-->

Hubbudunya Marak Buah Sistem Rusak

Oleh : Ida Nurchayati

Realitas kehidupan mencerminkan tatanan kehidupan yang diterapkan. Saat ini ketika manusia diatur dengan sistem sekuler kapitalisme, yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, lahir manusia-manusia yang hanya berorientasi pada materi duniawi (hubbundunya). Sistem sekuler adalah sistem yang rusak karena menolak peran agama untuk mengatur kehidupan manusia serta merusak individu didalamnya. Maka, ketika wahyu Ilahi disingkirkan otomatis hawa nafsu manusia yang jadi komandan. Betapa buruk perilaku manusia yang menjadikan syahwatnya sebagai komandan, terpampang nyata hari ini. 

Bahkan kemuliaan bentuk penciptaan manusia telah sirna. Lahir manusia-manusia yang berperilaku rendah bahkan lebih menjijikkan dari binatang ternak. Perilaku LGBT serta pergaulan bebas makin membudaya jumlahnya kian hari kian bertambah. Angka aborsi pun meningkat fantastis Perilaku menyimpang dianggap hal biasa bahkan dianggap sebagai bagian dari hak asasi manusia yang harus dijunjung tinggi dan dihormati.

Perilaku korupsi yakni memakan harta orang lain dengan cara yang batil semakin menggurita, meski sudah diupayakan diberantas. Jumlah koruptor bukan berkurang justru semakin bertambah. Andai binatang mencari makan hanya untuk sehari, maka manusia mengumpulkan harta untuk tujuh turunan. Kemaksiatan lain juga tumbuh bak cendawan dimusim penghujan. Pinjol dan judol kian menjerat rakyat dari level bawah hingga pejabat, tidak sedikit berakhir dengan pembunuhan atau bunuh diri.

Angka bunuh diri dan pembunuhan wajar bertambah tinggi. Tidak sedikit yang bunuh diri karena hal sepele, seperti dilarang main hp, urusan asmara, stres kehilangan pekerjaan, dikejar-kejar rentenir, atau tekanan hidup yang kian berat. Sebaliknya Orang dengan mudah menghilangkan nyawa hanya karena urusan remeh seperti ditagih hutang, minta hp, atau minta skincare bahkan sekedar diperintah membantu orang tuanya.

Manusia berlomba memburu kesenangan jasmani dan mengumpulkan materi siang malam tanpa kenal lelah. Meski ada yang menjadi gaya hidup atau semata karena tuntutan agar kebutuhan hidupnya terpenuhi. Masyarakat memandang bahwa standar kebahagiaan ditentukan kesenangan jasmani dan limpahan materi. Bahkan untuk memperolehnya dengan menghalalkan segala cara tanpa peduli halal dan haram. Manusia yang sukses adalah manusia yang memiliki jabatan kedudukan dan harta yang melimpah. Lahirlah banyak manusia yang mencintai dunia secara membabi buta. Banyak manusia terpedaya indahnya dunia sebagaimana firman Allah Swt dalam Surat Ali Imran ayat 14 yang artinya,

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia, kecintaan pada apa-apa yang diingini, yakni wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)".

Kehidupan Dunia Fatamorgana

Penerapan sistem sekuler menjadikan manusia hanya berorientasi pada materi sibuk mengejar dan memuja kehidupan dunia yang fana serta melupakan kehidupan yang abadi. Sebagai seorang mukmin seharusnya berorientasi mengejar kebahagiaan yang abadi yakni kehidupan akhirat. 

Dunia Allah ciptakan sebagai ladang dan tempat ujian. Maka manusia yang cerdas akan memilih kebahagiaan abadi. Dunia adalah fatamorgana, kesenangannya hanyalah tipuan belaka bahkan ketika direguk bukan menghilangkan dahaga justru membuat orang semakin lalai dan terpedaya karenanya.

Orang yang mengejar dunia laksana orang yang minum air laut, semakin banyak diminum, justru semakin bertambah dahaga. (al Amstal wa al hikam hal.173).

Allah Swt sudah memperingatkan manusia bahwa dunia adalah fana sebagaimana termaktub dalam Surat Al Kahfi ayat 45 yang artinya,

"Dan buatkanlah untuk mereka (manusia) perumpamaan kehidupan dunia ini, seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian (tumbuh-tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu".

Baginda Rasulullah saw menyampaikan bahwa kenikmatan dan keindahan dunia sangatlah sedikit. Sebagaimana dalam hadis Nabi saw yang artinya,

"Demi Allah, tidaklah dunia dibandingkan akhirat kecuali seperti seseorang dari kalian mencelupkan jarinya ke laut, maka lihatlah apa yang tersisa di jarinya ketika ia keluarkan dari laut?” (HR Muslim no 2868).

Lantas bagaimana agar umat Islam tidak terpedaya dengan kehidupan dunia tidak tergelincir mengejar kenikmatan yang sesaat?

Butuh Support System

Untuk menciptakan manusia-manusia yang bervisi akhirat tidak cukup dengan nasehat-nasehat. Butuh dukungan sistem yang akan mengkondisikan agar menjadi baik. Sistem Islam adalah solusinya. Mengapa Sistem Islam mampu mewujudkan manusia-manusia bervisi surga?

Sistem Islam tegak diatas tiga pilar. Pertama, Ketakwaan individu masyarakat, yakni kekuatan keimanan seorang muslim. Kondisi ini akan terwujud dengan melakukan tasqif atau pembinaan Islam kaffah kepada individu secara intensif. Untuk membentuk keperibadian muslim secara utuh, baik akliyah maupun nafsiyahnya. Hal ini adalah pilar pokok dan pondasi. Sebagaimana yang dilakukan Baginda Nabi saw, tidak kurang dari 13 tahun beliau melakukan pembinaan secara intensif ini di Makkah.

Kedua, Peran masyarakat agar senantiasa saling menasehati (agar hukum-hukum Islam selalu tegak) dalam kehidupan masyarakat. Tradisi amar makruf nahi mungkar ini senantiasa dijalankan oleh kaum muslim sepanjang masa kejayaan mereka. Para ulama yang ikhlas menjadi garda terdepan dalam melakukan muhasabah (mengoreksi) terhadap jalannya pemerintahan. Mereka tidak segan-segan bahkan dengan penuh rasa kasih sayang selalu mengingatkan dan meluruskan jalannya hukum-hukum yang dijalankan oleh Khalifah dengan keilmuan mereka.

Ketiga, Peran penguasa atau khalifah yang secara praktis (riil) menjalankan hukum-hukum Islam secara keseluruhan di dalam seluruh aspek kehidupan kaum muslim dalam bingkai sistem khilafah. Benih sistem pemerintahan ini sudah dimulai sejak Baginda Rasulullah saw. hijrah ke Madinah. Beliau bukan saja sebagai nabi dan rasul. Namun, sungguh beliau juga sebagai Kepala Negara Islam di Madinah al-Munawwarah.

Berawal dari Madinah, Islam kemudian menyebar dan menebarkan rahmat ke seluruh penjuru alam. Selama kurang lebih13 abad Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, bisa dirasakan semua yang terkena cahaya rahmat tesebut, baik muslim non muslim bahkan semesta alam berlandaskan akidah Islam.

Maka hubbudunya hanya bisa dihilangkan dengan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah.

Wallahu a'lam