-->

Kota Sehat Hanya Terwujud Dengan Islam


Oleh : Ria Nurvika Ginting, SH, MH (Dosen-FH)

Kabupaten Deli Serdang secara umum, demografinya mengelilingi kota Medan selaku ibukota Provinsi Sumatera Utara. Deli Serdang terdiri dari 22 kecamatan, 380 desa dan 14 kelurahan, dengan populasi sebanyak 2.048.000 jiwa. Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) nya pun lebih tinggi dari kabupaten/kota sekitar pada tahun 2024 di atas rata-rata Sumatera Utara dan Nasional yaitu 77,56. Pencapaian ini disampaikan oleh Bupati Deli Serdang J.Asri Ludin Tambunan kepada Tim Verifikator Pusat dan Pembina KKS serta Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada Verifikasi Lanjutan Program KKS Tahun 2025 secara virtual di Kantor Bupati Deli Serdang, Selasa, 5 Agustus 2025 lalu. Hal ini yang menjadikan Kabupaten Deli Serdang untuk pertama kalinya masuk ke verifikasi lanjutan Kabupaten/Kota Sehat (KKS) 2025. (desernews.com, 7/8/25)

Masalah kesehatan utama di kabupaten Deli Serdang meliputi Stunting dan Tuberculosis (TBC). Masuknya Deli Serdang dalam tahap verifikasi lanjutan KKS 2025 menjadi tanda tanya. Karena masalah stunting dan TBC sampai saat ini belum juga bisa teratasi dengan tuntas. Beberapa upaya memang telah dilakukan oleh pemerintah namun upaya-upaya yang dilakukan tersebut tidak akan memberikan pengaruh jika akar permasalahannya tidak dituntaskan. 
Menyelesaikan permasalahan stunting dan kesehatan lainnya haruslah dilakukan secara fudamental dan menyeluruh. Tidak akan selesai secara tuntas jika hanya menyelesaikan masalah-masalah cabangnya saja, semisal memberikan tambahan makanan, susu gratis, atau makan siang gratis. Terlebih lagi saat ini dalam sistem kapitalis-sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah menjadikan kesehatan merupakan komoditi bisnis. Sehingga layanan kesehatan menjadi sulit diakses oleh setiap orang dari desa hingga kota. 

Meskipun untuk masalah stunting tidak selalu berkolerasi dengan kemiskinan namun kemiskinan menjadi salah satu faktor tidak tercukupinya nutrisi dan gizi pada anak. Kemiskinan yang terjadi saat ini merupakan kemiskinan sistemik dimana dalam sistem kapitalis-sekuler yang dapat menikmati pelayanan adalah pemilik modal. Pemilik modal dapat memiliki apapun sehingga kondisi yang miskin semakin miskin yang kaya semakin kaya. Kesenjangan sosial semakin menganga.  

Hal ini berbeda dengan sistem Islam. Sistem Islam memberikan jaminan kesehatan masyarakat dengan paradigma kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang harus dijamin negara. Selain itu, peran negara bukan sebagai regulator melainkan pihak yang bertanggungjawab penuh atas pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat secara gratis dan berkualitas. Negara akan menyediakan rumah sakit sesuai kebutuhan masyarakat yang dilengkapi dengan fasilitasnya tanpa membedakan desa dan kota. Jumlah dokter dan obat-obat yang berkualitas juga akan disediakan oleh negara dan ini merata keseluruhan negeri.

Negara juga akan menyediakan pembiayaan kesehatan anti defisit yang tidak membebani masyarakat, rumah sakit, dan para dokter sedikit pun. Pembiayaan berbasis baitul maal yang bersifat mutlak, sumber-sumber pemasukan serta pengeluaran berdasarkan ketentuan syriat. Rumah sakit ataupun lembaga-lembaga pelayanan kesehatan lainnya tidak boleh menjadi sumber pemasukan negara.

Negara sebagai pelaksana paradigma yang menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat dengan gratis ini telah terbukti dalam sejarah ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam sebuah institusi Daulah Khilafah Islamiyah. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas ra. yang menuturkan bahwa rombongan dari Kbilah ‘Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah saw. selaku kepala negara lalu meminta mereka untuk tinggal di pengembalaan unta zakat yang terletak di dekat Quba'. Selama disana mereka diizinkan untuk minum air susunya secara gratis sampai sembuh. Khalifah Umar selaku kepala negara Islam juga telah menjamin kesehatan rakyatnya secara gratis dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa meminta sedikitpun imbalan dari rakyatnya. 

Perhatian kesehatan yang dilaksanakan oleh Khalifah tidak dibatasi di kota-kota besar saja tapi hingga pelosok desa bahkan di dalam penjara-penjara sekalipun. Selain itu, kebijakan khalifah membuat Rumah Sakit keliling pun sudah ada. Rumah Sakit ini masuk dari desa ke desa. Perlu dicatat di sini, khilafah saat itu benar-benar memberikan perhatian di bidang kesehatan dengan layanan nomor satu tanpa membedakan lingkungan, strata sosial ataupun tingkat ekonomi.