KEBIJAKAN YANG TAK BIJAK DARI PAJAK
Oleh : Evi Derni Sp.d
Wakil Menteri Koordinator bidang politik dan keamanan (waminkopolkam) l edwijk f Paulus mengingatkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah meminta para kepala daerah untuk tidak membuat kebijakan yang memicu kegaduhan. Hal ini disampaikan l edwijk merespon unjuk rasa masyarakat Pati yang menuntut Bupati Pati Sadewo mundur. Imbas kebijakan menaikkan PBB-p2 sebesar 250%.(kompas.com 17/08/2025).
Kalau kita berbicara pajak bukan hanya domain di negeri kita, selama negara itu menerapkan sistem Kapitalisme maka kita akan temukan bahwa sumber utama pendapatan negara itu adalah pajak. Realitas yang kita saksikan hari ini, kebijakan negara terkait pajak semakin dzolim dirasakan oleh masyarakat. Sampai ada fenomena demonstrasi yang menimbulkan korban. Seperti yang terjadi di salah satu Kabupaten di Pati, kenaikan PBB yang fantastis 250%. sebenarnya bukan hanya di Pati, di beberapa daerah lain bahkan ada yang 1000%.
Seolah tinggal menunggu bom waktu ketika masyarakat sadar ketika mereka dihimpit dengan kesulitan kehidupan sementara pemimpinnya tidak empati terhadap kesulitan-kesulitan mereka, bahkan terus membebani dengan berbagai pungutan maka masyarakat suatu saat juga akan berontak. Dalam sistem Kapitalisme adalah hal yang biasa sejak lahir sampai mati kita kena pajak. Kita kenal yang disebut akte kelahiran di sana ada materai dan ini merupakan bentuk pajak. Kita juga mengenal retribusi makam bahwa ahli warisnya tidak bayar retribusi setahun makam itu akan hilang.
Ini menunjukkan Negara ini dan para pengambil kebijakan tidak punya pemikiran lain untuk medapatkan pemasukan kecuali dengan pajak. Seolah-olah tertutup selain pajak dan utang. Data terbaru dari BPS 2024-2025 pendapatan Negara dari pajak luar biasa 82,4% dari pajak. Sementara sumber daya alam kontribusinya terhadap APBN hanya 7,4% kecil sekali.
Para ulama dan juga intelektual sudah mengingatkan ketika sebuah Negara sudah betul-betul menjadikan pajak sebagai sumber utama pendapatan itu akan mendekati titik kehancuran. Karena rakyat dieksploitasi sementara oligarki diberikan karpet merah bahkan mereka bebas pajak juga. Kebijakan berupa tag holiday, tag amnesty contohnya. Bagaimana pernyataan myenteri Keuangan yang menyebutkan bahwa pajak sama dengan zakat dan wakaf. Pernyataan ini mengingatkan kita pada hadist Rasulullah SAW "akan datang suatu masa di mana para pemimpin itu banyak berdusta, banyak berbohong maka muncullah pemimpin yang disebut dengan ruwaibidhah yaitu pemimpin bodoh yang kemudian mendapatkan amanah untuk mengurus rakyat". Bodoh di sini dalam arti tidak menjadikan syariat Allah sebagai landasan pengambilan kebijakan namun justru syariat Allah digunakan hanya untuk menutupi kezaliman naudzubillah min dzalik.
Kemarin juga ada kebijakan pemblokiran rekening. Ini mengindikasikan Negara sedang kesulitan keuangan tapi yang diobok-obok justru rakyat termasuk dengan pajak yg bervariasi. Ketika masyarakat mulai melakukan perlawanan, sampai ada di meme netizen apa perbedaan pajak dan zakat. Mereka sudah mengerti pajak itu dipungut dari orang-orang miskin untuk orang kaya. Sedangkan zakat dipungut dari orang-orang kaya untuk orang-miskin.
Pertanyaannya kemudian, mungkinkah Negara itu berjalan tanpa pajak? jawabannya mungkin. Jika sistemnya bukan sistem Kapitalisme. Lantas sistem apa itu? Tentunya sistem Islam syariat Islam dalam pengelolaan keuangan Negara mengacu pada perintah Allah yaitu syariat Islam yang mengatur terkait masalah APBN. Dalam bahasa Islam Baitul mal. Pertama Negara akan berjalan tanpa pajak, jika benar-benar tidak membutuhkan. Ada dua redaksi hadist yang berbeda tapi maknanya sama. Salah satu hadits menyebutkan "Tidak akan masuk surga mereka yang memungut pajak (cukai)"(HR.Ahmad, Abu Daud dan Al hakim). Hadits lain menyebutkan "pemungut pajak itu di neraka".
Lantas dari mana pendapatan APBN atau Baitul maal di dalam Islam? Di dalam kitab Al amwal fii ad-daulah Khilafah, sumber-sumber pendapatan APBN disebutkan kurang lebih 12 sumber. Salah satu yang menjadi tumpuan besar APBN adalah pengelolaan sumber daya alam yang masuk kategori milik umum yang dikelola oleh Negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. sumber daya alam juga sumber daya ekonomi masuk 3 kategori: kepemilikan umum, kepemilikan Negara dan kepemilikan individu. Adapun dharibah itu bukan pajak walaupun mungkin hampir mirip yaitu pungutan dari Negara terhadap rakyat. Dharibah sumbernya dan pengelolaannya sangat beda dengan pajak. Dharibah adalah pungutan yang dipungut oleh Negara yang sifatnya temporer, yaitu ketika Baitul mal keadaan kosong. Ketika Baitul mal kosong sementara ada kebutuhan-kebutuhan mendesak seperti bencana alam, kelaparan maka Negara boleh memungut dan itu pun sebatas kebutuhan saat itu saja. Tidak boleh menjadi pendapatan rutin dan cadangan istilahnya. Dharibah diambil dari orang Muslim dan kaya. Dharibah juga tidak ada varian seperti pajak.
Begitu pula dengan zakat. Zakat adalah kewajiban atas harta bagi Muslim yang kaya dan kekayaannya melebihi nisab serta mencapai haul. Zakat yang merupakan salah satu dari sumber pemasukan APBN Khilafah atau Baitul mal dan pengeluarannya sudah ditentukan oleh syariat yaitu hanya untuk 8 asnaf.
Alhasil penerapan sistem ekonomi Islam Kaffah dalam sistem Khilafah akan mewujudkan kesejahteraan pada tiap-tiap rakyat tanpa pungutan paksa oleh Negara dalam bentuk apapun bahkan sebaliknya Negara memberikan fasilitas terbaik pada rakyat dari sumber pengelolaan sampai distribusi APBN atau Baitulmal.
Wallahu a'lam bishawab
Posting Komentar