Celakalah orang-orang yang Curang Dalam Berdagang
Oleh: Susi Ummu Musa
Dalam Al-Quran Surat Al-Muthafifin ayat 1-3 yang artinya:
Celakalah orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)! (Mereka adalah) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. (Sebaliknya,) apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka kurangi.”
Seandainya mereka menyadari bahwa prilaku curang dalam berdagang membuat mereka celaka pasti mereka akan berhati-hati, tapi mereka abai dan tidak peduli itu yang terpenting hanya keuntungan semata.
Rasulullah SAW bahkan menyatakan dengan keras bahwa penjual yang menipu bukan dari golongannya.
“Barang siapa menipu, maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim).
Alangkah meruginya orang-orang yang curang dalam berdagang atau berbisnis mungkin setahun dua tahun dia akan aman karena belum terbongkar,
Lambat laun apa yang mereka tutupi juga akan ketahuan Seberapa giatpun yang mereka usahakan tetap akan ada hisabnya. Apa yang mereka makan dari jalan yang tidak halal dan baik maka hukumnya haram.
Dijelaskan dalam QS An-Nisa:29;
"Wahai orang-orang yang berimajn! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu"
Kemudian Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 168:
"Wahai manusia! Makanlah sebagian (makanan) yang ada di bumi yang halal lagi baik, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagimu."
Namun Sangat disayangkan pada sebagian orang yang mencari rezeki dengan cara cara haram.
Salah satunya beras yang dioplos di mana beras adalah makanan pokok masyarakat yang paling dibutuhkan, tapi segelintir orang bermain dengan mencampur beras premium dan beras kualitas rendah kemudian beratnya juga tidak sesuai atau dikurangi dan dibanderol seperti harga beras premium.
Hal ini sebagaimana dilansir dari JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena pengoplosan bahan pangan kembali menyeruak, di mana makanan pokok masyarakat yang menjadi sasaran. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, beras oplosan beredar bahkan sampai di rak supermarket dan minimarket, dikemas seolah-olah premium, tapi kualitas dan kuantitasnya menipu.
Hal ini menjadi sebuah keprihatinan serius di sektor pangan nasional. Temuan tersebut merupakan hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan yang menunjukkan 212 merek beras terbukti tidak memenuhi standar mutu, mulai dari berat kemasan, komposisi, hingga label mutu.
Kasus beras oplosan ini ditanggapi oleh Mentan Amran Sulaiman menegaskan, praktik semacam ini menimbulkan kerugian luar biasa hingga Rp 99 triliun per tahun, atau hampir Rp 100 triliun jika dipertahankan. "Contoh ada volume yang mengatakan 5 kilogram padahal 4,5 kg. Kemudian ada yang 86 persen mengatakan bahwa ini premium, padahal itu adalah beras biasa. Artinya apa? Satu kilo bisa selisih Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilogram," ujarnya dalam video yang diterima Kompas.com, dikutip Sabtu (12/7/2025).
Jelas, pengoplosan beras dan pengurangan volume isi sangat merugikan masyarakat, Perilaku mengoplos ini juga bukan hal baru. Bahkan, sudah terjadi di era Nabi Muhammad SAW. Salah satu contoh kasus yang diriwayatkan terjadi dalam kasus oplosan gandum. Suatu ketika saat berkeliling di pasar, Nabi menemukan seorang pedagang yang menjual gandum basah. Dari luar, gandum itu terlihat berkualitas baik. Namun saat Nabi memasukkan tangannya ke dalam tumpukan gandum tersebut, ternyata bagian dalamnya basah.
Nabi lantas menanyakan alasan kenapa basah. Sang pedagang beralasan gandumnya terkena air hujan. Nabi lalu bertanya sekaligus menegurnya. “Mengapa engkau tidak letakkan yang basah di atas agar orang-orang bisa melihatnya?”.
Meski yang menjadi contoh Gandum, praktik ini berlaku untuk semua jenis transaksi. Riwayat ini menunjukkan jika asas transparansi, fair, dan jujur menjadi prinsip utama saat praktik berjual beli dalam islam.
Begitu pentingnya prilaku jujur dalam berdagang namun kejujuran sangat sulit didapati sebab jujur adalah contoh sifat yang lahir dalam keimanan seseorang.
Jika jaman nabi saja prilaku curang sudah ada apalagi jaman sekarang dimana kita diatur dengan prinsip Kapitalis sekularisme yang berazaskan manfaat.
Yang perlu digarisbawahi adalah mekanisme bagaimana negara mengatur agar praktik kecurangan dalam jual beli tidak merajalela ditengah masyarakat yaitu bukan dengan sistem Kapitalis sekuler karena sistem ini adalah akar masalahnya.
Namun satu satunya mekanisme adalah dengan diterapkanya sistem Islam Terkait dengan sanksi, negara dalam Islam menugaskan qadhi hisbah (hakim pengawas pasar) untuk melakukan inspeksi terhadap pedagang yang curang. Jika ditemukan kecurangan seperti kasus Beras oplosan, maka qadhi tidak akan segan menjatuhkan sanksi tegas saat itu juga. Pelaku bisa dilarang berusaha atau berdagang. Islam tidak akan memberi celah bagi manusia untuk berbuat maksiat.
Pada akhirnya, ketika aturan Islam diterapkan secara kaffah, maka berbagai bentuk kecurangan dan kejahatan dapat diminimalkan.
Wallahu a lam bissawab
Posting Komentar