Cara Islam Dalam Mencegah Dan Menangani Tindak Korupsi
Oleh : Maulli Azzura
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada lebih dari 100 agensi perjalanan haji yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023-2024.
“Travel (agensi perjalanan haji, red.) itu tidak cuma satu. Puluhan, bahkan kalau tidak salah lebih dari 100 gitu ya. Banyak lah,” kata Asep Guntur Rahayu Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK di Jakarta, Selasa (12/8/2025) malam.
KPK pada 11 Agustus 2025, mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih. (ant/saf/ipg). (suarasurabaya.com 13/08/2025)
Kasus perkasus korupsi yang terjadi di dalam negara masih terus terjadi hingga saat ini. Kegagalan kapitalisme dalam atasi kasus tersebut menjadikan korupsi tumbuh subur tanpa hukum tegas yang menjeratnya.
Tentu Islam memiliki cara tersendiri dalam mencegah dan menangani tindak korupsi. Dalam negara Khilafah, korupsi bukanlah budaya dan kebiasaan yang menjalar di tubuh umat. Ia adalah penyakit yang harus diberantas dengan totalitas sehingga seluruh pejabat negara dapat menjalankan amanah rakyat dengan sebaik-baiknya. Khilafah menyiapkan instrumen pencegahan dan penindakan apabila ada pejabatnya yang terdeteksi melakukan korupsi atau menerima gratifikasi. Khilafah akan memberlakukan mekanisme berikut ini :
1. Menerapkan sistem pendidikan Islam berdasarkan aqidah Islam untuk membentuk kepribadian Islam dan membekali peserta didik dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Peserta didik akan berperilaku sesuai syariat termasuk sikap jujur dan amanah. Khilafah akan mendidik rakyat agar memiliki rasa takut kepada Allah dan sikap muraqabah (selalu merasa diawasi oleh Allah). Dengan pendidikan berbasis akidah Islam, terbentuklah masyarakat Islam yang memiliki standar benar dan salah sesuai pandangan syariat. Jika ada individu, masyarakat yang akan berbuat maksiat, masyarakat akan mengawasi dan mengontrolnya dengan pembiasaan Amar ma'ruf nahi mungkar.
2. Memberi gaji yang layak dan melakukan pengawasan atas harta pejabat dan pegawai negara. Para pejabat akan diberi gaji yang mencukupi, tunjangan, serta fasilitas yang mampu memenuhi kebutuhan mereka. Para pejabat negara dilarang menerima hadiah selain dari gaji yang akan mereka terima. Rasulullah SAW bersabda :"hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur". (HR Imam Ahmad)
Syekh Abdul Qadim Zallum rohimahullah dalam kitab al-amwal fi daulah Al Khilafah halaman 137 menjelaskan bahwa setiap harta yang diperoleh dari para wali atau gubernur, para Amil atau kepala daerah setingkat walikota atau bupati dan para pegawai negara dengan cara yang tidak syar'i, yaitu dengan memanfaatkan jabatan, kekuasaan, atau status kepegawaiannya, baik harta itu berasal dari harta negara maupun harta individu, maka harta tersebut dianggap ghulul atau curang yaitu perolehan yang diharamkan, dan harta yang bukan miliknya. Karena diperoleh dengan cara yang tidak baik. Mereka wajib mengembalikan harta itu kepada pemiliknya jika diketahui. Jika tidak harta itu disita dan diserahkan ke Baitul mal kaum muslim.
Bermacam-macam cara memperoleh harta yang tidak syar'i dari para wali, Amil, dan pegawai negara, antara lain seperti suap, hadiah atau hibah harta kekayaan yang diperoleh dengan sewenang-wenang dan dengan tekanan kekuasaan, harta hasil makelaran atau komisi para penguasa (wali), Amil dan pegawai negara yang diperoleh dari perusahaan asing maupun lokal, atau orang tertentu sebagai balas jasa dari penjualan atau berbagai transaksi perusahaan tersebut dengan negara dan terakhir korupsi.
Dalam melakukan pengawasan kekayaan pejabat, Umar bin Khattab Ra tatkala meragukan kekayaan pejabatnya, ia menyita jumlah kelebihan dari yang telah ditentukan sebagai penghasilannya yang sah. Kadangkala jumlah kelebihan itu dibagi dua. Beliau selalu menghitung dan mencatat kekayaan pejabat sebelum diangkat sebagai pejabat. Setelah masa tugasnya selesai kekayaannya dihitung lagi. Apabila ia mempunyai tambahan kekayaan tambahan yang diragukan maka kelebihannya disita atau dibagi dua. Lalu separuhnya diserahkan ke Baitul mal.
3. Menegakkan sanksi Islam yang memberi efek jera. Dalam Islam, korupsi termasuk perbuatan khianat harta yang dikenai hukuman ta'zir, yakni penetapan sangsinya berdasarkan kewenangan Khalifah.
Dalam buku sistem sanksi dan hukum pembuktian dalam Islam yang ditulis syekh Abdurrahman Al Maliki rahimahullah dijelaskan hukuman ta'zir bagi pelaku khianat harta seperti korupsi bisa berupa teguran dari hakim, penjara, pengenaan denda, pewartaan atau pengumuman pelaku di hadapan publik melalui televisi atau media massa, hukuman, hingga hukuman mati. Demikianlah Islam menetapkan pencegahan dan penanganan terhadap perilaku korupsi, gratifikasi, dan sejenisnya sehingga memberantas korupsi di sistem Islam bukanlah mimpi atau ilusi. Namun fakta yang sudah terbukti tatkala Islam diterapkan secara kaffah dalam negara Khilafah.
Wallahu A'lam Bishowab
Posting Komentar