Pendudukan Gaza Sudah Berlangsung Sejak Lama, Bebaskan Segera
Oleh : Henise
Pernyataan terbaru Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tentang rencana full occupation atau penguasaan total Gaza kembali memicu kemarahan dunia internasional. PBB, sejumlah negara Arab, termasuk Indonesia, mengutuk langkah ini sebagai pelanggaran berat hukum internasional. Namun yang perlu kita sadari, ucapan Netanyahu ini bukanlah ancaman baru, melainkan kelanjutan dari penjajahan yang sudah berlangsung puluhan tahun.
Opini yang beredar di media seolah-olah Israel baru berniat mengambil alih Gaza setelah pernyataan ini. Padahal, sejak lebih dari 75 tahun lalu, Palestina telah hidup di bawah cengkeraman Zionis, dan Gaza menjadi salah satu titik paling strategis yang terus mereka incar. Sebenarnya, apa yang disebut sebagai full occupation hanyalah babak lanjutan dari proyek pendudukan yang tidak pernah berhenti.
Penjajahan yang Disamarkan
Selama ini, narasi global sering dibentuk seakan Gaza masih memiliki “kedaulatan” meskipun diblokade total, dikontrol perbatasannya, dan warganya diawasi setiap detik oleh teknologi militer Israel. Fakta sebenarnya, Gaza telah menjadi penjara terbuka terbesar di dunia, dengan akses keluar-masuk, suplai pangan, listrik, dan air bersih sepenuhnya bergantung pada izin penjajah.
Pernyataan Netanyahu tentang penguasaan penuh hanyalah pengakuan terselubung bahwa Gaza memang berada di bawah kendali Zionis. Bedanya, kali ini mereka ingin melegalkannya secara formal di mata internasional.
Inilah tipu daya penjajah: memecah perhatian, mengatur opini publik, dan membuat dunia percaya bahwa pendudukan baru dimulai sekarang, padahal ia sudah berjalan lama.
Makna Penjajahan dalam Islam
Islam memandang penjajahan sebagai bentuk kezaliman yang harus dihapus total, bukan dinegosiasikan. Penjajahan adalah perampasan hak milik umat dan pelanggaran terhadap kehormatan mereka. Oleh karena itu, solusinya bukan sekadar diplomasi atau resolusi PBB, melainkan mengusir penjajah hingga benar-benar keluar dari tanah yang mereka duduki.
Rasulullah ﷺ dan para sahabat telah mencontohkan bahwa membiarkan penjajahan berarti membiarkan kemungkaran besar terjadi. Allah berfirman:
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik laki-laki, wanita, maupun anak-anak yang berdoa: ‘Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang penduduknya zalim’...” (QS An-Nisa: 75)
Ayat ini menegaskan bahwa pembelaan terhadap tanah yang dijajah adalah kewajiban, dan jihad adalah jalan yang Allah tetapkan untuk mengusir penjajah.
Jihad Fii Sabilillah: Satu-satunya Jalan Pembebasan Gaza
Sejarah membuktikan bahwa penjajahan tidak akan pernah berakhir hanya dengan kecaman internasional. Palestina telah menerima ratusan resolusi PBB, tetapi tanahnya terus dicaplok. Gaza telah menjadi simbol keteguhan perlawanan, namun juga saksi bahwa blokade dan serangan militer tidak akan berhenti selama Zionis bercokol di tanah itu.
Pembebasan Gaza dan Palestina hanya mungkin dengan kekuatan militer yang terorganisir dalam jihad fii sabilillah. Namun, jihad dalam Islam bukanlah aksi sporadis, melainkan tindakan terencana di bawah komando pemimpin tunggal kaum Muslim, yaitu Khalifah.
Khalifah memiliki kewajiban syar’i untuk memimpin jihad melawan penjajah hingga mereka angkat kaki. Inilah yang membedakan jihad dalam Khilafah dengan perlawanan parsial saat ini: jihad dilakukan dengan kekuatan penuh, melibatkan seluruh potensi umat, dan memiliki legitimasi dari syariat.
Mengembalikan Komando Umat
Hari ini, umat Islam terpecah menjadi puluhan negara, masing-masing dengan kepentingan politiknya sendiri. Palestina menjadi isu diplomasi, bukan kewajiban jihad bersama. Tidak ada satu pun negara Muslim yang berani mengerahkan kekuatan militer penuh untuk membebaskannya. Semua terikat oleh perjanjian internasional dan tekanan politik dari kekuatan besar dunia.
Karena itu, perjuangan pembebasan Palestina tidak bisa dipisahkan dari perjuangan menegakkan kembali Khilafah. Hanya dengan Khilafah, komando jihad bisa disatukan, strategi bisa diatur secara global, dan kekuatan militer umat bisa diarahkan untuk mengusir penjajah.
Dakwah Ideologis sebagai Awal Jalan
Menegakkan Khilafah bukan sekadar mimpi, tetapi kewajiban yang harus diupayakan. Langkah awalnya adalah membangun kesadaran umat melalui dakwah ideologis secara berjamaah. Dakwah ini mengajak umat untuk memahami bahwa penderitaan Palestina, termasuk Gaza, adalah akibat dari runtuhnya institusi politik umat yang dulu melindungi tanah Islam dengan darah dan nyawa.
Tanpa kesadaran ini, umat akan terus diarahkan pada solusi-solusi semu: negosiasi yang tidak pernah tuntas, bantuan kemanusiaan yang sekadar menunda penderitaan, dan perlawanan simbolis yang tidak mengubah realitas.
Penutup
Netanyahu mungkin ingin dunia percaya bahwa pendudukan Gaza adalah rencana baru. Tetapi umat Islam harus paham, Gaza telah dijajah sejak lama. Rencana full occupation hanyalah kelanjutan dari proyek besar Zionis yang menargetkan seluruh Palestina.
Maka, kewajiban kita bukan hanya mengutuk atau berempati, tetapi berjuang mengembalikan kekuatan umat melalui tegaknya Khilafah. Dengan Khilafah, jihad fii sabilillah akan kembali menjadi komando resmi umat, dan Palestina akan benar-benar dibebaskan dari penjajahan, sebagaimana tanah-tanah Islam dahulu dibebaskan oleh para Khalifah.
Gaza tidak butuh simpati semata — ia butuh pembebasan yang nyata. Dan itu hanya akan datang dari kekuatan Islam yang bersatu di bawah panji Laa Ilaaha Illallah.
Wallahu a'lam
Posting Komentar