-->

Kapitalisme Lahirkan Krisis Moral pada Generasi


Oleh : Ummu Hanan

Baru baru ini dunia pendidikan dikejutkan dengan beredarnya gambar seorang siswa sekolah menengah atas (SMA) tengah merokok di dalam kelas. Lebih memilukan lagi, siswa tersebut merokok sembari mengangkat kaki di atas meja tepat di samping seorang lelaki paruh baya yang kemudian diketahui sebagai guru. Sang guru tak melakukan tindakan apa pun sebab khawatir terindikasi melanggar hak asasi manusia (HAM) sehingga rentan diperkarakan. Kejadian ini terjadi di wilayah Makasar, Sulawesi Selatan. Lain halnya di daerah Banten, ketika seorang kepala sekolah memilih untuk menindak tegas siswa di sekolahnya yang terciduk merokok di lingkungan sekolah dengan menamparnya. Sontak, beragam tudingan negatif diarahkan kepada kepala sekolah tersebut karena dianggap telah menormalisasi kekerasan di lingkungan sekolah (suara.com, 18/10/2025).

Dekadensi moral menjadi persoalan dunia pendidikan yang terelakkan. Tidak hanya di negeri, namun seolah menjadi sebuah fenomena global. Para remaja tampak telah terbiasa melakukan aktifitas orang dewasa yang tidak memberikan kemanfaatan bagi mereka, terlebih dilakukan pada kondisi yang tidak semestinya. Sebagai permisalan, kebiasaan merokok di sekolah. Menurut organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO), diperkirakan sekitar 15 juta remaja yang berusia anatara 13 hingga 15 tahun telah menggunakan rokok elektrik atau vape. Remaja juga berpotensi menjadi pengguna vape 9 kali lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa (inforemaja.id, 14/10/2025). Realitas ini menunjukkan adanya perubahan gaya hidup di tengah generasi yang berpotensi mengarahkan mereka pada krisis moral.

Tidak mudah menjadi pendidik di sistem kapitalisme seperti saat ini. Mereka dituntut untuk menjadi pendidik di tengah sistem yang justru merusak anak didik mereka. Adanya pandangan terkait hak asasi yang ditafsirkan secara serampangan sehingga guru tak berkutik menghadapi kelakukan murid yang tidak beradab. Manakala guru memeri tindakan dengan tegas misalnya melalui teguran secara fisik maka bukan tidak mungkin guru tersebut akan terancam pidana karena dianggap telah melakukan kekerasan terhadap murid. Tetapi di sisi lain, tanpa adanya teguran kelancangan murid menjadi tak terkendali. Tidak ada lagi ruang kedisiplinan berganti dengan kriminalisasi guru. Dunia pendidikan hanya menjadi tempat menitipkan anak untuk meraih capaian akademik namun kosong dari sentuhan spiritual. 

Ini semua tidak lain adalah buah penerapan sistem kapitalisme yang liberal. Di satu sisi, kapitalisme memfasilitasi para remaja untuk mengakses dan mempraktikkan perilaku buruk atas dasar kejantanan atau agar tampak hebat di antara teman sebayanya, seperti pada kasus pelajar merokok. Di sisi lain, kapitalisme telah menghilangkan peran vital negara dalam menjaga fitrah generasi. Mereka yang seharusnya melejitkan potensi dirinya dengan kontribusi bagi peradaban manusia justru merosot dengan beragam persoalan kenakalan remaja. Generasi dalam kubangan sistem kapitalisme telah kehilangan nilai-nilai fundamental sopan santun serta rasa hormat terhdap guru. Kapitalisme terbukti telah gagal mewujudkan generasi yang berkualitas, apalagi jika berharap akan lahir “generasi emas” sebagaimana yang digadang-gadang akan terwujud nanti di tahun 2045.

Krisis moral pada generasi seharusnya tak perlu terjadi jika kita kembali kepada aturan kehidupan yang berasal dari Allah Swt. Syariat Islam merupakan gambaran penerapan aturan kehidupan yang paripurna mencakup seluruh aspek, termasuk tentang bagaimana mencetak generasi berkualitas unggul. Dimuali dari penerapan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam, sejak awal para generasi ditempa dan dididik dengan tsaqafah Islam. Sistem pendidikan Islam akan memaksimalkan output nya dengan melahirkan generasi pemimpin, menguasai ilmu agama dan sainstek serta berkepribadian Islam. Begitupun dalam hal kedudukan para guru, maka Islam memuliakan para guru dengan keutamaan mereka mengajarkan ilmu. Bukan berarti guru mustahil bersalah, akan tetapi keberadaan guru yang beradab akan menopang terwujudnya generasi yang beradab pula. 

Keunggulan sistem Islam telah terbukti mampu melahirkan generasi terbaik sepanjang peradaban umat manusia. Mereka tidak sekadar cakap dalam ilmu agama namun menguasai ilmu terapan sehingga mampu menghasilkan inovasi yang bermanfaat bagi kehidupan generasi setelahnya, bahkan hingga saat ini. Sebut saja para polymath yang hidup pada masa kekhilafahan Islam, seperti Al Kindi, Al Khawarizmi, Ar Razi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Ibnu Al Haytham, Al Biruni dan masih banyak lagi. Karya mereka abadi sepanjang masa dan memberi kebermanfaatan, langka kiranya kita menemukan sosok-sosok semisal mereka dalam sistem kapitalisme seperti sekarang. Oleh karena itu, generasi saat ini harus segera kita selamatkan dengan Islam. Jangan sampai generasi muda semakin terperosok dalam jurang kenistaan sistem kapitalisme. Saatnya generasi mengenali agama mereka dan bangga berislam kaffah, Allahu Akbar! Allahu’alam.