Kekerasan Anak Terjadi Lagi, Dimana Keadilan bagi Generasi?
Oleh : Ledy Ummu Zaid
Dewasa ini, rasanya tak mudah percaya sepenuhnya kepada orang lain. Kepada keluarga saja, terkadang kita tidak bisa percaya 100%. Apalagi maraknya kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan keluarga sendiri makin menambah kecemasan kaum hawa.
Kekerasan Anak Kian Keji
Miris, kekerasan anak kian keji. Seorang balita tewas di tangan teman orang tuanya di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Dilansir dari laman regional.kompas.com (14/06/2025), Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kuansing AKP Shilton mengatakan tersangka tega membunuh korban lantaran sakit hati. Diketahui korban yang diasuh pelaku dan sang istri tersebut sering rewel dan menangis.
Adapun korban merupakan balita perempuan berusia 2 tahun yang dititipkan oleh ibunya kepada pelaku dan istrinya. Awalnya mereka berniat mengasuh korban karena ingin menjadikannya pancingan hamil. Tak hanya itu, mereka juga mendapat upah Rp 1,2 juta per bulan.
Sayang, pasutri ini sering melakukan penganiayaan terhadap korban selama ditinggal kerja ibunya. Kedua pelaku ini sering menampar mulut, memukul pantat, hingga mencubit seluruh tubuh korban setiap korban rewel dan menangis. Mereka juga mengikat kedua tangan dan kaki korban dengan mulut tertutup lakban.
Yang lebih menyayat hati adalah ketika pelaku melakukan penganiayaan, istri pelaku asyik merekam aksi tersebut sembari tertawa. Akhirnya, kedua pelaku ditangkap setelah korban dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit. Adanya luka fisik di tubuh korban menjadi bukti kuat adanya penganiayaan.
Di tempat yang berbeda, seorang anak berusia 7 tahun diduga disiksa orang tuanya di Surabaya hingga ditemukan di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Ia ditemukan sedang tertidur seorang diri di atas kardus di lorong pasar. Satpol PP Kebayoran Lama yang tengah melakukan patroli di kawasan Pasar Kebayoran Lama menemukannya pada Rabu pagi (11/6), seperti yang dilansir dari laman tirto.id (13/06/2025).
Anak tersebut mengaku disiksa orang tuanya. Namun, karena masih kesulitan berbicara, ia tidak bisa memberikan keterangan lebih lanjut terkait penganiayaan yang dialami. Hingga saat ini ayah korban masih diburu oleh pihak kepolisian.
Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Ciput Eka Purwianti mendesak adanya laporan sosial (lapsos) dari pekerja sosial (peksos) guna menelusuri keluarga korban. Baginya, ini penting untuk memastikan keberlangsungan pengasuhan anak tersebut kedepannya.
Kemudian, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sub Klaster Anak Korban Perlakuan Salah dan Penelantaran Kawiyan juga mengatakan orang tua yang menelantarkan dan menganiaya anaknya harus dikenai hukuman pidana. Oleh karenanya, pihaknya mendesak pihak yang berwajib untuk segera menemukan pelaku.
Sistem Kapitalisme Tidak Ramah Anak
Kasus kekerasan terhadap anak semakin tinggi angkanya. Namun, ini bukan soal angka belaka, melainkan gambaran bobroknya tatanan kehidupan masyarakat hari ini. Padahal, beberapa waktu lalu masyarakat baru saja dihebohkan dengan kasus grup inses oleh anggota keluarga. Kini kasus kekerasan fisik terhadap anak berulang dan seolah tak ada habisnya.
Hal ini tentu disebabkan banyak faktor, seperti faktor ekonomi, emosi yang tidak terkendali, kerusakan moral hingga iman yang lemah. Tak hanya itu, kurangnya pemahaman fungsi dan peran orang tua juga menjadi faktor yang krusial.
Jika ditelusuri, sistem kapitalisme sekular biang kerok kerusakan moral individu hari ini. Sistem kufur yang datang dari Barat ini telah membuat para orang tua tidak tahu bagaimana cara mendidik dan mengasuh anak. Tak tanggung-tanggung, sistem ini juga menghilangkan fitrah orang tua dalam melindungi keluarga. Kini, rumah tak lagi menjadi tempat yang paling aman bagi anak.
Kebanyakan orang tua yang tega menyiksa dan menelantarkan anak menganggap persoalan ekonomi sebagai pemicunya. Padahal, sejatinya ada banyak faktor yang saling berkesinambungan. Adapun lingkungan dan tayangan media juga dapat menjadi pemicu terjadinya kekerasan pada anak.
Ditambah lagi, sistem sosial yang lemah semakin membentuk sikap individualis di masyarakat. Sebagai contoh, banyak yang acuh kepada tetangga maupun orang lain. Walhasil, tidak ada kontrol dari masyarakat bahkan negara hingga kasus kekerasan terhadap anak berulang. Di satu sisi, aturan tentang perlindungan anak, kekerasan seksual dan pembangunan keluarga nyatanya belum mampu menuntaskan persoalan kekerasan terhadap anak.
Dalam hal ini, aturan yang ada tentu dibangun dengan pondasi kapitalisme sekular, yakni sengaja memisahkan aturan agama dari kehidupan sesuai kepentingan segelintir orang. Negara membuat kebijakan ala kadarnya dan tidak sesuai dengan fitrah manusia dan syariat. Walhasil, solusi pragmatis acapkali ditawarkan dan tak mampu menyelesaikan hingga akar masalah. Jadi, memang benar sistem kapitalisme tidak ramah anak.
Islam Mencegah Kekerasan Anak
Sebaliknya, dalam sistem Islam, penerapan syariat Islam secara kafah (menyeluruh) akan mewujudkan kehidupan yang teratur. Kesejahteraan, ketenteraman jiwa, serta terjaganya iman dan takwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala bagi setiap muslim akan sangat diperhatikan. Apalagi keluarga yang menjadi tempat bernaung bagi seorang muslim tentu akan terjamin keamanan dan keimanannya.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik kepada keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR Tirmidzi).
Seperti yang kita ketahui, keluarga sejatinya pelindung bagi orang-orang yang ada di dalamnya. Maka dari itu, dalam Islam, keluarga juga sebagai tempat pertama untuk menempa pendidikan agama. Harapannya, Syakhsiyah Islamiyyah (kepribadian Islam) dimiliki setiap anggota keluarga.
Di sisi lain, daulah (negara) akan memfasilitasi ilmu bagi kaum muslimin seluruhnya. Dengan demikian, setiap individu memiliki pemahaman yang sahih terkait perannya dalam keluarga. Kemudian, mereka tentu dengan kesadarannya akan melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan syariat Islam.
Dengan terterapkannya aturan Islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan akan mewujudkan keluarga dan masyarakat yang islami. Dalam hal ini, kepemimpinan Islam seperti yang dicontohkan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat di masa lalu, yakni Khilafah Islamiyyah sangat dibutuhkan umat hari ini.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Al-Bukhari dan Ahmad).
Daulah dengan aturannya yang terintegrasi dan komprehensif akan menjaga kehidupan kaum muslimin dari kemaksiatan. Adapun dalam sistem pendidikan dan departemen penerangan (media), umat akan dididik dengan Akidah Islamiyyah yang kuat. Selanjutnya, kontrol masyarakat yang senantiasa melakukan amar makruf nahi munkar juga tentu akan digencarkan.
Khatimah
Islam memiliki solusi untuk semua masalah, termasuk fenomena kekerasan terhadap anak ini. Pada dasarnya, Islam juga merupakan sebuah ideologi (sistem hidup) yang sesuai dengan fitrah manusia dan adil karena datang dari Al-Khaliq, Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan penerapan syariat Islam secara sempurna dalam naungan Khilafah, keluarga muslim akan kuat, dan mampu mencegah terjadinya kekerasan dalam keluarga. Anak akan hidup dengan aman dan nyaman karena lingkungan yang penuh dengan keimanan. Tidak seperti hari ini, kekerasan anak kerap terjadi lagi, maka dimana keadilan bagi generasi?
Wallahua’lam bishshowab. []
Referensi:
https://regional.kompas.com/read/2025/06/14/233045678/sambil-tertawa-istri-rekam-suaminya-siksa-bayi-2-tahun-hingga-tewas-karena
https://medan.kompas.com/read/2025/06/15/084524178/pasutri-di-riau-siksa-bayi-temannya-hingga-tewas-berawal-dari-pancingan-hamil
https://tirto.id/kemenpppa-kawal-kasus-anak-ditelantarkan-ayah-di-kebayoran-lama-hcWM
https://muslimahnews.net/2022/02/08/4969/
https://muslimahnews.net/2023/03/04/18157/
https://www.youtube.com/watch?v=SADn1emzIeg
Posting Komentar