-->

Kejahatan Makin Menggila, Sistem Islam Wajib Ditegakkan


Oleh : Miranda Rosalia, S.Kom (Aktivis Muslimah Lubuklinggau)

Akhir-akhir ini, kasus pencurian semakin marak terjadi dimana-mana, salah satunya di Kecamatan Binduriang. Beberapa waktu lalu, misalnya, satu unit mobil pemadam kebakaran yang biasa terparkir di halaman Kantor Camat Binduriang, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, dilaporkan hilang tanpa jejak.

Mobil dengan nomor polisi BD 8040 KY itu diduga dicuri oleh orang tak dikenal (OTD) pada Senin pagi, 9 Juni 2025. Selain mobil, dua seragam petugas pemadam kebakaran juga dilaporkan hilang. Hingga kemudian mobil tersebut berhasil ditemukan di wilayah Muara Lakitan, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan, pada Senin (9/6/2025) sekitar pukul 23.00 WIB (bengkulu.tribunnews, 10/6/25).

Tidak hanya itu, masih banyak kasus kriminalitas yang sebelumnya sudah seringkali terjadi dilakukan oleh beberapa oknum bersenjata tajam, mulai dari mencuri kopi, begal motor, hingga nekat merampok ke rumah warga. 
Sehingga tak ayal kecamatan yang masuk dalam Provinsi Bengkulu ini semakin dikenal dengan berbagai kejahatan didalamnya, dan mendapat komentar dan cap buruk dari masyarakat daerah lain. Padahal kejadian ini hanya dilakukan oleh segelintir orang, tetapi seluruh lapisan masyarakat didalamnya terkena imbasnya. Sungguh miris dan memalukan.

Faktor Pemicu Kejahatan

Tingginya angka kejahatan saat ini tentu dipengaruhi oleh berbagai hal. Beberapa di antaranya adalah masalah ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran, penyalahgunaan alkohol dan narkoba yang kian marak, serta dampak negatif dari media sosial yang menyebarkan banyak konten buruk. 
Menurut cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY), terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan meningkatnya angka kejahatan. Pertama, kejahatan menjadi sesuatu yang dianggap biasa karena masyarakat terlalu sering melihat dan mendengarnya, terutama melalui gadget. Paparan yang berulang terhadap aksi kejahatan membentuk anggapan bahwa hal tersebut adalah hal yang wajar.

Kedua, sistem hukuman yang berlaku saat ini dinilai tidak mampu menimbulkan efek jera maupun mencegah kejahatan. Sebagai contoh kasus pencurian, sesuai dengan Pasal 362 KUHP, pencuri yang terbukti dapat diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda, namun setelah mendapat pemotongan masa tahanan, bisa jadi hanya menjalani setengahnya atau bahkan kurang, sehingga tidak menimbulkan rasa takut untuk berbuat jahat.

Ketiga, kejahatan juga berkaitan dengan lemahnya integritas individu. Tekanan ekonomi, pergaulan bebas, serta pengaruh buruk dari media sosial dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan kriminal.

Islam Solusi Kejahatan

Terdapat tiga pilar utama dalam mencegah berbagai bentuk kejahatan. Pilar pertama adalah ketakwaan individu dan keluarga. Ketakwaan ini akan mendorong setiap anggota keluarga untuk senantiasa mematuhi seluruh aturan dalam ajaran Islam. Dengan demikian, ketakwaan menjadi benteng yang kokoh bagi setiap anggota keluarga agar tidak terjerumus dalam perbuatan maksiat maupun tindakan kriminal. Sebagaimana firman Allah Swt.,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari siksa api neraka.” (TQS At-Tahrim [66]: 6).

Oleh karena itu, peran orang tua sangatlah krusial dalam menanamkan pendidikan Islam di lingkungan keluarga. Pendidikan Islam memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian yang kokoh dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Hal ini dapat dicapai dengan membangun dasar pola pikir dan perilaku yang berlandaskan keimanan kepada Allah. Keimanan yang mendalam akan mendorong seseorang untuk tunduk dan taat terhadap seluruh aturan-Nya.

Pilar kedua adalah pengawasan dari masyarakat. Pengawasan ini akan memperkuat ketakwaan yang dimiliki oleh individu dan keluarga. Hal ini bisa dilakukan dengan menumbuhkan semangat kepedulian sosial serta membiasakan masyarakat untuk menjalankan amar makruf nahi mungkar. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw.,

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا، فَلْيَغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ

“Siapa saja yang menyaksikan kemungkaran, hendaknya ia mengubah kemungkaran itu dengan tangan (kekuasaan)-nya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, dengan hatinya. Hal demikian adalah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim).

Pelaksanaan amar makruf nahi mungkar secara kolektif memiliki kekuatan besar dalam mencegah berbagai bentuk kemungkaran dan tindakan kriminal yang mungkin dilakukan oleh individu.

Pilar ketiga adalah peran negara. Dalam pandangan Islam, negara memiliki kewajiban untuk melindungi masyarakat dari perbuatan dosa dan kejahatan. Hal ini dilakukan dengan menerapkan hukum-hukum Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara juga harus memastikan bahwa kebutuhan dasar setiap warga—seperti sandang, pangan, dan papan—terpenuhi. Ketika kebutuhan ini terpenuhi dengan baik, dorongan untuk melakukan tindakan kriminal pun akan berkurang.

Selain itu, negara berkewajiban menyediakan pendidikan Islam secara gratis dengan kurikulum yang mampu membentuk generasi yang memiliki kepribadian Islami yang kuat, sehingga mereka terhindar dari perilaku menyimpang dan kejahatan. Negara juga harus menjaga agama dan moral masyarakat dengan menghapus segala bentuk hal yang dapat merusak atau melemahkan akidah serta karakter umat Islam.

Contohnya, negara wajib menghentikan peredaran minuman keras, narkoba, konten pornografi, serta berbagai tayangan yang merusak di media massa maupun media sosial. Jika hal-hal tersebut dibiarkan, maka akan menjadi pemicu utama merebaknya berbagai bentuk maksiat dan kejahatan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, semua ini merupakan tanggung jawab besar yang harus diemban oleh negara. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,

الإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Muslim dan Ahmad).

Rasulullah saw. juga bersabda,

الإِمَامُ جُنَّةٌ

“Sungguh Imam (kepala negara) itu laksana perisai (yakni pelindung rakyatnya, red).” (HR Muslim).

Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai pelaksana utama dalam menerapkan seluruh syariat Islam. Negara juga memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi tegas terhadap para pelaku kejahatan. Oleh karena itu, penerapan hukum pidana Islam menjadi sangat penting.

Hukum pidana Islam memberikan manfaat yang besar, baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini karena hukum tersebut memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai jawâbir dan zawâjir. Sebagai jawâbir, hukum pidana Islam berfungsi sebagai penebus dosa bagi pelaku kejahatan yang telah dikenai hukuman sesuai syariat. Sementara sebagai zawâjir, hukum ini berperan sebagai pencegah, yakni memberikan efek jera kepada pelaku dan menakut-nakuti orang lain agar tidak melakukan pelanggaran serupa.

Dengan demikian, penerapan hukum pidana Islam menjadi jaminan bagi terwujudnya ketertiban dan keselamatan hidup masyarakat. Sebagaimana Allah Swt. berfirman,

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dalam kisas itu ada jaminan kelangsungan hidup bagi kalian, hai orang-orang yang berakal, supaya kalian bertakwa.” (TQS Al-Baqarah [2]: 179).

Namun, pada kenyataannya saat ini, hukum-hukum Islam telah ditinggalkan dan digantikan oleh hukum-hukum buatan manusia yang bersumber dari sistem jahiliah. Pergantian ini telah membawa dampak besar berupa maraknya kezaliman dan kejahatan di tengah masyarakat, serta hilangnya rasa aman dan ketenteraman dalam kehidupan.

Kondisi tersebut seharusnya menjadi dorongan kuat bagi kita untuk kembali menerapkan hukum-hukum Islam dalam mengatur seluruh aspek kehidupan dan menyelesaikan berbagai persoalan yang ada. Jangan sampai kita termasuk golongan orang-orang yang zalim, fasik, atau bahkan kafir karena enggan menerapkan hukum Allah, sebagaimana diperingatkan dalam QS al-Maidah [5]: 44–45 dan 47.

Penerapan syariat Islam secara menyeluruh hanya dapat terwujud melalui sebuah institusi pemerintahan Islam, yaitu Khilafah ala minhāj an-nubuwwah, yang meneladani sistem pemerintahan Rasulullah saw. dan para khalifah setelahnya.

Wallahu a’lam bish-shawab.