-->

Justice For Zara, Bullying, Buah Busuk Peradaban Sekuler


Oleh : Isna Anafiah
Aktivis Musllimah

Belakangan di platform media sosial tiktok viral #Justice For Zara, hastag tersebut tidak hanya menggema di Malasysia juga di negara serumpun seperti Indonesia. Munculnya hastag tersebut karena di Malasysia telah terjadi kasus perundungan yang sangat sadis dan tragis. Beritanya menggemparkan malaysia hingga mengundang solidaritas publik secara Nasional.

Kasus perundungan yang di alami korban di Sabah Malasysia ini telah menyebabkan ribuan orang menuntut keadilan dengan #Justice For Zara serta meminta perlindungan untuk para pelajar di sekolah. Korban merupakan siswi salah satu sekolah menengah pertama di Sabah Malasysia, di temukan pingsan dengan kondisi yang memperihatinkan. Korban perundungan tersebut menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit. Publik berpendapat bahwa korban meninggal karena bullying. Apa lagi korban sebelum di kebumikan tidak di outopsi terlebih dahulu, pada hal realitanya terdapat memar dibagian tubuh. Pihak keluarga korban berusaha mencari keadilan seadil -adilnya dengan cara melaporkan kasus yang di alami korban kapada pihak yang berwajib. Selain itu laporan pun di lengkapi dengan bukti percakapan korban dan orang tuanya. Isi percakapan tersebut merupakan keluh kesah korban yang sering di ganggu kakak kelasnya.  

Publik dan keluarga korban meminta pihak berwajib untuk mengungkap misteri di balik hilangnya nyawa korban dengan cara melakukan outopsi maupun post mortem. Jaksa Agung menjatuhkan hukuman kepada para pelaku bullying sesuai hasil investigasi dan pemeriksaan dokumen meninggalnya korban. Para pelaku hanya dijerat dengan pasal 507C KUHP Malaysia. Sanksi hukum yang diberikan tidak tegas dan tidak mampu memberikan efek jera kepada para pelaku perundungan. Sehingga kasus bullying ini akan terus menjadi fenomena gunung es. (Cnnindonesia.com 19/08/2025)

Masyarakat pun dibuat terenyak, dan terus bertanya-tanya, mengapa sekolah yang seharusnya menjadi taman ilmu, justru menjelma menjadi arena perburuan jiwa-jiwa rapuh, karena sistem pendidikan tidak mampu mengawasi dan memberikan perlindungan kepada anak dari kekerasan. Penyebabnya adalah sekurisme (memisahkan agama dari kehidupan) telah menihilkan nilai moral dan ketakwaan. 

Fenomena bullying terus berulang dan kasusnya makin tragis seperti yang menimpa salah satu pelajar sekolah menengah di Sabah Malaysia bukanlah sekadar " kenakalan remaja " yang terjadi secara kebetulan atau "proses pendewasaan". Justru kasus bullying membuat korban menjadi trauma. Bullying merupakan virus dan sebuah kezhaliman yang di alami orang yang lemah, sedangkan pelaku adalah orang merasa kuat. Kekuatan tersebut dijadikan alat untuk merendahkan orang lain hingga mengarah pada kriminal. Sistem kehidupan sekuler liberal telah menyebabkan pelajar krisis moral. Sebab mereka tidak memiliki way of life yang benar, sehingga mereka tidak memiliki standar atau tolak ukur kehidupan salah benarnya sesuai SOP dari sang pencipta yaitu halal-haram.

Sistem pendidikan sekuler telah membuat generasi terpuruk dan terjerumus dalam perbuatan krisis moral seperti tawuran pelajar, menjadi pelaku bullying, seks bebas, mengkonsumsi narkoba dan khamr, pelaku kriminal serta krisis adab. Pada hal generasi muda sebagai agent off change memiliki potensi yang luar biasa. Seharusnya dunia pendidikan mampu mengarahkan peserta didik menjadi generasi ahli dalam berbagai ilmu dan memiliki akhlaq yang beradab. Namun, sayangnya sistem hari ini gagal mencetak generasi yang berilmu, beriman serta bertakwa. Penguatan akidah terhadap generasi tidak menjadi prioritas, sebab akidah tidak dijadikan fondasi pendidikan bahkan dianggap urusan individu. Pendidikan sekuler lebih menekankan sains, teknologi, serta orientasi dunia kerja bukan membentuk generasi yang ahli ilmu dan bertakwa.

Realitanya nilai kesuksesan di ukur dari prestasi akademik dan kompetisi sering melahirkan mental egois, bukan dari keberhasilan menanamkan empati. Di era 4.0 konten hiburan yang di sajikan penuh dengan kekerasan dan pelecehan tanpa filter sehingga membentuk perilaku agresif di kalangan pelajar. Sistem sanksi yang tidak tegas tak mampu memberikan efek jera kapada pelaku perundungan. Sementara korban tidak mendapatkan perlindungan yang adil. 

Kasus bullying di sekolah merupakan kasus sistemik. Sekolah yang seharusnya menjadi pelindung, justru menjadi saksi bisu saat kekerasan merenggut rasa aman muridnya. Ironisnya kasus perundungan tidak mendapatkan perhatian khusus dari institusi pendidikan. Namun di anggap biasa. Dunia pendidikan hari ini tidak lagi memiliki ruh kemanusiaan. Fenomena bullying yang melanda generasi muda dan persoalan remaja lainnya merupakan realita gagalnya sistem pendidikan hari ini. Sebab sistem pendidikan hari ini telah menjadikan sistem sekuler sebagai asas pendidikan. Sistem pendidikan sekuler tidak mampu membentuk generasi beradab dan bertaqwa melainkan menghasilkan generasi yang materialistis, individualis dan krisis moral. 

Islam menawarkan sistem pendidikan yang mampu menjamin kualitas peserta didik tidak hanya menjadi pelajar yang mampu menguasai berbagai ilmu, serta membentuk pelajar yang beriman, " bersyakhsiyah Islamiyah " (kepribadian Islam) dan bertakwa. Sebab dalam sistem Islam kurikulum pendidikannya di bangun berlandaskan aqidah Islam. Semua ilmu yang di sampaikan tidak ada yang menyimpang dari asas aqidah Islam. Sebab tujuan dari program pendidikan di dalam Islam adalah membentuk generasi yang beriman, bertakwa, berkepribadian Islam, yang menguasai berbagai ilmu dunia serta tsaqafah Islam. Lingkungan sekolah di awasi dengan ketat dengan tujuan untuk menjaga interaksi sehat antar pelajar, bebas dari kekerasan dan pergaulan yang merusak.

Hukuman dan pembinaan berjalan beriringan dengan tujuan untuk memastikan pelaku bullying dan pelaku kenakanlan remaja lainnya merasa takut untuk melakukan kesalahan serupa karena di dalam Islam sanksi hukumnya bersifat tegas dan mampu memberikan efek jera. Sistem pendidikan di dalam Islam mampu menjadikan pola pikir dan pola sikap selaras, sebab para pelajar memiliki standar perbuatan yang benar sesuai SOP dari Allah yaitu halal haram. Selain itu, sistem tersebut juga menjamin generasi muda tumbuh menjadi generasi yang beriman, berkepribadian Islam serta bertakwa. Negara di dalam Islam menjamin pendidikan menjadi sarana membentuk generasi yang ahli dalam berbagai Ilmu, menguasai tsaqafah Islam, berkepribadian Islam dan bertakwa bukan sekadar mencetak tenaga kerja.

Oleh karena itu, jika kita ingin mencegah lahirnya “Zara-Zara” berikutnya, solusinya tentu saja bukan sekadar menambah aturan disiplin atau seminar anti-bullying, melainkan membangun sistem pendidikan Islam di bawah naungan sistem Islam yang menjadikan iman, ilmu, dan adab sebagai pondasi kehidupan. Hanya dengan cara seperti itu, sekolah akan kembali menjadi taman yang menumbuhkan generasi beradab, bukan ladang subur bagi para pelaku perundungan atau kekerasan dan berbagai pesoalan lainnya. Untuk mewujudkan generasi yang unggul, bertakwa dan berkepribadian Islam tentu saja hanya bisa terwujud jika syariat Islam diterapkan dalam level negara. 

Wallahua'alam bissawab