Suramnya Nasib Honorer di Sistem Sekuler
Oleh : Supriyani, ST.P
(Muslimah Bekasi)
Pertengahan tahun 2025 ini, menjadi pil pahit bagi para pekerja honorer khususnya di wilayah Bekasi. Dilansir dari gobekasi.id (17/7/2025) Sejumlah tenaga honorer di beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten Bekasi terpaksa dirumahkan. Kebijakan ini diambil karena belum tersedianya anggaran untuk pembayaran gaji mereka. Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Ridwan Arifin mengungkapkan informasi ini berdasarkan hasil komunikasinya dengan pemerintah daerah yang akan merumahkan selama dua bulan. Menurut politisi Partai Gerindra ini, para honorer kemungkinan akan kembali dipekerjakan setelah pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan selesai. “Karena belum teranggarkan untuk membayar sejumlah pegawai honor di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk sementara dirumahkan,” jelasnya.
Persoalan tenaga honorer memang tidak ada habisnya. Pengaduan ribuan orang dengan status pegawai kategori R4 kepada wakil rakyat khususnya Komisi DPRD Kota Bekasi seharusnya menjadi cerminan betapa banyaknya orang yang tergantung nasibnya akan hal ini. Munculnya status kategori R4 didasari pada tidak lolosnya mereka pada saat proses seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), dan disaat yang sama mereka ini adalah honorer yang telah mengabdi. Tak dapat dipungkiri adanya kebijakan pemerintah terkait dengan perubahan status honorer menjadi PPPK menciptakan kesenjangan, diskriminasi maupun ketidakadilan. Karena dengan beban kerja yang sama namun gaji dan fasilitas pekerja itu jauh berbeda.
Kebijakan perubahan status pekerja seperti demikian menambah carut-marutnya permasalahan dalam bidang kepegawaian. Tujuan adanya PPPK pada dasarnya untuk mengurangi anggaran belanja negara dan beban administrasi dalam perekrutan dan pengelolaan ASN bukan melayani rakyat. Karena dengan munculnya status pegawai ini bukan tidak mungkin jika tenaga honorer akan sedikit demi sedikit hilang bahkan dihapuskan. Apakah layak orang-orang yang telah mengabdi lama bahkan puluhan tahun diberhentikan begitu saja? Bukan malah memberikan solusi, namun menambah panjang masalah pengangguran di negeri ini.
Adanya status PPPK merupakan bukti bahwa negara telah gagal dalam mengelola kepegawaian. Pengelolaan Sumber Daya Alam yang tidak pada tempatnya membuat keuangan negara semakin terpuruk sehingga mengorbankan rakyatnya dan berlepas tangan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Peraturan yang tidak konsisten dan mudah dikompromi menjadi peluang korupsi dan nepotisme itu terjadi. Sejatinya kebijakan tersebut bersumber pada akal manusia yang terbatas sehingga wajar berakibat pada lahirnya prinsip untung rugi ala kapitalisme yang membuat negara enggan menaikkan status pegawai. Penerapan sistem kapitalis sekuler membuat adanya kezaliman termasuk kasenjangan perubahan dalam status pegawai.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang merupakan agama sekaligus seperangkat aturan kehidupan yang lengkap. Diantaranya ialah Islam menjamin penghidupan yang layak bagi setiap warga negaranya serta menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai. Termasuk didalamnya mengatur dalam hal kepegawaian. Islam tentunya mengatur hak, kewajiban dan akad yang jelas sehingga adil dapat terwujud. Selain itu, kesenjangan status pegawai tidak akan ada sehingga tak ada kegelisahan status, karena negara menjamin fasilitas, pekerjaan, dan memenuhi kebutuhan pokok.
Sistem Islam dalam bingkai negara akan saling terhubung antara departemen yang satu dengan yang lain atas dasar Al-Qur’an sebagai pedoman di dalamnya. Keadilan pun akan terwujud karena rakyat dan pemimpinnya mempunyai kontrol internal yakni rasa takut kepada Allah SWT sebagai bentuk taqwa. Negara sebagai penanggungjawab dalam menyejahterakan rakyatnya sesuai dengan hadist bahwa “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), ia akan diminta pertanggungjawabannya atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Sehingga, Negara tidak akan membuat aturan yang dapat membuat kesenjangan status pegawai.
Islam tidak mengenal perekrutan pegawai dengan istilah honorer. Karena negara akan merekrut sesuai dengan apa yang dibutuhkan untuk menjalankan semua pekerjaan administratif dan pelayanan. Pegawai akan digaji dengan akad ijarah (kontrak kerja) dengan upah yang layak sesuai jenis pekerjaannya. Negarapun dapat mempekerjakan pekerja baik muslim maupun kafir. Mereka mendapatkan perlakuan yang adil sesuai dengan hukum Islam. Sebagai contoh pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, gaji para pegawai negara ada yang mencapai 300 dinar (1275 gram emas), atau gaji seorang guru pada masa Umar Umar bin Khaththab, tanpa ada status pegawai honorer atau PNS, negara menggajinya sebesar 15 dinar (63,75 gram emas) setiap bulannya.
Jaminan negara dalam Islam terkait gaji pegawai tidak diragukan lagi. Selain itu, menjadi pegawai negara bukanlah satu-satunya pekerjaan yang layak dan dikejar oleh masyarakat. Karena negara juga menyediakan lapangan pekerjaan secara terbuka sehingga tidak ada kekhawatiran rakyat tidak mendapat pekerjaan. Sedangkan dalam sistem kapitalisme saat ini, rakyat sebagai pelayan bagi pemimpinnya, dipersulit pemenuhan kebutuhannya dan diambil keuntungan sebesar-besarnya, sungguh penderitaan yang sangat menyakitkan.
Alhasil kesejahteraan rakyat yang diimpikan tidak akan diraih jika Islam tidak ditempatkan dalam kehidupan nyata secara menyeluruh. Bukan hanya dalam aspek perekrutan pegawai saja, tetapi penerapan yang lebih dalam sebuah negara. Karena hanya sistem Islam yang dapat mewujudkan kesejahteraan dan solusi cerdas untuk menyelesaikan semua permasalahan secara tuntas.
Wallahu A’lam Bisshawab
Posting Komentar