Selain itu, perhatian mereka juga tersita dengan beragam program pemberdayaan ekonomi.

Peradaban Islam yang Gemilang Hanya Dicapai dengan Penerapan Islam Kaffah

Allah SWT. berfirman dalam Al Qur’an surat An-Nur ayat 55 bahwa Ia akan meneguhkan kembali keadaan umat Islam seperti dahulu kala, saat umat Islam menjadi mercusuar peradaban. Artinya, kegemilangan umat Islam adalah janji Allah yang pasti akan terjadi. Meski banyak pihak meragukan kembalinya kejayaan Islam dan berusaha memadamkan cahayanya, namun beragam usaha itu pasti akan menemui kegagalan. Akan tetapi, keyakinan umat Islam akan janji-Nya tentu harus dibarengi upaya yang massif untuk mewujudkannya.

Bagaimana kita dapat mengembalikan peradaban Islam yang gemilang? Teladan kita adalah Rasulullah saw. dan para sahabat. Mereka adalah pelopor perubahan yang sangat patut kita ikuti. Tak ada dalam sejarah, Rasulullah dan para sahabat berkompromi dengan pemikiran sekuler demi kejayaan Islam. Perjuangan menegakkan kejayaan Islam dan kaum muslimin dicapai dengan dakwah yang massif menyadarkan umat tentang Islam dan kebobrokan sistem hidup jahiliyah yang mereka terapkan saat itu.

Kekonsistenan Rasulullah saw. dan para sahabat membuahkan hasil, ditandai dengan hijrah ke Madinah, hijrah pula kehidupan kaum muslimin yang asalnya sekuler menjadi kehidupan yang hanya menerapkan Islam saja. Berbagai penderitaan di jalan dakwah telah mereka rasakan dan itu pula yang akan dihadapi oleh para pembela Islam hari ini.

Pesantren dan Khilafah

Sistem Islam yang berhasil diterapkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat kemudian dikenal dengan sistem khilafah. Ini adalah sistem pemerintahan Islam yang hukum-hukumnya digali dari Al-Qur’an dan As-Sunah. Para pejabat yang diangkat hanya menjalankan hukum syara bukan yang lain. Mereka diangkat dengan loyalitas kepada hukum syara bukan kepada para pemilihnya, sehingga tidak ada politik balas budi dalam Islam.

Sepanjang sejarah kekhilafahan Islam, akan ditemui banyak bukti kegemilangan Islam terkait dengan pesantren. Sebut saja, Madrasah Nizhamiyah dan Al-Qarawiyin. Kita akan melihat bagaimana pemikiran Islam yang agung berkolaborasi dengan ilmu pengetahuan yang muaranya adalah untuk kejayaan Islam dan kaum muslimin. Kita juga dapat melihat sejarah para penemu dunia yang ternyata berasal dari kaum muslimin, mereka adalah orang-orang yang fakkih fiddin, bukan orang-orang sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.

Oleh karena itu, jika ingin mengembalikan peradaban Islam kepada kegemilangan, pesantren juga harus mengembalikan perannya sebagai ”pabrik” orang-orang yang fakkih fiddin, yang darinya akan menjadi para pengemban dakwah di tengah-tengah umat dan menjadi agen perubahan. Hanya dengan inillah peran strategis santri akan kembali.

Wallahualam bissawab.