Kekerasan Anak Kian Brutal, Cermin Gagalnya Perlindungan Negara
Oleh : Uzaina Sameeha, Aktivis Muslimah
Kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak baik secara fisik, verbal, dan psikologis atau dikenal dengan istilah bullying masih berlangsung tanpa henti. Sampai-sampai menjurus pada tindak pidana.
Seorang anak berlumuran darah di kepalanya usai ditendang hingga terbentur batu lalu diceburkan ke dalam sebuah sumur gara-gara menolak minum tuak dan merokok. Yang menyedihkan, para pelakunya anak-anak SMP teman korban.
Wakil Ketua Komisi 10 DPR lalu Hadrian Irfani menyoroti kasus perundungan terhadap siswa di SMP wilayah Kabupaten Bandung. Ia meminta pelaku kasus perundungan tersebut ditindak secara administrasi dan hukum karena menyangkut perbuatan kriminal. Fakta makin banyaknya ditemukan kasus perundungan setiap tahunnya membuktikan bahwa kasus ini adalah realitas yang tidak sepenuhnya terlihat, artinya sebagian besarnya masih banyak lagi.
Dalam situasi seperti ini, lalu apa fungsi negara? Negara sudah memberlakukan aturan dan sistem sanksi, namun kenyataannya tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku, sehingga kasus perundungan semakin marak. Para pembuli dapat dijatuhi sanksi hukuman pidana berupa penjara atau denda tergantung pada tingkat keparahan perbuatannya. Selain itu, menurut hukum yang berlaku, orang yang belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin masih dikategorikan anak-anak. Sehingga ketika ada orang yang di bawah 18 tahun semisal usia anak SMP berbuat tindak pidana, mereka bisa berdalih masih di bawah umur untuk menghindari sentuhan hukum.
Selain itu, fenomena perundungan juga menunjukkan kegagalan sistem pendidikan yang seharusnya menghasilkan generasi yang beriman, beradab, dan berilmu. Namun, generasi yang tampak hari ini justru menjadi pelaku tindak pidana. Anak-anak mudah dan tanpa merasa berdosa melakukan kekerasan terhadap teman sebaya. Bahkan mereka meminum tuak yang notaben nya minuman haram. Tindak perundungan yang demikian semakin menambah bentuk atau ragam perundungan yang sudah ada.
Penerapan sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik dalam semua aspek kehidupan akar dari permasalahan ini. Kehidupan manusia terpisah dari ajaran agama sehingga manusia tidak takut akan dosa dan tidak paham bahwa kehidupan mereka di dunia ada pertanggungjawaban di akhirat.
Alasan inilah yang membuat manusia termasuk anak SMP tanpa merasa takut berbuat kekerasan bahkan menenggak minuman haram. Dengan demikian dibutuhkan adanya perubahan yang mendasar dan menyeluruh. Tidak cukup dengan menyusun regulasi atau sanksi yang memberatkan, namun juga pada sudut pandang kehidupan yang diemban oleh negara.
Islam sebagai sistem kehidupan yang sahih mampu menyelesaikan secara tuntas kasus perundungan. Secara konsep, Islam menjadikan perundungan sebagai perbuatan yang haram dilakukan, baik verbal apalagi fisik. Abu Hurairah radhiallahu anhu mengatakan bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda, "Sesama muslim adalah saudara. Tidak boleh saling mendzalimi, mencibir, atau merendahkan. Ketakwaan itu sesungguhnya di sini sambil menunjuk dada dan diucapkannya tiga kali." Rasul melanjutkan, "Seseorang sudah cukup jahat ketika ia sudah menghina sesama saudara muslim. Setiap muslim adalah haram dinodai jiwanya, hartanya, dan kehormatannya" (HR Muslim, Tirmidzi dan Ahmad).
Islam mengajarkan manusia harus bertanggung jawab atas semua perbuatannya. Islam memiliki mekanisme agar konsep ini tertanam dengan benar di dalam benak dan pikiran generasi hingga menghasilkan amal perbuatan.
Dalam sistem pendidikan, akidah Islam dijadikan sebagai dasar kurikulum dan tujuan pendidikan. Pendidikan yang seperti ini akan memberi pedoman bagi anak-anak agar mereka siap menjadi mukalaf pada saat baligh.
Islam menetapkan pihak yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan syari' adalah keluarga, masyarakat, dan negara. Di dalam keluarga orang tua diwajibkan mendidik anak-anak mereka dengan akidah Islam dan syariatnya.
Masyarakat wajib menjadikan mafahim atau pemahaman, maqoayis atau standar, qanaat atau penerimaan, serta interaksi di dalam masyarakat sesuai dengan Islam. Dengan begitu, anak-anak akan mendapat contoh langsung penerapan syariat. Sementara negara akan menyusun kurikulum pendidikan berdasarkan akidah Islam yang wajib diterapkan dalam semua level jenjang pendidikan. Sehingga, di lingkungan manapun anak-anak hidup mereka akan dihadapkan pada akidah Islam dan syariahnya.
Dari sinilah pintu perundungan akan tertutup karena semua pihak akan memandang sama bahwa perundungan itu haram dilakukan. Mereka pun akan sadar untuk menghindari perundungan karena perbuatan itu kelak akan mereka pertanggungjawabkan di akhirat. Selain sistem pendidikan, arah pendidikan Islam juga didukung oleh sistem informasi dan sistem sanksi.
Sistem informasi diarahkan sebagai sarana anak-anak mendapatkan edukasi Islam, ilmu pengetahuan, kondisi politik, dan sejenisnya. Tayangan-tayangan kekerasan dan semua hal yang bertentangan dengan Islam akan dilarang oleh negara. Jika masih ada yang melakukan perundungan, negara akan memberi sanksi tegas.
Sanksi akan diberikan kepada mereka yang sudah baligh. Dengan sanksi yang tegas, insyaallah pelaku akan jera. Masyarakat terhindar dari perundungan dan anak-anak bisa tumbuh menjadi generasi berkepribadian Islam. Inilah solusi perundungan di dalam Islam. Semua ini niscaya akan terwujud manakala Islam dijadikan sebagai sistem kehidupan di bawah naungan negara khilafah.[]
Posting Komentar