HUT RI, Kontradiktif Nasionalisme dan Tawuran
Oleh : Annisa Rofiqo, S.Pd
Pegiat Literasi Islam Kafah
Belum lama ini, Indonesia memperingati HUT ke-80 RI, 17 Agustus 2025—momen tahunan yang rutin diperingati oleh masyarakat Indonesia sebagai bentuk cinta terhadap bangsa (nasionalisme). Semua warga dari berbagai kalangan berupaya untuk berpartisipasi dalam memeriahkan agenda tahunan ini. Mulai dari upacara bendera, karnaval kemerdekaan, hingga beragam lomba diselenggarakan untuk memeriahkan kemerdekaan Indonesia.
Tak hanya di masyarakat, sekolah pun ikut mengambil peran dalam memeriahkan acara 17-an ini. Sebagaimana yang dilakukan sejumlah sekolah di Kota Bekasi memanfaatkan momentum HUT ke-80 RI dalam menanamkan cinta tanah air, nasionalisme, patriotisme, dan persatuan melalui berbagai kegiatan kreatif dan edukatif.
Kepala SMA Tulus Bhakti, Margo Cahyono, menyampaikan bahwa perayaan ini sebagai sarana yang efektif untuk memperkuat kesadaran kebangsaan dan menghargai jasa para pahlawan. Adapun sejumlah lomba yang diadakan di sekolah seperti sarung trenggiling, balap kerupuk, estafet tepung, balon gelas, gerak jalan guru, dan sarung balon, diharapkan dapat mengajarkan para siswa untuk kerja sama dan semangat gotong royong. (radarbekasi.id, 13/8/2025)
Di tengah ramainya masyarakat memperingati hari “nasionalisme” ini—yang bahkan merupakan agenda besar tahunan negara yang diselenggarakan setiap tahun, namun tawuran masih marak terjadi di mana-mana. Makna nasionalisme yakni cinta tanah air dan persatuan di tengah masyarakat seolah ‘jargon’ semata dan ramai saat perayaan HUT negara saja, sebab kontradiktif dengan fakta yang ada.
Khususnya di Kota Bekasi, tawuran kian terjadi meski polisi sudah melakukan patroli dan penangkapan pelaku, namun hal ini tidak membuat jera. Terus berlangsung dari tahun ke tahun di setiap bulannya. Bahkan pada Desember 2022, pemerintah kota Bekasi dan Polres Metro Bekasi menobatkan duta anti tawuran dari setiap sekolah, guna menjadi teladan dan promotor untuk teman-temannya di sekolah agar tidak melakukan tawuran (idntimes.com, 7/12/2022).
Namun ternyata, upaya tersebut belum berhasil, faktanya tawuran masih kerap terjadi.
Tawuran, Gagalnya Pendidikan Karakter
Tawuran merupakan perkelahian di antara dua kelompok yang dilakukan secara anarkis dan terbuka sehingga menimbulkan kerusakan, kekacauan, bahkan korban luka atau jiwa. Tawuran ini umumnya dilakukan oleh kelompok geng yang terdiri dari remaja, pelajar, bahkan anak di bawah umur. Hal ini pun menjadi keresahan dan ancaman bagi warga sekitar karena bisa menjadi target serangan geng tawuran. Para pemuda yang seharusnya di usianya itu sedang bersinar dan bersemangat mengejar cita-cita, malah disibukkan dengan hal yang sia-sia dan merusak masa depannya. Potret tawuran ini menggambarkan gagalnya pendidikan karakter bangsa ini, baik di sekolah maupun di masyarakat. Sebab nilai persatuan itu tidak menjadi karakter melainkan ucapan formalitas yang dipidatokan saja.
Melihat fenomena ini, patut kita berkaca diri, apa sebetulnya yang terjadi dengan anak muda generasi bangsa ini?
Paham sekuler telah menjangkiti seluruh elemen masyarakat. Perlunya untuk mengkaji ulang kurikulum pendidikan sekolah karena penanaman nilai sekuler yang menjadi basis kurikulum saat ini adalah upaya sistemis untuk menjauhkan kaum Muslim dari pemahaman agamanya. Pendidikan yang berorientasi pada dunia, tanpa menanamkan nilai aqidah yang kuat hanya akan melahirkan generasi yang lemah dalam moral dan akhlak. Jika hal ini dibiarkan, akan mengantarkan pada masalah-masalah baru yang tiada ujungnya sebab akan melahirkan masyarakat yang lebih kuat menjaga ego (hawa nafsu) daripada akal sehat dan nuraninya. Inilah pentingnya pendidikan Islam, tanpa petunjuk agama dalam bertindak, individu tidak akan paham untuk apa dan ke mana tujuan hidup yang sesungguhnya. Mungkin mereka lupa bahwa semua perbuatan akan dipertanggungjawabkan dan akan ada balasan di akhirat.
Islam Punya Solusi
Islam sebagai petunjuk kehidupan memiliki solusi atas setiap permasalahan manusia dari masa ke masa, ini adalah keyakinan dan kepastian yang harus dimiliki semua umat islam. Begitupun permasalahan tawuran ini, yang telah diupayakan beragam solusinya oleh aparat atau pemerintahan tetapi tak kunjung mereda.
Bagaimana islam memandang hal ini?
Islam mewajibkan kepada seluruh manusia untuk menuntut ilmu, sebagaimana hadits Nabi Saw. menyampaikan,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Para ulama sepakat, bahwa ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu agama. Ilmu mengenai halal-haram, benar-salah, yang semua dilandaskan pada syariat Islam. Sehingga manusia akan memilih perbuatannya sesuai dengan jalur yang dibolehkan oleh syariat karena ia pun sadar bahwa sikapnya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Pendidikan karakter Islam inilah yang seharusnya dibentuk untuk melahirkan generasi yang cerdas dan bijak dalam mengambil keputusan dalam hidupnnya.
Dan ini adalah tugas untuk seluruh elemen masyarakat, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, hingga negara memiliki peran aktif untuk mewujudkan solusi ini. Orang tua harus belajar tentang Islam dan mendidik anak-anaknya dengan pemahaman Islam yang benar karena pendidikan dalam keluarga adalah pondasi. Menanamkan akidah Islam, mendidiknya menjadi individu yang berjuang mencari rida Allah.
Begitupun sekolah, harus menjadikan aqidah Islam sebagai kurikulum pendidikan. Belajar agama bukanlah mata pelajaran yang hanya beberapa jam sepekan. Namun, setiap pelajaran akan senantiasa menambah keimanan karena disajikan dengan materi yang komprehensif, bahwa agama akan ada dalam semua hal dalam kehidupan. Dan individu manusia akan senantiasa terikat dengan hukum syara’ dalam setiap perbuatannya. Sehingga yang diharapkan adalah generasi yang bukan hanya cerdas akademis, namun juga kuat iman, adab, dan menjaga ukhuwah.
Masyarakat pun akan menjadi kontrol sosial. Dimana pun individu berada di masyarakat, akan ada amar ma’ruf nahi munkar, sehingga lingkungan masyarakat akan mampu menilai ketika ada perilaku individu yang menyimpang dari syariat akan segera ditegur dan dinasihati.
Negara sebagai institusi tertinggi pun akan menjaga warganya agar senantiasa terjaga dari pelanggaran syariat.
Ketikapun melanggar, ia akan menghukumnya sesuai dengan apa yang diperintahkan dalam Islam. Oleh karena itu, sekolah, keluarga, masyarakat juga negara memiliki andil untuk mewujudkan lingkungan bebas tawuran dengan satu nilai dan visi yang sama. Rasa cinta tanah air boleh ada, namun ia bukanlah ideologi. Semua hal harus berlandaskan pada akidah Islam yang darinya akan melahirkan generasi tangguh, beradab, dan menjaga ukhuwah
Wallaahu a’lam bish showab
Posting Komentar