Titik Akhir Kekerasan Anak, Solusi Tuntas dalam Sistem Islam
Oleh : Mustikawati Tamher, anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Maraknya kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia sudah seharusnya menjadi sirine bagi masyarakat. Bagaimana tidak, Indonesia memiliki angka yang sangat tinggi terhadap kasus ini. Berdasarkan infografik dari siga.kemenpppa.go.id , kekerasan terhadap anak di tahun 2024 tercatat ada 19.628 jumlah kasus dengan 21.648 jumlah korban. Angka ini sangat mencengangkan dan tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Seperti yang terjadi baru-baru ini di Riau, sebagaimana yang dilansir Kompas.com, (14/6/2025), AYS (28) dan istrinya YG (24) menyiksa bayi berusia 2 tahun yang -diasuhnya hingga tewas, di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, gara-gara korban rewel. Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kuansing, AKP Shilton saat dikonfirmasi Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Sabtu 14 Juni 2025 malam, tersangka sakit hati karena korban sering rewel dan menangis.
Perlakuan sadis tersebut membuktikan hilangnya naluri kasih sayang dalam diri pelaku sebagai orang tua. Kekerasan di lingkungan keluarga dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor ekonomi, emosi yang tidak terkendali, kerusakan moral hingga iman yang lemah dan lemahnya pemahaman akan fungsi dan peran sebagai orang tua.
Untuk menyelami kasus tersebut, harus diketahui akar masalahnya. Dengan melihat beberapa faktor yang mempengaruhi, jelas sekali semua ini buah dari penerapan sistem sekuler kapitalisme. Dalam sistem sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan, menjadikan orang tua tidak tahu bagaimana cara mendidik dan mengasuh anak secara benar. Bahkan, sistem ini menghilangkan fitrah orang tua atas kewajiban melindungi anak-anak dan menjadikan rumah sebagai tempat yang paling aman.
Tak hanya itu, himpitan ekonomi kapitalisme juga sering menjadi alasan orang tua menyiksa dan menelantarkan anak, bahkan melakukan kekerasan seksual. Lingkungan dan tayangan media bahkan bisa menjadi pemicu terjadinya kekerasan pada anak. Sistem ini juga membuat hubungan sosial antar masyarakat kering dan individualis, tidak peduli pada sesama, sehingga memudahkan terjadinya kekeraan terhadap anak.
Di Indonesia, sebenarnya sudah ada regulasi/undang-undang tentang perlindungan anak, juga perlindungan atas kekerasan seksual pada anak, juga tentang pembangunan keluarga. Namun nyatanya semua itu tidak mampu menuntaskan persoalan kekerasan pada anak. Sebab, UU tersebut dibangun dengan ruh sekuler dan kapitalis, sehingga tidak menyentuh akar permasalahan terjadinya beragam kekerasan pada anak, yang disebabkan oleh faktor yang kompleks dan saling berkaitan.
Sementara itu, Islam memiliki sistem yang menuntaskan persoalan sampai kepada akarnya. Islam memiliki solusi untuk semua masalah, termasuk keluarga. Islam membentuk cara pandang dan pola pikir yang benar terhadap manusia, keluarga dan kehidupan. Dalam pandangan Islam, keluarga memiliki fungsi sebagai pelindung.
Begitu pun dalam memelihara keluarga, akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT kelak. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran sura h at-Tahrim ayat 6 yang artinya, "Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (TQS at-Tahrim 66: Ayat 6).
Oleh karena itu, Islam menetapkan peran dan tanggung jawab yang jelas bagi setiap anggota keluarga yaitu ayah, ibu, dan anak berdasarkan fitrah manusia dan tuntunan wahyu yang berprinsip keadilan dan kasih sayang. Seorang ayah tidak hanya menjadi pencari nafkah, tetapi juga pemimpin yang adil dan pembina akhlak. Seorang ibu dihormati sebagai pendidik generasi dan pengelola rumah tangga yang perannya dilindungi serta dimuliakan, bukan dibebankan diluar kemampuannya. Anak-anak dalam sistem Islam diposisikan sebagai amanah yang wajib dijaga dan dididik dengan penuh kasih sayang, bukan sebagai pelampiasan emosi lalu disakiti.
Penerapan Islam secara sempurna dalam kehidupan akan menjamin terwujudnya berbagai hal penting seperti kesejahteraan, ketenteraman jiwa, terjaganya iman dan takwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebab Islam adalah ideologi (sistem hidup) yang sesuai dengan fitrah manusia dan memuaskan akal. Lebih dari itu, Islam juga membangun kesadaran hubungan manusia dengan Allah, sehingga setiap individu terdorong untuk bertanggungjawab atas dasar keimanan yang kuat.
Selain itu, Keluarga dalam Islam juga memiliki fungsi membentuk kepribadian Islam kepada seluruh anggota keluarganya. Namun nilai ini tidak cukup hanya ditanamkan di dalam rumah, perlu adanya penjagaan dari sistem sosial dan negara. Dalam sistem Islam, negara memiliki peran aktif sebagai pelindung dan memelihara masyarakat.
Negara akan melakukan edukasi untuk membentuk kepribadian Islam, dan menguatkan pemahaman tentang peran dan hukum-hukum keluarga. Sehingga setiap individu dalam keluarga memiliki pemahaman yang shahih dan komitmen untuk melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan Islam untuknya termasuk dalam membangun keluarga. Negara dalam sistem Islam juga memiliki sanksi yang tegas dan bersifat menjerakan terhadap pelaku kekerasan.
Dengan demikian, untuk benar-benar mengakhiri kekerasan anak dalam keluarga, tidak cukup hanya dengan solusi parsial. Diperlukan sistem hidup yang menyentuh akar persoalan, membenahi cara pandang, mengatur relasi sosial dan membangun kesadaran individu. Semua itu hanya bisa terwujud melalui penerapan Islam secara menyeluruh (kaffah) dalam setiap aspek kehidupan.
Pelaksanaan hukum Islam secara kaffah dalam berbagai aspek kehidupan akan menjamin terwujudnya ketahanan keluarga yang kuat, dan mampu mencegah terjadinya kekerasan dalam keluarga. Anak hidup aman dan nyaman hanya terwujud dalam naungan Khilafah.[]
Posting Komentar