-->

Penghinaan Nabi Kembali Terjadi, Demokrasi Biang Keladi


Oleh : Linda Anisa

Lagi dan lagi, umat Islam kembali dikejutkan oleh aksi provokatif berupa penghinaan terhadap Nabi Muhammad ﷺ. Kali ini kasus penghinaan terjadi di Turki, negeri yang mayoritas penduduknya Muslim, namun tetap tidak kebal dari masuknya pengaruh ide-ide liberal sekuler. 

Sebagaimana diberitakan bahwa majalah satire LeMan menerbitkan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad ﷺ dan Nabi Musa, yang dinilai melecehkan kesucian dua nabi mulia tersebut. Tentu saja hal ini menciptakan bereaksi keras ditengah tengah publik khususnya Turki. Munculnya aksi protes dan kemarahan telah meluas di berbagai kota. Tentu ini memaksa otoritas Turki untuk bertindak. Sejumlah pelaku dan pihak terkait telah ditahan, termasuk kartunis yang membuat gambar tersebut. (CNBC Indonesia, 2025)

Namun sayangnya, kejadian seperti ini bukan yang pertama. Penghinaan terhadap Nabi Muhammad ﷺ justru terus berulang. Kasus ini menambah daftar panjang penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW yang kerap terjadi di negara-negara yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dalam sistem demokrasi liberal. Dari Denmark hingga Prancis, dari India hingga kini di Turki, penghinaan terhadap Islam dan simbol-simbol sucinya semakin marak terjadi. Semua dibungkus dalam satu kata yakni ”hak berekspresi”. Inilah ironi besar zaman ini. Demokrasi yang diagung-agungkan sebagai puncak peradaban justru menjadi pelindung legal bagi para penghina agama.

Demokrasi Sekuler: Sarang Kebebasan yang Membahayakan Akidah

Dalam sistem demokrasi, kebebasan berekspresi dijunjung tinggi, bahkan hingga mengorbankan nilai-nilai moral dan religius. Menghina agama pun dianggap sah selama tidak melanggar hukum formal, yang justru seringkali bias dan tidak berpihak pada umat Islam. Alhasil, penghinaan terhadap Nabi SAW pun dianggap bagian dari ekspresi seni atau kritik sosial.

Inilah realitas pahit ketika manusia meletakkan akalnya di atas wahyu. Ketika prinsip “kebebasan absolut” dijadikan asas kehidupan, maka hinaan terhadap Nabi yang dimuliakan bisa dianggap hal biasa.Padahal bagi umat Islam, mencintai dan memuliakan Nabi adalah bagian dari akidah yang tak bisa ditawar. Rasulullah SAW bersabda: "Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih ia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia." 
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam pandangan Islam, penghinaan terhadap Nabi bukan sekadar penghinaan terhadap seorang tokoh sejarah, tetapi penistaan terhadap pondasi iman umat Islam. Tentu ini adalah bentuk kejahatan serius, yang harus ditindak tegas. Namun dalam demokrasi, pelaku justru kerap dilindungi dan dianggap menjalankan haknya sebagai warga negara. 

Islam: Peradaban yang Menjaga Kehormatan Nabi dan Agama

Berbeda dengan demokrasi sekuler yang membiarkan kehormatan agama diinjak-injak, Islam justru memiliki sistem peradaban yang menjaga kemuliaan Rasulullah ﷺ dan ajarannya. Dalam Islam, penghinaan terhadap Nabi termasuk bentuk kejahatan besar yang ditindak dengan tegas oleh negara.

Para ulama dari berbagai mazhab telah menyepakati bahwa penghina Nabi ﷺ harus dijatuhi sanksi berat, baik ia seorang Muslim maupun non-Muslim. Imam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Ash-Sharim al-Maslul ‘ala Syatim ar-Rasul menjelaskan: “Siapa pun yang mencela Nabi Muhammad ﷺ, maka ia wajib dibunuh—baik ia Muslim maupun kafir, dan tidak diterima tobatnya menurut pendapat yang sahih dari para ulama.”
Demikian pula disebutkan dalam banyak fatwa dan ijmak ulama, bahwa kehormatan Nabi ﷺ adalah perkara yang tak bisa ditawar, bahkan oleh penguasa sekalipun.

Khilafah Sistem yang Melindungi Islam dan Menjerakan Para Penghina

Dalam sistem Islam, negara bukan hanya pelaksana hukum, tapi juga pelindung aqidah umat. Negara (khilafah) memiliki otoritas untuk menindak para penista agama, bukan dengan dalih mengekang kebebasan, tetapi demi menjaga kesucian wahyu dan akidah umat. Negara juga memiliki sistem sanksi (uqubat) yang tegas dan menjerakan, termasuk untuk kasus penghinaan terhadap Nabi ﷺ. 

Islam tidak membiarkan peradaban dibangun atas asas nafsu dan kebebasan tanpa batas. Sebaliknya, Islam membangun masyarakat dengan asas takwa, kemuliaan syariat, dan amar ma’ruf nahi munkar. Negara Islam (khilafah) adalah representasi praktis dari peradaban Islam yang tidak kompromi dalam menjaga nilai-nilai suci. Allah Swt. berfirman: yang artinya "Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa."
(QS. Al-Hujurat: 13)

Dalam sejarah, Daulah Islamiyyah juga telah membuktikan bahwa kehormatan Rasulullah ﷺ selalu dijaga. Ketika didapati seorang raja kafir menghina Nabi ﷺ dalam surat diplomatik, Khalifah tidak membalas dengan kata-kata, tetapi dengan ekspedisi militer yang membuat musuh Islam gentar. Begitulah Islam menjawab penghinaan, bukan dengan sekadar kecaman, melainkan tindakan nyata dalam koridor syariat.

Saatnya Umat Sadar dan Tegas Menolak Demokrasi Sekuler

Penghinaan terhadap Nabi Muhammad ﷺ bukan sekadar masalah moral. Kemarahan terhadap penghinaan Nabi SAW harus lebih dari sekadar reaksi emosional. Demokrasi telah membuktikan diri sebagai sistem yang tidak bisa dipercaya untuk melindungi kehormatan Islam. Maka, sudah saatnya umat Islam bersatu menolak sistem yang rusak ini dan kembali kepada sistem Islam yang benar-benar menjaga aqidah dan syiar Islam. Harus ada kesadaran politik bahwa selama sistem demokrasi sekuler menjadi acuan hidup umat, kasus-kasus seperti ini akan terus berulang. Karena itu, solusi sesungguhnya bukan hanya pada kecaman atau penangkapan individu, tapi dengan mengubah sistem yang menjadi akar masalahnya.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” 
(HR. Muslim)

Umat Islam tidak cukup hanya marah atau turun ke jalan setiap kali Nabi dihina. Yang lebih penting adalah berjuang menegakkan sistem Islam yang mampu melindungi kehormatan Nabi secara nyata yakni dengan tegaknya Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah, sebagaimana dijanjikan oleh Rasulullah ﷺ.
“...Kemudian akan ada Khilafah atas manhaj kenabian...” (HR. Ahmad).

Wallahu a’lam bi ash sawab.