Stok Beras Menggunung, Malah Harga Melangit
Oleh : Asha Tridayana
Beras menjadi salah satu kebutuhan pokok rakyat Indonesia. Mayoritas masyarakat makan dengan nasi, sampai-sampai belum merasa makan jika belum berjumpa nasi. Namun, kini masyarakat kembali dibuat resah karena harga beras mengalami kenaikan. Tidak sedikit daerah yang kesulitan mendapatkan beras. Tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pada minggu kedua Juni 2025 terdapat 133 Kota/Kabupaten terjadi kenaikan harga beras melebihi HET (Harga Eceran Tertinggi) (ekonomi.bisnis.com 16/06/25).
Padahal, Perum Bulog yang merupakan tempat penyimpanan stok beras justru terjadi penumpukan bahkan diklaim sebagai stok terbesar sepanjang sejarah. Menurut Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai kenaikan harga beras akibat sebagian besar gabah/beras ditimbun di gudang Bulog. Sementara mekanisme penyimpanan yang terlalu lama memerlukan pembiayaan besar. Bahkan terjadi penurunan kualitas beras.
Sungguh disayangkan, stok melimpah tapi harga mahal. Khudori pun mengusulkan agar pemerintah menyalurkan stok beras di gudang Bulog kepada rakyat bersamaan dengan operasi pasar Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Ditambah lagi, Presiden Prabowo juga akan membagikan Bansos beras periode Juni-Juli. Hal ini dapat menekan naiknya harga beras karena masyarakat tidak perlu membeli beras untuk sementara waktu (ekonomi.bisnis.com 17/06/25).
Tidak hanya itu, Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM), Prof Lilik Sutiarso juga menganggap tidak masuk akal karena tahun ini produksi beras nasional mencapai 4,2 juta ton. Stok beras tertinggi sepanjang sejarah. Menurutnya, kondisi ini dapat terjadi karena proses distribusi beras yang bermasalah atau terjadi penyimpangan, spekulasi harga oleh pelaku pasar, biaya logistik dan lain-lain. Sehingga perlu ditelusuri langsung di lapangan karena berdampak pada penurunan daya beli hingga inflasi. Sedangkan Ketua Satgas Pangan Mabes Polri Brigjen Pol. Helfi Assegaf yang melakukan pengecekan di sejumlah pasar, melihat adanya anomali harga beras. Pihaknya menegaskan akan melakukan tindakan jika ditemukan bukti pelanggaran di lapangan (www.beritasatu.com 19/06/25).
Lagi-lagi rakyat dibuat kesulitan, disaat stok beras melimpah justru terjadi kenaikan harga. Tentu hal ini sangat memberatkan rakyat yang hidup di tengah krisis ekonomi, segala kebutuhan serba mahal. Belum lagi, tidak ada jaminan dari pemerintah yang sering kali membiarkan rakyatnya menyelesaikan masalah sendiri.
Padahal kondisi ini tidak terlepas dari kebijakan yang dibuat pemerintah. Bulog mendapat kewajiban untuk menyerap gabah petani dalam jumlah besar dan berujung terjadi penumpukan stok di gudang. Sementara suplai di pasar atau proses distribusi beras menjadi terganggu. Akibatnya harga beras naik dan rakyat kembali yang menjadi korban. Inilah bentuk pengelolaan pangan berdasarkan sistem kapitalisme. Hanya tunduk pada mekanisme pasar dan kepentingan segolongan elite penguasa dan pengusaha.
Apalagi kapitalisme menganggap masalah pangan bukan menjadi hak dasar rakyat yang wajib dijamin dan dipenuhi negara. Tetapi hanya sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan demi keuntungan. Sementara negara hanya menjadi regulator yang memuluskan pengusaha menggali pundi-pundi materi. Negara tidak bertanggung jawab dalam melindungi apalagi menjamin terlaksananya pendistribusian yang adil bagi rakyat. Akibatnya rakyat golongan bawah menjadi korban fluktuasi harga dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Oleh karena itu, sudah semestinya kapitalisme segera dicampakkan dan negara beralih pada sistem Islam. Karena hanya dengan diterapkannya Islam, negara benar-benar meriayah rakyatnya. Seperti saat khilafah tegak, negara memiliki kewajiban menjamin kebutuhan pokok rakyat termasuk pangan. Negara bertanggung jawab langsung dalam pengelolaan produksi, distribusi hingga cadangan pangan. Tidak menjadikannya komoditas dan lahan mencari keuntungan.
Disamping itu, khilafah atau negara yang menerapkan Islam juga memperhatikan petani yang menjadi pelaku produksi. Seperti memberikan subsidi bibit, pupuk dan berbagai sarana produksi pertanian secara gratis agar menghasilkan beras yang bermutu. Khilafah juga berperan dalam proses pendistribusian agar senantiasa merata sehingga harga stabil. Jika terjadi penimbunan, khilafah akan bertindak tegas karena sangat merugikan rakyat.
Kemudian khilafah akan memastikan harga barang yang tersedia di pasaran mengikuti mekanisme pasar bukan mematok harga sendiri-sendiri. Pelaku usaha tidak bisa semena-mena menentukan harga tetapi terikat dengan syariat Islam yang mengatur jual beli dan melarang intervensi harga. Dengan begitu, rakyat tetap terjamin dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda, "Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR al-Bukhari).
Hal ini menunjukkan bahwa yang dibutuhkan rakyat sekarang tidak lain tegaknya khilafah. Karena hanya negara yang menjadikan Islam sebagai sumber dan standar dalam setiap kebijakan akan menjaga rakyatnya bukan memanfaatkannya layaknya komoditas pasar. Sehingga menjadi perjuangan bersama dalam menegakkan kembali khilafah di tengah masyarakat dan keberkahan hidup pun akan didapatkan oleh seluruh rakyat.
Wallahu'alam bishowab.
Posting Komentar