-->

KAPITALISASI AIR MENYENGSARAKAN RAKYAT


Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)

Saat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) saat mengunjungi pabrik AQUA di Subang pada 21 Oktober lalu, beritanya menjadi viral dan videonya mengagetkan masyarakat. Ini karena KDM menemukan fakta bahwa ternyata sumber air AQUA berasal dari pengeboran sumur dalam yang air dari bawah tanah, bukan dari mata air pegunungan seperti yang dipromosikan di iklannya selama ini (www.tempo.co, Jumat 24 Oktober 2025) (1).

Klarifikasi pun diberikan Pihak AQUA/Danone Indonesia. AQUA menjelaskan dalam situsnya, bahwa proses penentuan sumber air AQUA dilakukan oleh tim ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti geologi, hidrogeologi, geofisika, dan mikrobiologi dari universitas Gadjah Mada dan universitas Padjajaran. Bahan baku air AQUA bukan dari air permukaan atau air tanah dangkal, tapi air dari akuifer dalam (kedalaman 60–140 meter) yang terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air. Karenanya, air akuifer itu bebas dari kontaminasi aktivitas manusia dan tidak mengganggu penggunaan air masyarakat. 

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) akan memanggil manajemen PT Tirta Investama berkaitan tentang hal ini sebagai upaya kroscek. AQUA akan dikenai sanksi administratif hingga pidana dengan dugaan iklan menyesatkan, jika ditemukan pelanggaran terhadap UU Perlindungan Konsumen. BKPN juga meminta Kementerian ESDM untuk memastikan metode pengambilan air AQUA tersebut, apakah sudah sesuai dengan izin pemanfaatan air tanah industri atau tidak (www.mediaindonesia.com, Sabtu 25 Oktober 2025) (2).

Tentang komentar KDM bahwa AQUA katanya air pegunungan tapi mengapa di bor, pakar hidrogeologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Profesor Lambok M Hutasoit meluruskannya. Yang dimaksud air pegunungan yang digunakan industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) itu bukanlah langsung dari mata air yang muncul di permukaan pegunungan, tapi berada dalam sistem akuifer yang dihasilkan dari proses alami di pegunungan. Air yang berasal dari hujan yang meresap ke dalam tanah, lalu mengalir ke sumber air dan diambil dari akuifer bawah tanah di pegunungan air. Ada alasan ilmiahnya mengapa industri besar memilih sumber air dari pegunungan dibanding air tanah biasa. Karena tidak semua air tanah aman untuk dikonsumsi, meskipun air tanah sering mengandung mineral. Karena terkadang air tanah mengandung kromium IV yang beracun, sehingga harus dianalisa kandungannya terlebih dahulu (www.mediaindonesia.com, Kamis 23 Oktober 2025) (3).

Hikmah dari mencuatnya polemik soal sumber airnya AQUA yang berasal dari viralnya video KDM, membuat masyarakat jadi mengerti ternyata sumber air di negeri ini banyak dikuasai oleh pihak swasta. Ada 19 sumber air pegunungan yang tersebar di seluruh Indonesia yang dimiliki oleh AQUA, cukup banyak. Belum Perusahaan AMDK lainnya. AQUA menguasai 60% pasar AMDK; sedangkan 40% yang lainnya, yang menurut asosiasi industri ada 1.200 perusahaan, juga menguasai berbagai sumber air yang ada di negara kita ini. Bisnil air mineral memang menguntungkan. Pertumbuhan industri AMDK mencapai rata-rata 6–12% per tahun menurut data dari Asosiasi Perusahaan AMDK Indonesia (Aspadin). Dengan dominasi segmen air mineral dan air galon isi ulang, nilai pasar AMDK Rp 30 triliun pada 2025.

Air menjadi lahan bisnis basah karena jelas menguntungkan. Ini karena air merupakan kebutuhan dasar manusia. Dampaknya, air dikomersilkan alias dikapitalisasi; yang berdampak kerugian besar bagi kehidupan manusia. Inilah karena paradigma berpikir di negeri ini adalah sekuler kapitalistik, Dimana apa pun akan dijual selama itu menguntungkan; termasuk air yang menjadi kebutuhan dasar rakyat. Akhirnya air bersih menjadi barang mewah yang tidak bisa didapatkan dengan mudah oleh semua orang. Dampak langsungnya, warga sekitar pabrik malah kekurangan air karena air mereka tersedot ke Perusahaan AMDK tersebut. Warga Subang pun mengeluh tidak kebagian air. Warga miskin pun banyak yang harus membayar lebih demi membeli air galon. Tidak adilnya, perusahaan besar malah dibebaskan mengambil air untuk menjualnya kembali.

Padahal banyak dampak buruk akibat pemanfaatan air tanah secara besar-besaran dan sudah banyak kajian ilmiahnya. Seperti dampak pengambilan akuifer dalam skala besar dapat menurunkan permukaan air tanah, menghilangkan mata air di sekitar, serta menimbulkan potensi amblesan tanah (land subsidence), dan lain-lain. Tetap saja potensi kerusakan itu ada, meskipun perusahaan AMDK mengaku memiliki tim ahli untuk menjaga keamanan. Seperti yang disampaikan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq. Beliau menyatakan bahwa dampak masifnya pengambilan air tanah adalah penurunan permukaan tanah yang meningkatkan potensi banjir rob. Permukaan tanah di pesisir Jakarta dan Jawa mengalami penurunan hingga 10 cm per tahun, bahkan di Jakarta mencapai 20–30%.  

Sistem sekuler kapitalisme saat ini juga menyebabkan negara justru sedikit demi sedikit menyerahkan urusan pelayanan rakyat kepada swasta, termasuk penyediaan air bersih. Tentu perusahaan swasta hanya akan menyalurkan komoditas air bersih hanya kepada mereka yang sanggup membelinya, sebab orientasi mereka adalah keuntungan, bukan sosial; sehingga distribusinya pun terbatas. Negara pun abai terhadap pelayanan air bersih pada rakyatnya. Faktanya 28 juta warga kita menghadapi kesulitan dalam mengakses air bersih setiap hari; 26% atau 2,1 miliar orang penduduk dunia kesulitan mengakses air bersih atau 1 dari 4 orang di dunia kekurangan air bersih, tapi negara-negara di dunia yang memang berkiblat pada kapitalisme ini hanya bisa pasrah.

Berbeda dengan Islam. Islam sebagai ajaran syamilan (menyeluruh) dan kamilan (sempurna), mengatur segala aspek kehidupan; termasuk mengatur tata kelola air. Negaralah yang bisa mewujudkannya, yaitu Khilafah sebagai penerap Islam kafah (menyeluruh). Khilafah bertanggungjawab menyediakan air bagi rakyat. Ini karena air merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dan Khilafah sebagai negara wajib memenuhinya. Ini mengacu pada hadis Nabi :
“Imam (khalifah) itu laksana penggembala, dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam Islam, air adalah kepemilikan umum, sehingga Masyarakat memilikinya secara bersama-sama. Dalam kitab An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, kepemilikan dibagi menjadi tiga jenis; yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Ini sesuai hadis Nabi :
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Air karena termasuk kepemilikan umum, wajib dikelola oleh negara dan hasilnya (keuntungannya) dikembalikan kepada masyarakat. Sumber air yang melimpah seperti sungai, laut, selat, teluk, dan danau; semua haram diprivatisasi dan dikomersialisasi. Pengelolaan yang jika melibatkan swasta hanya dalam urusan teknis dan di bawah kendali negara.

Khilafah sebagai pengelola sumber air, akan mengelolanya untuk rakyat sehingga seluruh rakyat bisa mendapatkannya secara gratis. Bisa dengan mendirikan industri air bersih perpipaan yang menjangkau seluruh pelosok negeri, atau mengemas air agar praktis dibawa ke mana-mana. Semua tentu membutuhkan peralatan yang canggih dan teknologi tinggi, yang akan mudah diwujudkan dengan dukungan pembiayaan dari Baitul Mal (APBN) Khilafah dengan sumber pemasukan yang sangat banyak; terutama dari SDA (Sumber Daya Alam) berupa tambang-tambang yang semuanya merupakan kepemilikan umum juga. Maka air akan tersalurkan secara merata kepada seluruh rakyat dan kerusakan alam dapat diminimalkan. Ini karena pengelolaan air oleh Khilafah sesuai kebutuhan, bukan untuk dikapitalisasi alias kepentingan mencari untung.

Kapitalisasi air oleh Perusahaan-perusahaan AMDK yang berujung krisis air karena penerapan system kapitalisme saat ini. Sistem ini harus diganti dengan sistem Islam yang penuh berkah dan solutif terhadap problem kekinikan apa pun. Hanya dengan penegakan system Islam alias penerapan Islam secara kafah dalam naungan Khilafah, maka Khilafah sebagai negara akan mampu memenuhi seluruh kebutuhan umat, termasuk air. 

Wallahualam Bisawab

Catatan Kaki :
(1) https://www.tempo.co/politik/danone-jelaskan-soal-sumber-air-aqua-usai-sidak-dedi-mulyadi-2082822
(2) https://mediaindonesia.com/humaniora/824076/polemik-isu-sumber-air-aqua-indonesia-halal-watch-ingatkan-potensi-sanksi-berat
(3) https://mediaindonesia.com/jabar/berita/823383/polemik-sumber-air-aqua-pakar-hidrogeologi-meluruskan-pendapat-kdm