-->

Sekat Nasionalisme, Penghalang Pembebasan Palestina


Oleh : Anindya Vierdiana 

Ketika dunia menyorot agresi brutal Zionis terhadap Gaza, publik justru dikejutkan oleh tindakan Pemerintah Mesir yang mendeportasi puluhan aktivis kemanusiaan yang hendak bergabung dalam Global March to Gaza. Aksi ini digagas sebagai upaya menembus blokade ilegal Zionis atas Gaza agar bantuan bisa segera tersalurkan. Ironisnya, Mesir yang di satu sisi mengecam blokade, di sisi lain justru membungkam suara solidaritas kemanusiaan.

Kebijakan ini membuka tabir kontradiktif Mesir: menjaga hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Israel meskipun mayoritas rakyatnya bersimpati kepada perjuangan Palestina. Sebuah kenyataan pahit yang menggambarkan bagaimana kepentingan nasional dan tekanan politik global telah mengalahkan solidaritas atas nama kemanusiaan dan ukhuwah Islamiyah (kompas.tv, 12/6/2025).

Global March to Gaza yang dimulai dari Al-Arish menuju Rafah adalah simbol nurani kolektif. Ribuan aktivis dari berbagai benua bergerak tanpa mandat resmi, hanya dengan satu keyakinan: penderitaan Gaza adalah penderitaan seluruh manusia yang masih punya hati nurani. Terlebih bagi umat Islam, Gaza bukan sekadar tanah terjajah, melainkan bagian dari tanah Syam yang dijanjikan penjagaan langsung oleh Allah Swt.

Gaza Bukan Sekadar Wilayah, Tapi Titik Ujian Iman

Seluruh dunia telah menyaksikan kebiadaban Zionis melalui video dan foto yang beredar luas. Pembunuhan massal terhadap anak-anak, wanita, dan orang tua menjadi pemandangan harian. Namun warga Gaza tak menyerah. Mereka tetap berdiri dengan iman dan keberanian. Tiada senjata canggih di tangan mereka, hanya keyakinan dan kesabaran yang mereka miliki. Di setiap jenazah syuhada, mereka melihat kemenangan, bukan kekalahan.

Gaza bukan sekadar tempat konflik. Ia adalah tanah suci yang berada dalam wilayah Syam, yang secara khusus disebut oleh Rasulullah ﷺ:

"Sesungguhnya Allah telah menjaminkan tanah Syam dan penduduknya untukku." (HR. Ahmad dan Al-Hakim)

Maka, penderitaan Gaza bukan hanya duka Palestina, melainkan duka umat Islam seluruhnya. Karena itu, membela Gaza adalah bagian dari iman, bukan sekadar empati kemanusiaan.

Nasionalisme: Akar Masalah Umat Hari Ini

Namun sayang, umat Islam hari ini terpecah oleh sekat nasionalisme. Paham ini bukan hanya memisahkan secara geografis, tapi juga mematikan solidaritas. Para penguasa lebih setia pada batas-batas negara buatan kolonial dibanding tali ukhuwah yang mengikat umat dalam satu tubuh.

Nasionalisme telah menjadikan tentara-tentara Muslim hanya loyal kepada pemimpin negaranya, bukan kepada umat. Mereka tak bisa digerakkan untuk membela Gaza, karena sistem politik sekuler menjadikan penguasa sebagai panglima tertinggi, bukan syariat Islam. Akibatnya, kekuatan militer umat Islam yang besar itu hanya menjadi penonton pembantaian di Gaza.

Solusi Hakiki: Kembalinya Kepemimpinan Islam

Persoalan Palestina tidak cukup diselesaikan dengan bantuan kemanusiaan atau resolusi internasional. Ini adalah konflik politik, ideologis, dan penjajahan yang harus diakhiri dengan kekuatan politik Islam. Maka, solusi hakiki bagi Gaza adalah bersatunya umat Islam di bawah satu kepemimpinan Islam global—Khilafah Islamiyah—yang akan menjadikan pembebasan Palestina sebagai kewajiban negara, bukan inisiatif individu.

Khilafah bukan hanya simbol persatuan, tapi institusi yang mampu menggerakkan kekuatan militer dan diplomasi Islam untuk membela umat yang tertindas. Sebagaimana sejarah Islam mencatat, penjajahan tidak akan pernah selesai hanya dengan negosiasi, tapi dengan kekuatan yang didasari iman dan syariat.

Saatnya umat Islam bangkit dari tidur panjang. Jangan biarkan nasionalisme membatasi empati kita. Gaza bukan milik Palestina saja, tapi bagian dari umat ini. Dan umat ini tidak akan pernah bangkit kecuali dengan Islam sebagai ideologi dan sistem hidup.

Hari ini kita mungkin belum bisa mengirim pasukan ke Gaza, tapi kita bisa menjadi bagian dari perubahan besar: dengan menyuarakan dakwah, menyadarkan umat, dan menyongsong kembalinya institusi Islam yang akan memimpin dunia dalam keadilan dan rahmat.

“Sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214)

Wallahu a’lam bissawab.